Memacu Konektivitas Transportasi Udara di Nusantara
Pembangunan bandara terus dipacu di sejumlah daerah untuk meningkatkan konektivitas transportasi udara. Namun, tantangan bagi pengoperasian dan pengembangan transportasi udara tidaklah mudah, terlebih kala pandemi.
Pembangunan bandara terus dipacu di sejumlah daerah untuk meningkatkan konektivitas transportasi udara. Namun, tantangan bagi pengoperasian dan pengembangan transportasi udara tidaklah mudah, terlebih kala pandemi.
Saat meresmikan Bandara Tebelian di Sintang, Kalimantan Barat, Presiden Joko Widodo menekankan peran bandara yang kian penting di era kompetisi antarnegara yang semakin sengit.
”Kita memang harus bergerak dengan lebih cepat. Oleh sebab itu, kelancaran konektivitas adalah kunci dan kita harus mampu membuat konektivitas antarprovinsi, antardaerah, antarkabupaten semakin mudah dan lancar terjangkau oleh masyarakat sehingga sentra-sentra ekonomi yang baru akan tumbuh semakin banyak di berbagai daerah,” kata Presiden, Rabu (8/12/2021),
Sebelumnya, sejumlah bandara juga dibangun dan dikembangkan di beberapa daerah, di antaranya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Jabar; Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo, DI Yogyakarta; Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah; Bandara Ngloram di Cepu, Jateng; dan Bandara Internasional Dhoho di Kediri, Jawa Timur. Tidak semua bandara dibangun menggunakan anggaran negara.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui di kantornya, Jumat (10/12/2021), mencontohkan Bandara Singkawang di Kalbar yang dibangun dengan konsep public private partnership. Ada pula Bandara Jenderal Besar Soedirman yang dibangun oleh Angkasa Pura serta keterlibatan Pertamina dalam penyediaan lahan Bandara Ngloram.
Baca juga : Pembangunan Bandara di Fakfak Terbentur Sejumlah Kendala
Jika dinilai dapat mempunyai skala ekonomi tertentu, sebuah bandara akan ditawarkan kepada swasta. Sejumlah bandara yang diswastakan ke tangan BUMN Angkasa Pura I dan II adalah Bandara Sentani (Jayapura), Bandara Tjilik Riwut (Palangkaraya), Bandara Raden Inten (Lampung), Bandara Fatmawati (Bengkulu), dan Bandara Tanjung Pandan (Belitung). Dengan mengalihkan pengelolaan bandara-bandara itu ke Angkasa Pura, setidaknya pemerintah dapat menghemat Rp 500 miliar.
Swasta juga berkesempatan membangun bandara, seperti yang dikerjakan di Bintan, Kepulauan Riau, dan di Kediri, Jawa Timur. Jangka waktu yang diberikan bagi investor swasta dalam pembangunan bandara sekitar 30 tahun.
Terkendala sepi
Dari sejumlah bandara yang selesai dibangun, dalam pengoperasiannya tidak semua berjalan mulus. Salah satunya Bandara Kertajati yang masih sepi.
Potret sepinya bandara tampak pada Senin (6/12/2021) sore. Di terminal seluas 96.280 meter persegi itu, tidak satu pun gerai ritel dan ATM beroperasi. Sejumlah lampu terminal padam, gelap.
Di parkiran hanya tampak lima mobil. Rumput di dekat parkiran sudah meninggi. Sejumlah remaja memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, mengelilingi jalan layang bandara. Suara knalpot memecah kesunyian bandara.
Baca juga : Peresmian Bandara di Kepulauan Sitaro Bakal Dongkrak Potensi Pariwisata dan Perikanan
Kondisi bandara yang sepi terjadi sejak pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir. Bandara terluas kedua setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu tidak lagi melayani penerbangan komersial untuk penumpang pada pertengahan 2020. Tahun lalu, tercatat hanya 42.403 penumpang yang memanfaatkan bandara itu.
Bahkan, tahun ini, tidak satu pun penumpang yang terbang dari Bandara Kertajati. Padahal, pada 2019, Kertajati melayani 451.852 pergerakan penumpang. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 34.487 penumpang. Namun, angka itu belum sesuai dengan target 2,6 juta penumpang per tahun.
”Kondisi sekarang, dunia bandara dan penerbangan masih sangat terdampak Covid-19. Harapan untuk pulih dalam waktu dekat itu belum ada tanda-tanda,” ujar Direktur BIJB Muhamad Singgih.
Meskipun tidak ada penerbangan, pihaknya tetap berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Pada Februari lalu, misalnya, Bandara Kertajati bersama maskapai Garuda Indonesia membuka penerbangan kargo menuju Bandara Internasional Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Namun, rencana itu belum berjalan optimal.
”(Perusahaan) Kargo mulai banyak menghubungi kami. Beberapa maskapai penerbangan juga mau tempatkan pesawatnya di sini. Kami juga menjajaki kerja sama dengan private jet. Kami optimistis awal tahun depan sudah mulai ada penerbangan kargo,” kata Singgih.
Aktivitas penerbangan di sana diharapkan juga menggeliat seiring pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) yang menghubungkan Bandung dan Kertajati. Dibangun sejak 2021, Cisumdawu ditargetkan tuntas bulan ini.
Kondisi sekarang, dunia bandara dan penerbangan masih sangat terdampak Covid-19. Harapan untuk pulih dalam waktu dekat itu belum ada tanda-tanda.
Sepinya operasi bandara juga terjadi di Bandara Jenderal Besar Soedirman, Purbalingga. Bandara yang beroperasi sejak 3 Juni 2021 ini melayani penerbangan setiap Kamis dan Sabtu dengan rute Surabaya-Purbalingga dan Jakarta-Purbalingga. Namun, penerbangan sempat terhenti karena sepi.
Penerbangan kembali beroperasi setelah Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo bertemu Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, 28 Oktober 2021. Pratiwi akan membuat kebijakan sebagai solusi untuk meningkatkan okupansi penerbangan dari Bandara Jenderal Besar Soedirman.
Tekanan pandemi juga dirasakan bandara yang sudah eksis. Di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, misalnya, sejumlah rute penerbangan ditutup atau dihentikan sementara demi efisiensi.
Yuliana Balqis dari Bagian Humas Bandara Kualanamu mengatakan, delapan dari 22 rute penerbangan langsung dari Kualanamu ditutup karena pandemi Covid-19. Hal itu sebagai imbas dari penurunan jumlah penumpang karena pembatasan penerbangan.
Pada 2019 atau sebelum terdampak pandemi, jumlah penumpang di Bandara Kualanamu sebanyak 8.064.424 penumpang. Jumlah itu merosot 58 persen pada 2020 menjadi 3.367.817 penumpang. Pada 2021, jumlahnya juga masih turun menjadi 2.843.817 penumpang (sampai awal Desember).
Kreativitas daerah
Keberadaan bandara di suatu daerah sejatinya menghadirkan harapan baru akan bergeraknya roda perekonomian yang lebih baik. Budi Karya memastikan, setiap pembangunan bandara baru telah didahului kajian matang.
”Kami selalu lihat kebutuhan sebuah kabupaten itu untuk mendapatkan bandara. Apakah kabupaten itu sendiri atau bersama-sama dengan kabupaten lain,” ujarnya.
Dari setiap bandara yang dibangun, telah pula digariskan tak akan ada pembangunan bandara lain dalam radius 200 kilometer. Dengan demikian, trafik dari bandara itu akan memadai dalam jangka panjang.
”Kami sangat selektif membangun bandara,” ujar Budi.
Terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Jateng Henggar Budi Anggoro menyatakan, daerah perlu memacu daya tarik sehingga keberadaan bandara teroptimalkan. Sejumlah sektor, seperti pariwisata serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), didorong untuk menangkap peluang dari keberadaan bandara. Kreativitas dan improvisasi dari daerah penting untuk keberlanjutan pengoperasian bandara, yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Peneliti transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menuturkan, bandara di satu daerah harus didukung berbagai pihak dan bisnis lain. Ia juga mendorong agar layanan penerbangan bukan hanya ke Jakarta, melainkan juga sebagai alternatif perlu dibuka rute ke Kalimantan.
Pasalnya, untuk transportasi antardaerah di Jawa, warga memiliki opsi lain, yakni kereta api. Namun, ke Kalimantan, hanya ada opsi kapal laut yang memakan waktu tempuh lebih lama dari pesawat.
”Banyak orang Jawa di Kalimantan. Contohnya, penerbangan Semarang ke Pangkalan Bun yang setiap hari ada. Itu dari dulu bahkan,” kata Djoko.
Pada akhirnya, solusi akan hadirnya konektivitas di langit Nusantara membutuhkan sinergi berbagai pihak. (DIT/IKI/NSA/ESA/WER/DKA/RYO/HEN)