Terdapat berbagai risiko di sektor keuangan pada 2022, di antaranya mutasi virus Covid-19, gejolak harga komoditas, tekanan inflasi, implikasi kenaikan suku bunga negara maju, serta disrupsi rantai pasok global.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah tantangan pemulihan ekonomi di tahun 2022 muncul dari faktor eksternal atau global. Pemerintah berharap dunia dapat saling berkolaborasi untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian global pada 2022, terutama akibat mutasi virus Covid-19 yang masih menjadi ancaman.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, terdapat beberapa faktor risiko baru yang akan muncul dan mengganggu pemulihan ekonomi pada 2022. Salah satu risiko pemulihan ekonomi global tidak merata adalah perkembangan pandemi yang terus bermutasi dan masih mengancam seluruh negara di dunia.
”Selain pandemi, terdapat berbagai risiko di sektor keuangan yang akan muncul pada 2022, di antaranya gejolak harga komoditas, tekanan inflasi, implikasi kenaikan suku bunga di negara maju, terutama Amerika Serikat, serta disrupsi rantai pasok global,” kata Sri Mulyani dalam diskusi panel bertajuk ”Working Lunch: Outlook Ekonomi Indonesia 2022”, Rabu (15/12/2021), di Jakarta.
Sri Mulyani berharap dunia dapat bersatu dan berkolaborasi dalam menghadapi risiko-risiko tersebut. Untuk itu, penyelenggaran forum-forum G-20 akan menjadi media bagi para perumus kebijakan dunia untuk menentukan langkah-langkah di sektor kesehatan dan keuangan untuk menghadapi dinamika pada 2022.
Ia menambahkan, meskipun menghadapi ketidakpastian, perekonomian Indonesia pada 2022 diproyeksikan akan melanjutkan pemulihan ekonomi yang makin kuat. Penanganan pandemi yang efektif berhasil mengendalikan virus korona varian Delta sehingga aktivitas perekonomian kembali meningkat pada triwulan IV-2021.
Penyelenggaran forum-forum G-20 akan menjadi media bagi para perumus kebijakan dunia untuk menentukan langkah-langkah di sektor kesehatan dan keuangan untuk menghadapi dinamika di tahun 2022.
”Meski menghadapi dinamika ketidakpastian, perekonomian Indonesia pada 2022 diproyeksikan akan melanjutkan pemulihan yang makin kuat dari akhir tahun 2021 ini,” ujar Sri Mulyani.
Pemerintah melalui instrumen APBN akan berusaha mendorong pemulihan tetap berlanjut pada 2021, yang hanya tersisa 15 hari lagi. Jika 2021 dapat ditutup dengan baik, Sri Mulyani optimistis pemulihan ekonomi 2022 akan semakin terakselerasi dan APBN dapat terkonsolidasi secara bertahap.
”Selama pandemi, APBN telah bekerja sangat keras dan sangat ekstrem. Harapannya, saat 2022 pandemi sudah terkelola dengan baik dan mobilitas masyarakat sudah normal, APBN tidak perlu ngegas lagi,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tahun 2022 telah ditetapkan sebagai periode keberlanjutan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 dapat tumbuh di atas 5 persen.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kata Airlangga, kepastian hukum dan dukungan pemerintah akan terus dijalankan untuk kemudahan investasi dan berusaha. Pemerintah berkomitmen melanjutkan agenda reformasi struktural, deregulasi, dan debirokratisasi.
Airlangga juga menuturkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia cenderung lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain dengan tingkat kerentanan relatif rendah. Hal ini ditunjukkan oleh tata kelola yang baik, utang yang terjaga, dan cadangan devisa yang cukup tinggi.
Kepastian hukum dan dukungan pemerintah akan terus dijalankan untuk kemudahan investasi dan berusaha.
”Pemerintah sudah melakukan tiga hal, kebijakan fiskal oleh Kementerian Keuangan, kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, dan reformasi struktural. Ini adalah tiga hal yang diapresiasi berbagai lembaga di dunia. Ini akan menyokong pertumbuhan ekonomi di 2022,” kata Airlangga.
Kenaikan PDB
Presidensi G-20 Indonesia yang telah dimulai 1 Desember 2021, lanjut Airlangga, merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk membuat pemulihan ekonomi global secara lebih cepat. Kepentingan nasional juga akan menjadi perhatian dengan mewujudkan pemulihan ekonomi yang inklusif, berdaya tahan, dan berkesinambungan.
Dalam kesempatan berbeda, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan berpendapat, tahun 2022 dinilai akan menjadi momentum akselerasi pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.
”Dalam rentang waktu 2020 hingga 2022, ada tiga fase penting, yaitu fase pandemi di 2020, fase pemulihan di 2021, dan akan dilanjutkan dengan fase normalisasi pada pasar global, sementara Indonesia justru akan mengalami fase akselerasi di 2022,” ujarnya.
Pandemi pada 2020 menyebabkan kontraksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global sebesar 3,5 persen. Setelah sempat menurun di tahun 2020, PDB global akan naik secara masif dan tumbuh sebesar 5,9 persen di tahun 2021.
”Kami memperkirakan ke depannya pertumbuhan ekonomi global akan mulai bergerak ke arah normal. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 akan lebih rendah dari 2021, tetapi masih lebih tinggi dari rerata jangka panjangnya,” kata Katarina.