Buruh di Jabar Tuntut Revisi Kenaikan Upah 5-7 Persen
Revisi kenaikan UMP DKI Jakarta direspons buruh di Jawa Barat dengan menuntut revisi kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebesar 5-7 persen. Unjuk rasa di akhir 2021 bakal digelar jika tuntutan itu tak dipenuhi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sejumlah serikat pekerja atau buruh di Jawa Barat menuntut Gubernur Jabar Ridwan Kamil merevisi kenaikan upah minimum kabupaten/kota 2022 menjadi sebesar 5-7 persen. Jika tidak dipenuhi, buruh berencana menggelar unjuk rasa pada 28-30 Desember 2021.
Tuntutan itu merespons revisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jabar telah menetapkan kenaikan UMP sebesar 1,72 persen atau sekitar Rp 31.000.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto Ferianto mengatakan, upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 di 11 kabupaten/kota di Jabar tidak naik akibat ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Sementara UMK di 16 daerah lainnya hanya naik di bawah 2 persen.
Penetapan UMK itu dinilai tidak adil karena kondisi perekonomian sedang membaik. Ekonomi Jabar tumbuh 6,13 persen (secara tahunan) pada triwulan II dan 3,43 persen pada triwulan III-2021.
”Tuntutan kenaikan UMK 5-7 persen bukan untuk memperkaya buruh, melainkan menyesuaikan terhadap kebutuhan hidup karena harga barang-barang naik,” ujar Roy di Bandung, Senin (20/12/2021).
Untuk memperjuangkan tuntutan itu, perwakilan dari 12 serikat buruh mengunjungi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Senin siang. Mereka meminta bertemu dengan Ridwan Kamil dalam pekan ini untuk menyampaikan tuntutan secara langsung.
”Revisi kenaikan upah ini juga bertujuan menjaga stabilitas daya beli yang berujung pada pertumbuhan ekonomi Jabar. Jika dalam minggu ini tidak ada kabar, kami akan menyiapkan langkah unjuk rasa pada 28-30 Desember,” katanya.
Roy menuturkan, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan upah minimum telah mempertimbangkan aspirasi buruh. Oleh sebab itu, langkah itu diharapkan diterapkan juga di Jabar.
Penetapan UMK yang didasarkan pada UU Nomor 36 Tahun 2021 dinilai represif karena menghilangkan kewenangan pemda dalam menentukan upah di daerah masing-masing. ”UU Cipta Kerja telah menyandera pemda. Daerah hanya bisa mengikuti kemauan pemerintah pusat meskipun mungkin mereka punya pertimbangan lain,” ucapnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Rachmat Taufik Garsadi mengatakan, penetapan upah berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2021 masih berlaku. Pihaknya akan berupaya mempertemukan perwakilan buruh dengan Ridwan Kamil. ”Mereka (buruh) ingin mendapat penjelasan langsung dari Pak Gubernur. Lagi dicoba untuk diagendakan,” ujarnya.
UMK Jabar 2022 ditetapkan pada Selasa (30/11/2021). Pada hari yang sama, buruh dari sejumlah kabupaten/kota di Jabar menggelar unjuk rasa di Gedung Sate hingga malam hari untuk mengawal penetapan upah tersebut. Akan tetapi, tuntutan buruh agar UMK naik di atas 5 persen tidak terwujud. Buruh kembali berdemonstrasi dengan tuntutan serupa, Kamis (9/12/2021).
Pengajar ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, mengatakan, penetapan UMK semestinya memperhatikan kondisi setiap daerah. ”Kebijakan penetapan upah ini seharusnya tidak dipukul rata. Pemda harus berani melakukan diskresi. Sebab, masih ada daerah yang UMK-nya relatif kecil,” katanya.
Menurut Acuviarta, meskipun pandemi Covid-19 menghantam dunia usaha, beberapa sektor masih tumbuh, seperti telekomunikasi, produk berbasis ekspor, dan makanan minuman. Oleh sebab itu, upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) perlu diberlakukan.
”UMSK ini bisa menjadi jalan tengah karena terdapat sektor industri yang tumbuh bagus. Jadi, tetap ada kenaikan upah, tetapi terbatas,” ucapnya.
Acuviarta menambahkan, ke depan, pemerintah pusat perlu melibatkan pemerintah daerah dalam menetapkan UMK. Sebab, kondisi perekonomian antardaerah berbeda sehingga persentase kenaikan upahnya juga tidak selalu sama.