Tanpa Penyekatan, Pola Mobilitas Masyarakat Berubah
Masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 jadi ujian berat menekan kasus Covid-19 di tengah ancaman varian Omicron. Antara kebijakan ”injak rem” dan kejenuhan masyarakat ”bertempur”. Siapakah yang bakal memenangkannya?
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·6 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Polda Metro Jaya menggelar Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Jaya 2021 di Lapangan Presisi, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/12/2021). Operasi Lilin Jaya 2021 menjadi bagian dari kegiatan pengamanan Natal dan Tahun Baru yang dilaksanakan oleh Polda Metro Jaya, Kodam Jaya dan Pemprov DKI Jakarta.
Masa liburan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 menjadi ujian berat bagi Indonesia terkait pandemi Covid-19. Di satu sisi, pemerintah mesti ”menginjak rem” untuk menekan risiko peningkatan kasus Covid-19 di tengah penyebaran varian Omicron. Di sisi lain, masyarakat mulai jenuh untuk tetap berada di rumah.
Kementerian Perhubungan, misalnya, menekan mobilitas masyarakat dengan menerapkan berbagai syarat perjalanan dengan moda transportasi darat, laut, dan udara. Ada juga rencana penerapan kebijakan ganjil genap pelat nomor kendaraan di jalan tol dan jalan-jalan perkotaan tertentu.
Selain itu, pemerintah daerah berpeluang menerapkan kebijakan di wilayahnya guna menekan penyebaran virus seiring meningkatnya pergerakan pendatang. Selama ini, pergerakan masyarakat sejatinya telah dibatasi, seperti di hotel, tempat wisata, restoran, dan tempat publik lain, dengan mewajibkan pemakaian aplikasi Peduli Lindungi, syarat vaksin, serta hasil tes antigen atau reaksi berantai polimerase (PCR).
Akan tetapi, di lain sisi, masyarakat berharap mulai bisa lebih leluasa beraktivitas di luar rumah. Curhatan di media sosial atau grup aplikasi percakapan, seperti Whatsapp dan Telegram, tak terhindarkan. Ada warga yang kecele karena sudah membeli tiket dan membayar hotel jauh-jauh hari biar murah, tetapi tiba-tiba harus dijadwal ulang (reschedule) atau diuangkan lagi (refund).
Ada yang menyebut situasi saat ini sebagai sebuah ironi. Saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 bakal diberlakukan di seluruh Indonesia, siswa sekolah diminta tetap melalui tatap muka. Ada nada mencibir, ”Kalau liburan sekolah diundur Januari 2022, memangnya tidak juga dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk berlibur?”
KOMPAS/STEFANUS OSA
Salah satu destinasi wisata di daerah Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, awal Desember 2021, terlihat diminati pengunjung. Melepas penat selama pandemi Covid-19 menjadi pilihan setelah bertambahnya keyakinan masyarakat yang telah menjalani vaksinasi.
Di atas kertas, hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan mendapatkan, 87 persen (setara 231,6 juta) warga tidak akan bepergian untuk perjalanan antarkota pada akhir tahun 2021. Survei ini dilakukan pada 11-20 Oktober 2021, sementara survei sejenis tahun lalu dilaksanakan pada 29 November-11 Desember 2020.
Sementara itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Balitbang Perhubungan melakukan survei mobilitas saat Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 secara daring (1-15 Desember 2021). Hasilnya, sekitar 11 juta orang (7,1 persen) akan melakukan perjalanan antarkota pada akhir tahun 2021.
Pengambilan sampel secara acak dengan penyebaran kuesioner melalui media sosial (Whatsapp dan Instagram) dan SMS blast. Survei melibatkan 49.074 responden dengan margin error 0,5 persen. Penentuan sampel dilakukan dengan rumus Slovin di wilayah studi Jawa, Bali, dan Jabodetabek.
Pada saat pemerintah membatalkan PPKM level 3 secara nasional, potensi pergerakan masyarakat di Jawa dan Bali diperkirakan sekitar 11 juta orang (7,1 persen). Adapun potensi pergerakan masyarakat di wilayah Jabodetabek sebanyak 2,3 juta orang (7 persen).
Daerah tujuan terbanyak untuk perjalanan orang dari Jawa dan Bali adalah menuju Jabodetabek 22,9 persen atau sekitar 2,5 juta orang, Jawa Tengah 19,5 persen atau sekitar 2,1 juta orang, Jawa Barat 18,5 persen atau sekitar 2 juta orang, Jawa timur 16,6 persen atau sekitar 1,8 juta orang, dan DI Yogyakarta 5,8 persen atau 624.000 orang.
Dibandingkan dengan survei sebelumnya, potensi perjalanan orang di wilayah Jawa-Bali pada masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 diperkirakan mencapai 12,8 persen atau sekitar 19,97 juta orang. Dari total 19,97 juta orang yang akan melakukan perjalanan keluar kota selama masa libur Natal dan Tahun Baru, sebanyak 91,09 persen di antaranya telah mendapatkan vaksin Covid-19.
Kompas/Wawan H Prabowo
Personel Tim Medis Polda Metro Jaya, pemadam kebakaran, Satpol PP, dan Dishub DKI Jakarta mengikuti Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Jaya 2021 di Lapangan Presisi, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/12/2021). Operasi Lilin Jaya 2021 menjadi bagian dari kegiatan pengamanan Natal dan Tahun Baru yang dilaksanakan oleh Polda Metro Jaya, Kodam Jaya dan Pemprov DKI Jakarta.
Sementara daerah tujuan perjalanan tertinggi ke Jawa Tengah, yakni mencapai 24,15 persen, ke Jawa Timur 19,26 persen, Jabodetabek 16,54 persen, Jawa Barat 18,39 persen, dan DI Yogyakarta 6,89 persen. Selain itu, tujuan ke Bali mencapai 3,91 persen, Banten 1,96 persen, Sumatera Utara 1,48 persen, Lampung 1,26 persen. Sisanya, yakni 6,16 persen, ke daerah lainnya.
Sepuluh kota/kabupaten tujuan perjalanan tertinggi, yaitu Kabupaten Bandung 3,58 persen, Kabupaten Bogor 3,57 persen, Kota Yogyakarta 3,04 persen, Jakarta Selatan 2,26 persen, Kota Bandung 2,08 persen, Kabupaten Malang 1,92 persen, Kota Surakarta 1,92 persen, Kota Denpasar 1,80 persen, Jakarta Timur 1,72 persen, dan Jakarta Pusat 1,69 persen.
Akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno membandingkan pergerakan Natal dan Tahun Baru 2020/2021. Potensi pergerakan Natal dan Tahun Baru 2021/2022 lebih kecil, yakni 13 persen, diperkirakan melakukan perjalanan antarkota. Pada Natal dan Tahun Baru 2020/2021 berdasarkan hasil survei, potensi tidak melakukan pergerakan 76 persen, sedangkan sebanyak 24 persen tetap melakukan mobilitas.
Omicron membuat perubahan pola berpikir masyarakat. Selain adanya perubahan kebijakan persyaratan yang agak melonggar tanpa penyekatan, ada sebagian warga yang tetap ingin bepergian. Pengetatan protokol kesehatan sedang diuji.
Pemandangan awal pekan Desember lalu, misalnya, wisatawan yang menuju kota Bandung, Jawa Barat, tak terhindarkan. Entah wisata keluarga atau kelompok kecil, bahkan rombongan dengan bus-bus wisata, memacetkan lokasi wisata favorit Lembang dan Dago. Masker memang dikenakan, screening check in via aplikasi Peduli Lindungi tetap digunakan, termasuk sarana penyediaan fasilitas cuci tangan ataupun penyanitasi tangan.
Hanya saja, soal jaga jarak masih kerap terabaikan demi cepat masuk ke lokasi wisata dan bercengkrama untuk menunjukkan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Tinggal kesadaran pribadi dan teguran kelompok itu sendirilah yang menjadi kunci untuk sama-sama mencegah penyebaran virus.
KOMPAS/STEFANUS OSA
Barisan kendaraan memadati area parkir destinasi wisata di daerah Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Sabtu (18/12/2021), sebelum semakin diberlakukan kebijakan pengetatan protokol kesehatan dalam mobilitas masyarakat yang akan diberlakukan pemerintah pada 24 Desember 2021-2 Januari 2022.
Memang pergerakan masyarakat pada Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 tak terhindarkan karena berbagai lokasi wisata akan dibuka dan masyarakat semakin percaya diri karena sudah mendapat vaksin.
Oleh karena itu, kampanye dan sosialisasi penyelenggaraan transportasi yang sehat harus digencarkan secara masif, baik oleh regulator, operator, maupun pengguna jasa transportasi, untuk memastikan jaminan perjalanan higienis.
Alasan mobilitas
Sesuai survei tersebut, alasan mobilitas terbanyak adalah pulang kampung 30,2 persen, liburan/wisata 24 persen, jenuh dengan rutinitas selama Covid-19 sebanyak 17,6 persen, tugas/dinas 15,5 persen, merayakan Natal di kampung halaman 9,6 persen, dan tradisi Natal dan Tahun Baru di luar kota 2,9 persen.
Mereka yang mempertimbangkan tidak memilih bepergian antara lain karena kondisi anak-anak sekolah sudah mulai melaksanakan belajar tatap muka. Selain itu, para pegawai atau pekerja ataupun wiraswasta sudah mulai aktif bekerja mendekati normal sehingga mereka memilih menunda bepergian. Sebagian memilih memperbaiki perekonomian keluarga yang sempat terpuruk selama masa pengetatan kegiatan dan mobilitas karena berkurangnya pendapatan keluarga.
Akan tetapi, kini alasan tidak melakukan perjalanan dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain waswas terjadinya gelombang ketiga Covid-19. Ada pula penundaan perjalanan akibat dicabutnya cuti bersama 24 Desember 2021 yang menyebabkan libur Natal menjadi pendek, ketatnya persyaratan perjalanan (masa berlaku dan biaya tes PCR dan antigen) yang mengakibatkan adanya penambahan biaya perjalanan, anak-anak sekolah sudah mulai tatap muka, dan para pekerja sudah mulai aktif bekerja (work from office).
Puncak arus balik diperkirakan terjadi setelah 2-3 Januari 2022. Moda paling banyak digunakan masih tetap sepeda motor dan mobil pribadi. Sekadar mengingatkan, kecolongan ”berjemaah” berpotensi menyebabkan ledakan jumlah pasien di rumah sakit dan tentu akan kembali menggerus perekonomian nasional.