Presidensi Indonesia di G-20 akan mengusung semangat inklusif. Indonesia dituntut menavigasi di tengah pemulihan yang masih rentan diancam pandemi, ketimpangan akses vaksin, dan perekonomian yang belum tumbuh merata.
Oleh
Nur Hidayati
·4 menit baca
G-20 adalah forum kerja sama multilateral yang beranggotakan 19 negara utama dan Uni Eropa. Di forum ini, bergabung negara berkembang dan maju, dengan kelas pendapatan menengah hingga tinggi. G-20 merepresentasikan sekitar 60 persen populasi dunia, mencakup 75 persen perdagangan global dan 80 persen produk domestik bruto dunia.
Meski demikian besar, forum ini bersifat nonformal. Kebijakan diambil berdasarkan konsensus, tetapi mempunyai pengaruh besar. Dalam perjalanannya, sejak didirikan pada 1999, konsensus yang dicapai dalam forum G-20 terbukti kerap membentuk tren atau menjadi rujukan kebijakan yang lebih mengikat secara global.
Peranan G-20 diakui signifikan, misalnya dalam mengatasi krisis keuangan global pada 2008. Forum ini antara lain turut mengubah tata kelola keuangan global, menginisiasi paket stimulus fiskal dan moneter yang lebih terkoordinasi dalam skala besar.
Contoh kontribusi lainnya, G-20 memacu Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) merumuskan kerangka ’solusi dua pilar’. Melalui kerangka kebijakan yang difinalisasi pada 2015 ini, 139 negara dan yurisdiksi dapat bekerja sama untuk mengakhiri penghindaran pajak.
Sejak didirikan pada 1999, konsensus yang dicapai dalam forum G-20 terbukti kerap membentuk tren atau menjadi rujukan kebijakan yang lebih mengikat secara global.
Peran mutakhir G-20 tentu terkait dengan penanganan pandemi Covid-19. Inisiatif ini mencakup penangguhan pembayaran utang luar negeri negara berpenghasilan rendah dan injeksi pendanaan senilai kurang lebih 5 triliun dollar AS untuk penanganan pandemi (Riyadh Declaration). Konsensus G-20 juga membuahkan penurunan/penghapusan bea dan pajak impor, pengurangan bea untuk vaksin, alat medis, dan obat-obatan.
G-20 tidak memiliki sekretariat permanen atau ketua tetap. Akan tetapi, justru di sinilah posisi presidensi menjadi krusial. Presidensi berperan penting dalam menentukan agenda G-20, tentu dengan dukungan negara-negara anggota.
Hari ini, 1 Desember 2021, Presidensi Indonesia pada G-20 dimulai dan berlangsung hingga setahun ke depan. Indonesia akan memimpin di tengah pemulihan global yang masih rentan karena pandemi tetap mengancam. Dunia masih bergelut dengan ketimpangan akses vaksin Covid-19, politisasi vaksin, vaksinasi selektif, dan sentimen nasionalisme di dalamnya.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan belum merata. Kemiskinan makin dalam di negara-negara yang pemulihannya lebih lambat. Pandemi juga menyisakan problem pada rantai pasok global. Presidensi Indonesia di G-20 juga dihadapkan pada isu geopolitisasi sumber daya strategis, seperti diingatkan dalam Global Risk Report 2021.
Kemiskinan makin dalam di negara-negara yang pemulihannya lebih lambat. Pandemi juga menyisakan problem pada rantai pasok global. Presidensi Indonesia di G-20 juga dihadapkan pada isu geopolitisasi sumber daya strategis.
Sebelum berada di posisi Presidensi G-20, Indonesia telah mencetak rekam jejak kepemimpinan di kancah internasional. Hal ini antara lain tecermin dalam keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan, Dewan Hak Asasi Manusia, dan Dewan Ekonomi Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia juga memegang peran kunci di ASEAN. Presidensi di G-20 tentu memberi sorotan lebih pada kiprah Indonesia di kancah internasional.
Pemerintah telah menegaskan, Presidensi Indonesia di G-20 akan mengusung semangat inklusif. Bukan sebatas mengurus kepentingan anggota G-20. Presidensi ini juga memberi perhatian pada negara-negara berkembang lainnya di Asia, Afrika, Amerika Latin, termasuk negara-negara kepulauan. Delegasi yang mewakili negara-negara non-anggota ini juga turut diundang dalam rangkaian kegiatan G-20.
Agenda prioritas
Pada posisi presidensi, Indonesia dituntut untuk mampu menyelaraskan agenda global dengan kepentingan domestik. Berpegang pada prinsip tersebut, dukungan internasional akan diperoleh. Presidensi Indonesia pada 2022 akan mengusung tema ”Recover together, stronger together”. Harapannya, dengan bekerja sama, dunia akan pulih bersama, serta menjadi lebih kuat bersama-sama.
Agenda G-20 terbagi dalam dua jalur utama, yakni jalur keuangan dan Sherpa. Di antara kedua jalur utama ini terdapat pula area yang beririsan dan digarap bersama (cross cutting). Di jalur keuangan, Presidensi Indonesia akan memprioritaskan membahas bagaimana G-20 dapat melindungi negara-negara yang masih menuju pemulihan—terutama negara berkembang—dari dampak ”exit policy” yang diterapkan oleh negara yang perekonomiannya lebih dulu pulih (umumnya negara maju).
Masih pada jalur keuangan, agenda prioritas lain di antaranya implementasi standar pembayaran lintas batas negara serta prinsip-prinsip pengembangan mata uang digital oleh bank sentral (CBDC). Risiko iklim dan transisi menuju ekonomi rendah karbon dan keuangan berkelanjutan juga masuk dalam agenda prioritas.
Bagaimana G-20 dapat melindungi negara-negara yang masih menuju pemulihan—terutama negara berkembang—dari dampak ”exit policy” yang diterapkan oleh negara yang perekonomiannya lebih dulu pulih.
Pemanfaatan open banking untuk mendorong produktivitas dan keuangan inklusif, terutama bagi perempuan, pemuda, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga mendapat porsi prioritas. Selain itu, diagendakan pula untuk meneruskan pembahasan soal perpajakan internasional, terutama yang terkait implementasi kerangka kerja bersama OECD.
Di jalur Sherpa, isu yang mengemuka adalah pengembangan instrumen protokol kesehatan global yang memastikan interkonektivitas secara aman dan terstandardisasi. Agenda lain terkait kesehatan antara lain penyusunan mekanisme pengumpulan sumber daya (pooling of resources) yang dapat didistribusikan secara cepat kepada negara yang membutuhkan di saat darurat.
Jalur Sherpa juga akan mengagendakan pembahasan terkait isu perubahan iklim, energi, dan lingkungan hidup; ekonomi digital; anti korupsi; ketenagakerjaan; pariwisata; pendidikan; perdagangan; pertanian; serta pemberdayaan perempuan.
Forum ini juga melibatkan perwakilan pemangku kepentingan dari masyarakat sipil atau engagement group. Di dalamnya, antara lain, bergabung kelompok buruh (L20), perempuan (W20), pebisnis (B20), dan pemuda (Y20).