Pemerintah Tindak Lanjuti Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja
Mahkamah Konstitusi menyatakan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil. Terkait putusan itu, pemerintah menyatakan akan merevisi undang-undang tersebut.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah akan merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja setelah hasil uji materil yang dilakukan Mahkamah Konstitusi menunjukkan undang-undang ini inkonstitusional. Pemerintah punya waktu dua tahun untuk memperbaiki beleid ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa pemerintah dan DPR harus melakukan revisi UU Cipta Kerja.
"Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Kontitusi yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arah-arahan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/11/2021).
Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Kontitusi yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arah-arahan Mahkamah Konstitusi (Airlangga Hartarto)
Sebelumnya, di hari yang sama, uji materil yang dilakukan Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja menghasilkan putusan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat. Artinya, UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Dalam kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Ketua MK Anwar Usman memberikan waktu kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam waktu dua tahun terhitung sejak keputusan tersebut dibacakan.
Mahkamah Konstitusi menyoroti penggabungan payung hukum (omnibus law) dalam UU Cipta Kerja tidak jelas sebagai pembuatan UU baru atau revisi. Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang azas keterbukaan pada publik.
“Meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik,” ujar Anwar.
Merespons keputusan tersebut, Airlangga memastikan bahwa pemerintah akan menghormati dan mematuhi keputusan MK. Menurut dia, putusan MK jelas menyatakan bahwa Undang Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan.
Dalam keputusan MK, lanjut dia, disebutkan juga agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan tuntasnya revisi atas UU Cipta Kerja.
“MK mengamanatkan pemerintah memperbaiki beleid dengan tenggat waktu maksimal dua tahun dari penetapan. Dengan demikian, peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku," kata Airlangga.
Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, jika payung hukumnya saja harus direvisi, maka aturan turunannya juga perlu diubah. Situasi ini akan menunda investasi dan menegaskan status Indonesia sebagai negara dengan ketidakpastian kebijakan yang tinggi.
“Setiap ada peraturan yang berubah-ubah akan menambah cost of doing business di Indonesia. Pengusaha pasti berhitung ulang terhadap seluruh rencana ekspansinya di tahun 2022 mendatang,” ujarnya.
Revisi UU Cipta Kerja, lanjut Bhuma, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kepastian dunia usaha. Sebelumnya, beberapa pelaku usaha ragu untuk ekspansi karena menunggu keputusan, misalnya soal standar pengupahan hingga aturan terkait izin berbasis risiko.