Pada 2022, prospek bisnis waralaba diperkirakan tumbuh positif dan dapat melahirkan lapangan kerja baru. Peluang waralaba nasional untuk ”go global” ke Singapura, Malaysia, Filipina, dan Timur Tengah juga cukup besar.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peluang bisnis waralaba cukup besar pada 2022. Bisnis ini bisa menjadi alternatif bagi masyarakat untuk membuka usaha dan menggerakkan ekonomi nasional. Di tengah pandemi Covid-19, bisnis ini perlu ditopang dengan strategi marketing in crisis.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, pada 2020 terdapat 93.732 gerai waralaba di Indonesia dengan serapan tenaga kerja 628.622 orang. Total omzetnya Rp 54,4 miliar. Bisnis ini tumbuh stabil 5 persen setiap tahun.
Sektor usaha makanan-minuman mendominasi bisnis waralaba dengan kontribusi 58,37 persen. Sektor lain yang juga banyak diminati adalah ritel 15,31 persen, jasa pendidikan nonformal (13,4 persen), serta jasa kecantikan dan kesehatan (6,22 persen). Kemudian disusul sektor jasa penatu (3,35 persen) dan jasa perantara perdagangan properti (3,35 persen).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, Selasa (7/12/2021), mengatakan, saat ini terdapat sekitar 2.300 peluang usaha yang bisa diwaralabakan dan dilisensikan. Peluang ini perlu ditangkap dan dikembangkan agar setelah diwaralabakan dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak.
”Warabala itu merupakan bisnis berbagi bisnis kepada masyarakat. Pewaralaba bisa menawarkan model bisnisnya dan masyarakat yang ingin membuka usaha baru bisa memilih berbagai model bisnis waralaba itu,” ujarnya dalam Indonesia Franchise Forum dan BizFest 2021 yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Warabala itu merupakan bisnis berbagi bisnis kepada masyarakat.
Namun, lanjut Oke, masyarakat yang memiliki modal untuk membuka usaha itu pasti akan berinvestasi di bisnis yang menguntungkan dan terdaftar. Untuk memberi jaminan itu, waralaba atau peluang usaha yang akan diwaralabakan harus memiliki surat tanda pendaftaran waralaba (STPW). Salah satu syaratnya adalah usaha itu sudah berjalan lima tahun dan menguntungkan.
Dalam kesempatan itu, Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Tri Rahardjo menuturkan, bisnis waralaba juga terimbas pandemi. Pada 2020, hanya 10 persen dari total waralaba yang beroperasi dan mampu bertahan melalui inovasi dan pemanfaatan teknologi digital.
Sebagian besar berasal dari sektor usaha kebutuhan pokok, seperti waralaba minimarket, jasa isi ulang air minum, apotek, dan toko perlengkapan binatang peliharaan. Untuk sektor makanan-minuman, mereka bertahan dengan mengadopsi aplikasi pesan antar bahkan memperkuat jaringannya dengan membangun situs.
Tri optimistis bisnia waralaba dan lisensi pada tahun depan akan semakin tumbuh dan berkembang. Berdasarkan survei terhadap 30 responden pemilik waralaba pada November 2021, sebanyak 25,8 persen responden menyatakan bisnisnya sudah pulih 90-100 persen, 32,3 persen kondisi bisnisnya berangsur normal 80-90 persen, dan 16,1 persen baru pulih 70-80 persen.
”Yang menarik, 87,1 persen responden menyatakan akan berekspansi mengembangkan bisnis atau membuka gerai baru tahun depan. Selain itu, 32,3 persen dan 22,6 persen responden memproyeksikan omzetnya meningkat di atas 50 persen dan antara 41-50 persen. Ini menandakan adanya optimisme pengusaha yang mulai melihat membaiknya ekonomi nasional,” paparnya.
Kendati begitu, Tri mengingatkan, pandemi Covid-19 masih akan berlanjut dan belum tahu kapan akan berakhir. Oleh karena itu, setiap pewaralaba perlu mematangkan strategi bisnis. Hal itu mulai dari beradaptasi dengan kondisi saat ini secara cepat dan tepat hingga berinovasi, baik menyangkut produk, layanan, maupun cara-cara pemasaran.
Selain itu, strategi marketing in crisis atau pemasaran di tengah krisis akibat imbas pandemi perlu dilakukan. Strategi ini berupa konsep skenario usaha, baik di saat terjadi pengetatan aktivitas ekonomi dan mobilitas maupun ketika terjadi pelonggaran.
Strategi marketing in crisis atau pemasaran di tengah krisis akibat imbas pandemi berupa konsep skenario usaha, baik di saat terjadi pengetatan aktivitas ekonomi dan mobilitas maupun ketika terjadi pelonggaran.
”Go global”
Sementara itu, Levita Ginting Supit dari Dewan Pembina Wali juga berpendapat serupa. Pada 2022, bisnis waralaba akan semakin tumbuh dan berkembang. Peluang waralaba Indonesia untuk go global atau berekspansi bisnisnya ke luar negeri juga besar.
Sejumlah pengusaha di Singapura, Malaysia, dan Filipina, bahkan sejumlah negara di Timur Tengah berminat mengembangkan waralaba Indonesia di negaranya. Peluang ini perlu diambil dengan memanfaatkan fasilitasi pengembangan bisnis yang dilakukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama dengan Kemendag.
”Agar tidak menemui kendala legalisasi usaha, waralaba yang ingin mengembangkan bisnisnya di luar negeri perlu memiliki STPW,” ujarnya.
Berdasarkan data Kemendag, jumlah waralaba nasional dan luar negeri yang telah memiliki STPW pada 2020 masing-masing 105 waralaba dan 120 waralaba. Pada 2021, jumlahnya bertambah menjadi 107 waralaba nasional dan 124 waralaba luar negeri.
Sejumlah waralaba Indonesia yang telah berekspansi ke luar negeri adalah Alfamart, J.Co Donuts & Coffee, Kebab Turki Baba Rafi, Ayam Gepuk Pak Gembus, Taman Sari Royal Heritage Spa, Tirta Ayu Spa, dan Depo Air Minum Biru. Alfamart, misalnya, telah memiliki 1.044 gerai di Filipina, sedangkan Kebab Turki Baba Rafi memiliki 60 gerai di delapan negara, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Sri Lanka, Bangladesh, China, dan Belanda.
Adapun Taman Sari Royal Heritage Spa telah memiliki gerai di Malaysia dan Kanada, sedangkan Tirta Ayu Spa membuka lima gerai di Nigeria dan satu gerai di Kamerun. Begitu juga dengan Depo Air Minum Biru yang telah mendirikan usaha di California.