Serikat Buruh di Lampung Meminta Pemerintah Revisi Aturan Kenaikan Upah
Serikat buruh di Lampung meminta pemerintah daerah merevisi surat keputusan terkait penetapan upah minimum provinsi tahun 2022. Kenaikan upah yang terlalu rendah dikhawatirkan kian menggerus daya beli keluarga buruh.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Buruh menggelar aksi teatriakal saat unjuk rasa di Bandar Lampung, Selasa (1/5/2018). Sekitar 300 buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) berunjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei. Peringatan itu menjadi momentum bagi buruh menuntut kesejahteraan pada pemerintah.
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Serikat buruh di Lampung meminta pemerintah daerah merevisi surat keputusan terkait penetapan upah minimum provinsi tahun 2022. Kenaikan upah yang terlalu rendah dikhawatirkan kian menggerus daya beli keluarga buruh.
Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama Tri Susilo menyatakan, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Lampung yang hanya Rp 8.484 atau setara dengan 0,35 persen tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok setahun terakhir. Kondisi itu akan membuat kondisi perekonomian keluarga buruh di Lampung semakin sulit di tengah situasi pandemi Covid-19.
Sebelum diberlakukannya UU Cipta Kerja, kata dia, kenaikan upah minimum biasanya berkisar 8 persen dan berada di atas inflasi yang berkisar 3 persen. Namun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, kenaikan upah minimum buruh kemungkinan selalu di bawah inflasi.
”Kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan harga bahan pokok. Kenaikan upah itu bahkan tidak cukup untuk membeli satu kilogram beras. Bagaimana buruh bisa hidup layak?” kata Tri di Bandar Lampung, Selasa (30/11/2021).
Kenaikan upah itu bahkan tidak cukup untuk membeli satu kilogram beras. Bagaimana buruh bisa hidup layak. (Tri Susilo)
Sebelumnya, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/634/V.08/HK/2021, UMP di Lampung ditetapkan Rp 2.440.486,18. UMP tersebut naik 0,35 persen dibandingkan upah minimum tahun lalu, yakni Rp 2.432.001,57. Ketetapan itu mulai berlaku pada 1 Januari 2022.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Perempuan buruh menyortir biji kopi kering jenis robusta di gudang pengolahan kopi di kawasan Way Laga, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (8/2/2018). Saat masa panen tiba, jumlah perempuan buruh yang bekerja lepas untuk menyortir kopi akan bertambah.
Ia mengungkapkan, pihak perusahaan biasanya menjadikan ketetapan kenaikan upah itu untuk seluruh karyawan, tanpa melihat masa kerja. Untuk itu, kenaikan upah yang sangat rendah itu dinilai amat merugikan seluruh buruh di Lampung.
Untuk itu, serikat buruh di Lampung menolak penetapan upah minimum dan meminta pemerintah daerah merevisi surat keputusan terkait pengupahan tersebut. Apalagi, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah cacat formil. Dengan putusan itu, segala kebijakan yang mengacu pada UU Cipta Kerja semestinya tak berlaku karena payung hukumnya dinyatakan cacat formil.
Pemerintah juga diharapkan kembali menggulirkan program bantuan subsidi upah untuk pekerja di daerah. Subsidi upah ini bisa diberikan kepada pekerja yang tidak mengalami kenaikan upah untuk meringankan beban hidup keluarga buruh di tengah situasi pandemi Covid-19.
Menurut dia, serikat buruh telah berupaya menyampaikan aspirasi terkait penetapan upah buruh kepada pemerintah daerah. Saat itu, serikat buruh meminta pemerintah menaikkan upah buruh sebesar 5-10 persen berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak. Namun, hingga kini aspirasi tersebut belum mendapatkan respons dari pemerintah daerah. Pihaknya berencana menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemprov Lanpung pekan ini untuk kembali menyampaikan tuntutan.
Kompas
Ibu-ibu yang bekerja sebagai buruh lepas memilah ikan teri, Minggu (22/11/2015), di Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung, Lampung. Aktivitas pengolahan ikan teri di pulau tersebut mampu menggerakkan perekonomian masyarakat. Sekitar 1.000 nelayan dan 1.000 buruh lepas menggantungkan hidup di sana.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Lampung Agus Nompitu menjelaskan, penetapan UMP tersebut telah mempertimbangkan kondisi perekonomian makro dan tingkat inflasi di daerah. Penetapan upah buruh tersebut juga telah melalui pembahasan dalam rapat bersama Dewan Pengupahan Lampung.
Menurut dia, UMP Lampung masih lebih tinggi dibandingkan UMP di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pemerintah juga telah meminta pemerintah kabupaten dan pemerintah kota menetapkan UMK lebih tinggi atau setara dengan UMP.
Ia menuturkan, UMP tersebut juga berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sementara buruh yang telah bekerja lebih dari satu tahun bisa mendapatkan kenaikan upah yang lebih tinggi sesuai dengan skala upah yang berlaku pada setiap perusahaan.
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Buruh berbagi minum saat aksi unjuk rasa di Bandar Lampung, Selasa (1/5/2018). Sekitar 300 buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) menggelar unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional yang diperingati pada tanggal 1 Mei.
Secara terpisah, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Lampung Yuria Putra Tubarad menilai kenaikan upah minimum sebesar 0,35 persen di Lampung merupakan keputusan terbaik bagi semua pihak. Saat ini, pelaku usaha di Lampung masih menghadapi ketidakpastian. Apalagi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja mengumumkan munculnya varian baru Covid-19.
Ia berharap serikat buruh bisa memahami situasi yang dialami pelaku usaha di Lampung. Jika situasi ekonomi sudah membaik, pengusaha juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan memberikan bonus atau kenaikan upah yang lebih tinggi.