Dengan segenap keunggulannya, teknologi rantai blok (”blockchain”) layak jadi solusi atas problem sejumlah komoditas pertanian Indonesia. Harapannya, nilai tambah produk dan kesejahteraan petani terdongkrak.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·4 menit baca
Pekan lalu, PT Sewu Segar Nusantara, produsen buah segar merek Sunpride, memperkenalkan pemanfaatan teknologi rantai blok atau blockchain pada produk pisang mas. Teknologi ini memungkinkan konsumen, pengecer, dan semua pelaku yang terlibat di rantai pasok melacak asal-usul dan riwayat perjalanan buah.
Pada tahap awal, proyek ini menggandeng petani pisang mas di Lumajang, Jawa Timur, sebagai produsen di hulu, serta PT Lion Super Indo sebagai gerai pemasar di hilir. Dengan teknologi ini, faktor ketertelusuran (traceability) terpenuhi sehingga kualitas dan keamanan pangan diharapkan lebih terjamin.
Teknologi ini juga memungkinkan para pihak memantau kapan pisang akan dipanen, berapa banyak, serta di kebun siapa atau kebun mana. Dengan demikian, pemasar di hilir bisa merencanakan pasokan sesuai dengan pola permintaan konsumen. Para pembeli pun bisa melacak dari mana pisang yang mereka beli atau konsumsi.
Pada saat peluncuran inovasi itu, peserta diajak untuk mengecek riwayat pisang mas yang dijual di salah satu gerai Super Indo di Jakarta, Jumat (10/12/2021). Saat kode respons cepat (quick response code) yang tertempel di pisang dipindai dengan gawai, pengguna dengan segera dibawa ke tautan yang menampilkan ”paspor” satu sisir pisang tersebut.
Paspor produk memuat informasi bahwa pisang mas itu dipanen dari kebun Surnomo, petani mitra Sewu Segar di Juranglangak, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada 7 Desember 2021. Pisang itu lalu dikemas oleh PT Sewu Segar Nusantara di Tangerang, Banten, pada hari yang sama, lalu didistribusikan pada 8 Desember dan dijual oleh PT Lion Super Indo di Jakarta pada 9 Desember.
Teknologi blockchain memungkinkan pencatatan informasi secara digital secara waktu nyata (realtime) dan tidak bisa diubah pada setiap rantai. Bagi Sewu Segar, upaya ini menjadi salah satu cara perusahaan mempertanggungjawabkan kualitas buah yang mereka jual sekaligus memotivasi petani untuk meningkatkan kualitas hasil panennya.
Di rantai pasok makanan dan pertanian, ketertelusuran merupakan faktor krusial. Komoditas atau produk akan lebih bernilai ketika konsumen bisa melacak perjalanan produk, mulai dari proses budidaya atau penanaman, pemanenan, pengeringan, pengolahan, pengemasan, pengangkutan, hingga penjualan.
Selain memastikan mutu, teknologi ini perlu untuk memberikan jaminan keaslian produk. Faktor ini urgen terutama untuk produk premium yang suplainya terbatas, rentan dipalsukan akibat tingginya permintaan, atau harganya yang relatif mahal. Situasi itu mendorong sejumlah produsen produk pangan dan pertanian mengadopsi teknologi rantai blok dalam proses bisnisnya.
Perusahaan rintisan makanan berkelanjutan asal Taiwan, Earthling Superfood, misalnya, mengumumkan kemitraannya dengan Dancing Tea, perkebunan teh organik di Hualien, untuk meluncurkan produk teh kombucha dengan sistem keterlacakan berbasis blockchain pada September 2021. Keputusan ini dianggap tepat karena teh premium itu memiliki harga tinggi, sering dijuluki sebagai ”emas hijau”, sekaligus membutuhkan jaminan keaslian.
Dengan teknologi buku besar yang terdistribusi (distributed ledger technology) pada rantai blok, riwayat transaksi dan perpindahan produk tercatat di semua buku pihak-pihak yang terlibat, tidak terpusat di satu pihak dan tidak terputus tahap per tahap prosesnya. Teknologi ini juga memungkinkan semua peserta mendapatkan semua perubahan dan informasi terkini.
Salah satu keunggulan blockchain adalah adanya konsensus tentang entri mana yang benar meski banyak pihak berperan dalam sistem akuntansi digital desentral ini. Teknologi rantai blok menyediakan lingkungan di mana setiap peserta memiliki akses ke setiap data. Namun, setelah dimasukkan dan diverifikasi, data tidak bisa dimodifikasi sehingga keamanannya terjamin.
Dengan segenap keunggulan itu, blockchain layak dijadikan solusi atas problem sejumlah komoditas pangan dan pertanian Indonesia. Pada produk perikanan ekspor, misalnya, teknologi rantai blok memungkinkan dipakai untuk menjamin kualitas ikan dan memenuhi faktor ketertelusuran. Dengan demikian, kasus penolakan di negara tujuan ekspor akibat kontaminasi virus SARS-CoV-2 pada produk dan kemasan ikan bisa lebih mudah ditelusuri sumbernya.
Kasus pemalsuan rempah, seperti beberapa kali menimpa pala asal Siau, Sulawesi Utara, juga bisa dihindari dengan menyematkan riwayat perjalanan produk dengan teknologi blockchain. Demikian pula dengan komoditas ekspor lain, seperti teh, kopi, lada, cengkeh, dan sarang walet. Kini sudah saatnya bagi Indonesia untuk membawa teknologi ini sampai ke kebun petani guna mendongkrak nilai tambah produk sekaligus menyejahterakan semua pihak dari hulu hingga hilir.