Peluang Investasi di Kalimantan Terbuka Lebar, Hilirisasi Jadi Kunci
Potensi investasi di Kalimantan masih terbuka lebar. Meskipun demikian, diperlukan transformasi investasi primer menuju manufaktur atau hilirisasi industri dengan tetap menciptakan iklim investasi yang ramah lingkungan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Peluang Kalimantan untuk menjadi pusat perekonomian nasional masih sangat besar. Namun, ketergantungan sektor tambang batubara dan perkebunan sawit masih tinggi sehingga masih menimbulkan kesenjangan pertumbuhan perekonomian. Perlu transformasi ekonomi menuju manufaktur dan investasi hijau untuk menurunkan kesenjangan itu.
Hal itu mengemuka pada webinar harian Kompas bersama Bank Indonesia dalam Kompas Talks dengan topik ”Ekonomi Kalimantan 2022: Menakar Peluang Investasi di Kalimantan”, Rabu (8/12/2021).
Hadir dalam webinar tersebut Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti, Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputian Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal Moris Nuaimi, Kepala Kantor Perwakilan Wilayah BI Kalimantan Selatan Amanlison Sembiring, ekonom senior dari Core Indonesia Hendri Saparini, juga sejumlah pejabat dari beberapa provinsi di Kalimantan.
Ekonomi Kalimantan hanya digerakkan sektor primer. Tanpa hilirisasi, niscaya ekonomi Kalimantan akan rentan karena dikontrol negara mitra dagang.
Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, investasi di Kalimantan masih didominasi oleh investasi primer ekstraktif, seperti pertambangan batubara dan perkebunan sawit. Hal itu memicu kesenjangan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita dengan daerah lain. Ia mencontohkan, Kalimantan Selatan yang nilai ekspornya dikuasai pertambangan sebesar 71 persen, dampaknya menjadi provinsi dengan nilai share investasi terendah di antara lima provinsi lainnya di Kalimantan.
Pada tahun 2022, Amalia melanjutkan, Kalimantan memiliki target pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 tumbuh sebesar 5,2-5,5 persen dengan tingkat kemiskinan mencapai 5,15 persen dan tingkat pengangguran ditekan hingga 4,47-5,36 persen. ”Kalimantan membutuhkan investasi yang lebih luas lagi,” ujarnya.
Pemerintah, kata Amalia, sudah merangsang investor dengan membuat setidaknya 16 Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kalimantan dengan nilai Rp 507,3 triliun. Hal itu dinilai dapat memicu diversifikasi investasi di Kalimantan agar tidak didominasi investasi ekstraktif, tetapi juga manufaktur.
Investasi hijau
Kepala Kantor Perwakilan Wilayah BI Kalimantan Selatan Amanlison Sembiring mengungkapkan, perubahan iklim membuat negara-negara termasuk Indonesia sepakat untuk mengantisipasi bencana. Saat ini, menurut Amanlison, merupakan momentum penting untuk menciptakan kebijakan yang lebih bersahabat dengan alam.
Hal itu, menurut Amanlison, perlu transformasi manufaktur melalui upaya hilirisasi sumber daya alam produk turunannya, seperti hilirisasi seperti coal upgrading, gasifikasi batubara, oleofood dari minyak kelapa sawit menjadi margarin dan sebagainya, juga pengembangan industri ban otomotif daripada sekadar getah karet.
”Ekonomi Kalimantan hanya digerakkan sektor primer. Tanpa hilirisasi, niscaya ekonomi Kalimantan akan rentan karena dikontrol negara mitra dagang,” ujar Amanlison.
Ekonom senior dari Core Indonesia, Hendri Saparini, mengungkapkan, Kalimantan memiliki potensi yang luar biasa dari luas wilayah dan kekayaan yang ada di dalamnya, tetapi sumbangan nasionalnya hanya 7,94 persen. Artinya, masih banyak potensi yang belum dioptimalkan.
Sampai saat ini, dari pengamatan Hendri, selama 20 tahun belum ada perubahan strategi ekonomi di Kalimantan. Semua kebijakan hanya fokus pada batubara dan perkebunan sawit. Hal itu yang menyebabkan perekonomian di Kalimantan sangat fluktuatif sehingga harga ditentukan oleh negara lain.
”Perlu ada strategi kebijakan yang jauh lebih detail untuk mengubah struktur ekonomi yang ada di Kalimantan. Kalau dibandingkan dengan Vietnam, industrialisasinya berkembang pesat dalam 20 tahun,” kata Hendri.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengungkapkan, peluang investasi di Kalimantan masih terbuka lebar. Saat ini, dari lima provinsi di Kalimantan terdapat beberapa proyek strategis nasional yang siap ditawarkan untuk investasi antara lain pembangunan ibu kota negara baru (IKNB) di Kaltim, pembangunan lumbung pangan (food estate) di Kalteng, serta pembangunan tiga smelter di Kalteng dan Kalsel.
”Kami perlu memastikan pusat pertumbuhan dan kesejahteraan terdistribusi dengan baik di beberapa sektor dan lapisan masyarakat sehingga pada saat yang sama bisa mendukung pemerataan pembangunan,” kata Dody.
Doddy menjelaskan, perlu penerapan kebijakan prasyarat dan lima respon kebijakan untuk mendorong berlanjutnya proses pemulihan ekonomi. Kebijakan prasyarat itu adalah percepatan vaksinasi karena pandemi Covid-19 yang sangat memengaruhi kondisi ekonomi.
Selain itu, terdapat lima respon kebijakan ekonomi antara lain, pertama akselerasi transformasi sektor ril, kedua sinergi stimulus moneter dan kebijakan makro prudensial dengan kebijakan fiskal, ketiga akselerasi transformasi sektor keuangan, keempat digitalisasi ekpnomi dan keuangan, yang terakhir adalah ekonomi dan keuangan hijau.