BI-FAST Diterapkan, Biaya Transfer Antarbank Turun Menjadi Rp 2.500 Per Transaksi
BI mulai menerapkan BI-FAST. Kebijakan ini mengatur biaya transaksi antarbank menjadi Rp 2.500 per transaksi, jauh lebih kecil dari sebelumnya Rp 6.500 per transaksi. Ini diharapkan meningkatkan volume transaksi.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menerapkan BI-FAST sebagai sistem pembayaran nasional mulai Selasa (21/12/2021) menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau SKNBI. Dengan diberlakukannya BI-FAST, biaya transfer antarbank turun menjadi Rp 2.500 per transaksi, lebih rendah dibandingkan dengan SKNBI yang sebesar Rp 6.500 per transaksi. Harapannya, penerapan sistem ini bisa meningkatkan volume transaksi sehingga mendorong pemulihan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, BI-FAST adalah infrastruktur sistem pembayaran ritel nasional yang dapat memfasilitasi pembayaran ritel secara real-time, aman, efisien, dan tersedia setiap saat selama 24 jam sehari serta 7 hari dalam sepekan. Ini untuk menggantikan layanan SKNBI yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat karena dibatasi oleh waktu layanan (sesuai window time) dan belum real-time.
”Tujuan kami memberlakukan BI-FAST adalah menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien dan meningkatkan volume transaksi yang ada,” ujar Perry dalam peluncuran BI-FAST, Selasa (21/12/2021).
TANGKAPAN LAYAR
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat peluncuran BI-FAST, Selasa (21/12/2021).
Dengan diberlakukannya BI-FAST, transaksi antarpeserta BI-FAST atau antarbank ke nasabah ditetapkan maksimal Rp 2.500 per transaksi. Jumlah ini lebih kecil dari sebelumnya yang sebesar Rp 6.500 per transaksi.
Penetapan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST pada implementasi awal ditetapkan sebesar Rp 250 juta per transaksi dan akan dievaluasi secara berkala. Adapun kebijakan penetapan skema harga dari BI ke peserta (perbankan dan industri jasa keuangan) ditetapkan Rp 19 per transaksi.
Pada gelombang pertama, BI-FAST akan diterapkan pada 21 bank peserta. Kebijakan ini akan diteruskan dengan gelombang kedua pada Januari 2021 dengan tambahan bank peserta.
Video penjelasan Gubernur BI Perry Warjiyo soal BI-FAST
benediktus.krisna
-
BI-FAST akan diimplementasikan secara bertahap mulai Desember 2021 dengan prioritas awal adalah transfer kredit individual. Selanjutnya, secara bertahap mulai tahun 2022 akan dilakukan pengembangan layanan BI-FAST untuk transfer debit, bulk credit, dan request for payment yang akan diimplementasikan pada 2023.
Selanjutnya, BI-FAST juga akan diperluas untuk dapat melayani transaksi lainnya, seperti transaksi berbasis instrumen, QRIS (Quick Response Indonesia Standard), dan pembayaran lintas negara (cross border).
Perry menjelaskan, pengembangan BI-FAST selaras dengan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, baik moneter, stabilitas sistem keuangan, maupun sistem pembayaran untuk mendukung terciptanya ekosistem 3i, yaitu integrated, interoperable, dan interconnected.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso Liem menyampaikan dukungan dan komitmen industri terkait inisiatif yang dilakukan BI sebagai sarana reformasi lanskap digitalisasi untuk pemulihan ekonomi nasional.
”Untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan, serta inklusi ekonomi dan keuangan. Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dan implementasi BI-FAST dengan pelaku industri, dalam rangka mengintegrasikan Ekonomi Keuangan Digital (EKD) nasional,” ujar Santoso.
Video penjelasan Ketua ASPI Santoso soal BI-Fast
benediktus.krisna
-
Volume transaksi
Dihubungi terpisah, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menjelaskan, kebijakan ini menguntungkan, baik dari sisi perbankan maupun sisi nasabah.
Dari sisi nasabah, tentu kebijakan ini akan memberikan penghematan bagi masyarakat menengah ke bawah yang sering bertransaksi perbankan. Sebab, biaya transaksinya jauh mengecil menjadi Rp 2.500 dari sebelumnya Rp 6.500 per transaksi.
”Kebijakan ini meningkatkan efisiensi bagi masyarakat yang sering bertransaksi lintas bank,” ujar Riefky.
Dari sisi perbankan, menurunnya biaya transaksi itu berpotensi diikuti oleh peningkatan volume dan frekuensi transaksi.
”Semakin cepat dan murah transaksi, pendapatan bank juga bakal meningkat. Nasabah pun diuntungkan dengan kecepatan dan biaya yang lebih murah. Pada ujungnya ini semua untuk meningkatkan produktivitas,” ujar Riefky, Jumat.
Dengan makin meningkatnya volume transaksi, pada gilirannya diharapkan bisa mendorong roda perekonomian berputar lebih cepat.