Apindo: Revisi UMP DKI Jakarta 2022 Melanggar Aturan Pengupahan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai revisi penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 menyalahi aturan pengupahan karena ditetapkan sepihak tanpa melibatkan pengusaha dalam pengambilan keputusan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
TANGKAPAN LAYAR
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani pada acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Buruh Menjerit di Tengah Covid” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (1/12/2021) malam.
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai revisi upah minimum provinsi DKI Jakarta tahun 2022 melanggar aturan pengupahan karena dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan kalangan pengusaha. Apindo menilai hal itu melanggar aturan pengupahan sehingga mereka membawa surat keputusan Gubernur DKI Jakarta soal UMP 2022 itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, pihak buruh menilai kenaikan UMP itu sudah sesuai prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan.
”Keluarnya surat keputusan Gubernur DKI Jakarta soal UMP 2022 yang merevisi keputusan sebelumnya telah menyalahi aturan pengupahan yang ada,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers menyikapi revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022, Senin (20/12/2021).
Selain Hariyadi, turut hadir dalam kesempatan itu Wakil Ketua DPP Apindo DKI Jakarta Nurjaman, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji, dan Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi.
Hariyadi menambahkan, pihaknya menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah melanggar regulasi pengupahan yang berlaku saat ini, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yaitu Pasal 26 mengenai cara perhitungan upah minimum dan Pasal 27 mengenai upah minimum provinsi.
Selain itu, revisi tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 29 tentang waktu penetapan upah minimum yang selambat-lambatnya ditetapkan pada 21 November 2021. ”Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara sepihak merevisi UMP DKI Jakarta 2022 tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha, khususnya Apindo DKI Jakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha). Dewan Pengupahan Daerah terdiri dari unsur tripartit, yakni pemerintah, serikat pekerja/buruh, dan pengusaha,” ujar Nurjaman.
TANGKAPAN LAYAR
Variabel perhitungan upah minimum provinsi yang dipaparkan pada acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Buruh Menjerit di Tengah Covid” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (1/12/2021) malam.
Hariyadi mengatakan, dengan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tersebut, upaya untuk mengembalikan prinsip UMP sebagai jaring pengaman sosial (JPS atau social safety net) bagi pekerja pemula tanpa pengalaman tidak terwujud. Ini membawa UMP kembali menjadi upah rata-rata sehingga penerapan struktur skala upah akan sulit dilakukan karena ruang jarak antara UMP dan upah di atas UMP menjadi kecil.
”Konsepnya, UMP ini, kan, untuk pekerja yang baru lulus atau pengalaman nol tahun. Ini ditetapkan untuk menjadi jaring pengaman sosial, ketika para lulusan baru ini mulai bekerja, ada minimal gaji yang diterima sebagai jaring pengaman. Jadi, ini bukan menjadi upah rata-rata pekerja,” ujar Hariyadi.
Mengingat keputusan revisi itu tidak sesuai aturan, Hariyadi mengimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI Jakarta 2022 sembari menunggu keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berkekuatan hukum tetap, tetapi tetap mengikuti Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan 19 November 2021.
Merespons hal ini, Apindo akan menggugat surat keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang revisi UMP 2022 ke PTUN jika Gubernur DKI benar-benar mengimplementasikan regulasi perubahan tersebut.
”Seperti yang sudah disampaikan tadi, (gugatan ke) PTUN ini diajukan karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja,” ujar Hariyadi.
Ia juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang telah melawan hukum regulasi ketenagakerjaan, terutama pengupahan, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian nasional.
Selain itu, pihaknya juga meminta Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada kepala daerah, Gubernur DKI Jakarta, yang tidak memahami peraturan perundang-undangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan, sebagaimana amanat Pasal 373 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang intinya pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Massa buruh dari berbagai serikat pekerja dan elemen buruh menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Rabu (8/12/2021). Mereka kembali menyerukan penolakan atas Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi serta memprotes penetapan upah minimum provinsi.
Pada kesempatan terpisah, Senin pagi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengecam upaya Apindo yang ingin membawa SK Gubernur DKI Jakarta soal revisi UMP 2022 itu ke PTUN.
”Tindakan Apindo akan berpotensi mengeskalasi aksi buruh yang meluas dan tidak akan hanya terjadi di Jakarta saja, tetapi seluruh Indonesia. Aksi buruh akan mengeras dan meluas,” ujar Said.
Ia mengatakan, yang dilakukan Apindo itu tidak melihat kondisi ekonomi Indonesia yang terus membaik. Berkaca dari kondisi ekonomi 2020 yang jeblok ke jalur pertumbuhan negatif karena pandemi, saat ini rata-rata upah nasional yang diputuskan 2020 untuk 2021 masih naik 3,14 persen. Sementara saat ini dengan perekonomian sudah kembali ke jalur positif, tetapi upah rata-rata yang diputuskan 2021 untuk 2022 hanya naik 1,09 persen secara nasional.
”Ini tidak masuk akal,” ujar Said.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kelompok buruh yang mewakili Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (SP-RTMM) berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, Selasa (30/11/2021). Mereka memprotes penetapan upah minimum provinsi DKI Jakarta 2022 yang dianggap terlalu rendah.
Sebelumnya, pada Sabtu (18/12/2021), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi besaran kenaikan upah minimum provinsi DKI Jakarta 2022. Dari semula hanya naik 0,85 persen, UMP diputuskan naik 5,1 persen.
Anies menjelaskan, revisi atas kenaikan besaran UMP DKI 2022 didasarkan pada kajian Bank Indonesia bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 4,7 persen sampai 5,5 persen, kemudian inflasi akan terkendali di posisi 3 persen (2-4 persen), dan proyeksi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 mencapai 4,3 persen.
Selain mempertimbangkan sentimen positif dari kajian dan proyeksi ekonomi Indonesia, keputusan kenaikan UMP juga didasari kajian ulang dan pembahasan kembali bersama semua pemangku kepentingan terkait serta semangat kehati-hatian di tengah mulai berderapnya laju roda ekonomi di wilayah Jakarta.
Pada 22 November 2021, Pemerintah Provinsi DKI memutuskan kenaikan sebesar Rp 37.749 atau 0,85 persen dari UMP DKI 2021 sehingga menjadi Rp 4.453.935. Namun, pada 18 Desember, mereka merevisi kenaikan UMP tahun 2022 menjadi sebesar Rp 4.641.854 atau naik 5,1 persen atau senilai Rp 225.667 dari UMP tahun 2021.