Akuisisi Blok Corridor, MedcoEnergi Perkuat Portofolio Bisnis Energi
Dengan seluruh saham di Corridor PSC dilepas ke MedcoEnergi, ConocoPhillips sudah tidak menjadi operator ataupun mengelola blok produksi-eksplorasi migas di Indonesia. Hal ini memperkuat portofolio bisnis MedcoEnergi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Medco Energi Internasional Tbk atau MedcoEnergi menandatangani kesepakatan untuk mengakuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd dari Phillips International Investment Inc, anak perusahaan dari ConocoPhillips. Akuisisi ini memperkuat portofolio bisnis MedcoEnergi sebagai perusahaan energi dan sumber daya alam.
ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) memegang 100 persen saham di ConocoPhillips Ltd (CPGL) dan 35 persen saham di Transasia Pipeline Company Pvt Ltd (Transasia). CPGL merupakan operator dari Corridor PSC dengan kepemilikan 54 persen working interest atau persentase kepemilikan dalam sewa minyak dan gas yang memberikan pemilik hak untuk mengeksplorasi, mengebor, dan memproduksi minyak dan gas.
Corridor PSC memiliki dua lapangan produksi minyak dan tujuh lapangan produksi gas berlokasi di onshore Sumatera Selatan. Mayoritas produksinya adalah gas yang dijual melalui kontrak jangka panjang kepada para mitra di Indonesia dan Singapura. Melalui Transasia, MedcoEnergi, dalam pernyataan resmi Rabu (8/12/2021) malam akan memiliki saham minoritas pada jaringan pipa gas yang menyuplai pelanggan di Sumatera Tengah, Batam, dan Singapura.
Setelah transaksi, proforma pedoman MedcoEnergi tahun 2022 untuk segmen minyak dan gas bumi adalah produksi 155 juta barel minyak ekuivalen per hari (MBOEPD), belanja modal 275 juta dollar AS, dan biaya kas per unit di bawah 10 dollar AS per BOE.
CEO MedcoEnergi Roberto Lorato mengatakan, akuisisi itu semakin memperkuat posisi MedcoEnergi di Asia Tenggara dan menghasilkan sinergi semakin kuat di wilayah kerja perusahaan di Sumatera. Transaksi akuisisi ditargetkan selesai pada triwulan I-2022 dengan mengikuti persyaratan yang berlaku dan persetujuan para pemegang saham di rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).
Presiden Direktur MedcoEnergi Hilmi Panigoro menjelaskan, aksi korporasi itu sesuai dengan strategi perusahaan yang ingin memiliki aset berkualitas dan menghasilkan arus kas yang positif. Dia berharap, aksi tersebut juga bisa mendukung pembangunan nasional.
Ketika seluruh saham di Corridor PSC dilepas ke MedcoEnergi, ConocoPhillips sudah tidak menjadi operator atau mengelola blok produksi-eksplorasi migas di Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, saat dihubungi Kamis (9/12/2021), di Jakarta, menyampaikan, beberapa data/informasi hasil survei dari lembaga internasional, seperti Fraser Institute, menunjukkan peringkat indeks kemudahan investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia terus menurun, bahkan di bawah negara tetangga. Gambaran peserta lelang wilayah kerja juga mengonfirmasi hal senada.
”Peserta lelang Blok Migas di Malaysia diinformasikan rata-rata di atas 200 peserta perusahaan, sedangkan di Indonesia hanya berkisar lima sampai sepuluh peserta,” ujarnya.
Salah satu penyebab utama fenomena itu adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah.
Komaidi menduga, salah satu penyebab utama fenomena itu adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah. Sejumlah regulasi hulu migas terbit di tengah kontrak investasi sudah berjalan. Isi regulasinya pun kerap kali berbeda dengan substansi kontrak. Ditambah lagi, Indonesia memiliki perumusan kebijakan fiskal yang kerap dinamis dan tergantung kondisi keuangan negara sehingga membuat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas menjadi sulit mengukur risiko.
Lebih jauh, dia berpendapat, harapan investasi hulu migas sekarang cenderung mengarah ke pemain nasional, baik badan usaha milik negara maupun miliki swasta. Sementara bagi investor swasta non-nasional cenderung menilai iklim investasi migas di Indonesia tidak lagi menarik.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal saat dihubungi terpisah berpendapat, aksi MedcoEnergi mengakuisisi seluruh saham CIHL menandai akan ada perubahan strategi portofolio.
Indonesia saat ini harus berkompetisi semakin ketat dengan negara-negara produsen migas untuk menarik investor. Agar bisa bersaing dengan negara kompetitor, Indonesia harus lincah dalam penyusunan kebijakan sehingga bisa beradaptasi dengan pasar investasi yang terus berubah dan berkembang.
Sebelumnya, di webinar Pertamina Energy 2021, Selasa (7/12/2021), Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan, pemerintah telah menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas (BSCFD) gas per hari pada 2030. Secara khusus, gas bumi mempunyai peran penting selama proses transisi energi. Maka, eksplorasi perlu ditingkatkan.
Ada sejumlah lokasi di daerah timur Indonesia memiliki potensi migas untuk dieksplorasi. Dia lantas mencontohkan Buton (Sulawesi Tenggara), Timor, Seram (Maluku), Aru (Maluku), dan Warim (Papua). Kelima lokasi ini diperkirakan memiliki potensi cadangan 9,8 miliar barel.
Menanggapi hal itu, Moshe mengatakan, rata-rata jangka waktu eksplorasi sampai mendapatkan minyak pertama (first oil) yaitu 10-14 tahun. Ada pula waktu eksplorasi lebih lama, seperti Blok Masela. Blok Masela pun sampai saat ini belum produksi, padahal lapangan itu ditemukan gas sejak tahun 2000.
Basin-basin yang berpotensi menyimpan cadangan migas belum terjamah itu mayoritas berlokasi di laut dalam atau di daerah timur Indonesia. Biaya eksplorasi dan produksinya lebih mahal. Salah satu penyebabnya karena belum banyaknya infrastruktur yang terbangun di daerah timur sehingga biaya seperti biaya logistik akan jauh lebih mahal dan bisa berdampak terhadap keekonomian lapangan ataupun bisnisnya.
”Kalau Indonesia sekarang baru mulai eksplorasi untuk mendukung pemenuhan target 2030, menurut saya itu cukup telat. Kecuali, (pemerintah) ada kebijakan proses percepatan yang luar biasa,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi produksi minyak per 8 Desember 2021 mencapai 652.458 BOPD atau di bawah target tahun 2021 sebesar 700.000 BOPD. Sementara realisasi produksi gas per 8 Desember 2021 mencapai 6.919 MMSCFD atau di atas target tahun 2021 sebesar 5.638 MMSCFD.