Terkait dengan program pemerintah dalam hal pengendalian emisi gas rumah kaca, sektor manufaktur diandalkan untuk mendukung pencapaian target tersebut. Standardisasi sedang disiapkan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor manufaktur didorong untuk beralih menerapkan prinsip industri hijau dan berkontribusi mengurangi emisi karbon. Pemerintah sedang menyusun standardisasi level emisi karbon di tiap subsektor serta menyiapkan insentif dan disinsentif untuk mendukung pengembangan industri hijau.
Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perpres itu diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Kementerian Perindustrian diberikan kewenangan lewat Perpres No 98/2021 untuk mengatur standardisasi level emisi karbon di tiap subsektor dan produk manufaktur. Standardisasi itu nantinya harus dipenuhi oleh setiap pelaku industri dan akan menjadi rujukan pemberian insentif.
”Ini sedang kami pelajari dan akan segera diumumkan untuk mendorong semua industri mengurangi emisi karbon,” kata Agus di acara Penghargaan Industri Hijau yang digelar secara hibrida, Selasa (30/11/2021).
Agus mengatakan, ada sejumlah tantangan utama yang harus dihadapi untuk mendorong industri lebih berkelanjutan. Khususnya, persoalan biaya yang terlalu tinggi, yang membuat banyak pelaku industri kini masih menggunakan teknologi lama yang tidak efisien dan menghasilkan banyak polusi atau limbah.
Pemerintah telah membebaskan 30.000 hektar lahan di Kalimantan Utara untuk dikembangkan menjadi kawasan industri hijau (green industrial park) yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia.
”Kita harus mampu meyakinkan perbankan untuk mendukung upaya mengembangkan industri hijau. Ini juga pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menyediakan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal,” ujar Agus.
Pemerintah saat ini tengah menjalankan tiga strategi untuk mendukung komitmen pengembangan industri hijau. Pertama, pengurangan jejak karbon melalui berbagai program. Kedua, transformasi industri ke arah digitalisasi. Ketiga, pembangunan kawasan industri hijau, ekosistem energi baru dan terbarukan (EBT), serta produksi produk hijau.
Pemerintah telah membebaskan 30.000 hektar lahan di Kalimantan Utara untuk dikembangkan menjadi kawasan industri hijau (green industrial park) yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia. Luas lahan itu melebar dari awalnya hanya 13.000 hektar karena tingginya minat investor. Pembangunannya akan dimulai pada Desember 2021 ini.
”Kawasan industri hijau ini akan menjadi salah satu proyek yang kita tampilkan di forum G-20. Konsepnya end to end akan hijau, dari sumber energi yang digunakan sampai produk akhirnya. Sudah banyak calon investor yang menyatakan minat untuk masuk ke sana,” kata Agung.
Pada 2017-2021, dari total 74 perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikasi, sebanyak 44 perusahaan berhasil memenuhi standar dan mendapatkan sertifikat industri hijau tersebut.
Kementerian Perindustrian telah menerapkan sertifikasi industri hijau sejak 2017. Ada 28 standar industri hijau yang harus dipenuhi berbagai subsektor. Standar itu dinilai dari penggunaan bahan baku dan penolong, penggunaan energi, proses produksi, produk akhir, manajemen perusahaan, pengelolaan limbah dan pengurangan emisi, serta penggunaan teknologi rendah karbon dan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.
Pada 2017-2021, dari total 74 perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikasi, sebanyak 44 perusahaan berhasil memenuhi standar dan mendapatkan sertifikat industri hijau tersebut.
Tahun ini, tujuh perusahaan yang menerima sertifikat industri hijau adalah tiga pabrik air mineral, yaitu PT Tirta Investama Pabrik Ciherang dan PT Aqua Golden Mississippi Mekarsari (pabrik air mineral Aqua di Jawa barat), serta PT Tirta Fresindo Jaya Plant Cianjur (pabrik air mineral Mayora di Jawa barat).
Selain itu, dua pabrik semen, yaitu PT Semen Padang di Sumatera Barat dan PT Solusi Bangun Indonesia Plant Tuban di Jawa Tengah. Serta pabrik batik PT Paradise Batik Pabrik Jambidan di Bantul, DI Yogyakarta, dan pabrik kaca lembaran PT Asahimas Flat Glass Cikampek Factory di Jawa Barat.
Seiring dengan pemberian sertifikasi, ada pula penghargaan industri hijau bagi perusahaan yang telah memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Mayoritas peserta atau sebanyak 60 persen berasal dari sektor industri agro, 32 persen dari industri kimia, farmasi, dan selebihnya dari sektor industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika serta industri kecil-menengah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menambahkan, per 2021, pencapaian penghematan energi dari industri telah mencapai Rp 3,2 triliun atau setara 362.663 gigajoule energi, serta pencapaian penghematan air mencapai Rp 168 miliar atau 2,9 juta meter kubik. ”Upaya penghematan energi ini khususnya turut berkontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.