Presiden dan Gubernur Bank Indonesia optimistis kondisi ekonomi 2022 bakal bertumbuh lebih baik dibanding 2021. Namun, semua pihak tetap perlu berhati-hati menghadapi faktor tak terduga yang mungkin terjadi.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Truk kontainer melintasi Simpang Susun Tomang, Jakarta Barat, Jumat (12/11/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian pada tahun 2022 diprediksi bakal bertumbuh lebih baik dibandingkan tahun ini. Makin meluasnya vaksinasi dan mulai dibukanya kegiatan ekonomi diyakini bisa mempercepat kembali laju ekonomi yang sempat terkontraksi akibat pandemi Covid-19. Meski demikian, semua pihak tetap harus berhati-hati dengan faktor tak terduga yang mungkin terjadi, seperti varian virus baru yang bisa kembali memaksa pembatasan kegiatan masyarakat.
Hal tersebut mengemuka dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 di Jakarta, Rabu (24/11/2021). Dalam acara yang digelar secara hibrida perpaduan daring dan luring ini, hadir memberikan materi Presiden Joko Widodo dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
”Pada 2022, kita semua harus optimistis, tapi tetap dalam posisi hati-hati,” ujar Presiden.
Ia mengemukakan, indikator ekonomi dari sisi konsumsi dan produksi terus menunjukkan pertanda positif. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada November berada pada level 113,4 meningkat dari September yang berada pada level 95,5.
Posisi di atas 100 itu menunjukkan keyakinan konsumen berada dalam level optimistis. Selain itu, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Oktober juga bertumbuh 1,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Di sisi produksi, Presiden mengatakan, dunia usaha sudah mulai menggeliat. Hal ini tecermin dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober yang mencapai level 57,2. Angka di atas 50 menandakan level ekspansif.
Jumlah kasus Covid-19 pun sudah terkendali. Pada 23 November, jumlah kasus positif harian sebanyak 394 kasus, angka ini di jauh di bawah jumlah kasus harian tertinggi, yakni 56.000 kasus pada pertengahan Juli lalu.
”Ini baik semuanya. Angka-angka ini penting dalam kita melihat ekonomi di 2022,” ujar Presiden.
Meski mengantongi sejumlah indikator positif, Presiden mengatakan, semua pihak perlu tetap berhati-hati. Sebab, ketidakpastian bisa terus terjadi. Di sisi lain, transformasi ekonomi harus terus dilakukan dan tidak boleh berhenti.
Transformasi itu, antara lain, melakukan hilirisasi hasil tambang. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menghentikan ekspor nikel sebagai bahan mentah. Ekspor dilakukan apabila nikel itu sudah diolah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi seperti baterei.
”Kalau ingin nikel Indonesia, silakan. Tapi datang bawa pabriknya ke Indonesia. Bawa teknologinya ke Indonesia. Kita tidak tertutup, boleh kok. Tapi kami ingin buka lapangan kerja seluas-luasnya. Tujuannya di situ,” ujar Presiden.
Presiden juga ingin ke depan ada pengembangan ekonomi hijau yang bersumber dari tenaga panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin, dan energi terbarukan lainnya. ”Total potensi energi baru terbarukan mencapai 418 gigawatt. Sangat besar sekali,” ujar Presiden.
Ia juga mengingatkan untuk terus mendorong digitalisasi ekonomi. Saat ini ada 2.229 perusahaan rintisan dari berbagai sektor. Bila ini bisa dikembangkan dengan tepat, nilai ekonomi digital Indonesia yang pada 2025 diperkirakan mencapai 124 miliar dollar AS.
Dalam kesempatan itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 diperkirakan sebesar 4,7-5,5 persen. Ini bertumbuh dibandingkan 2021 yang diproyeksikan 3,4-4 persen.
”Pertumbuhan ini ditopang oleh kinerja ekspor yang terus melonjak, yang diiringi konsumsi masyarakat yang terus membaik dan investasi yang terus meningkat,” ujar Perry.
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi itu bisa terjadi bila persyarat utamanya bisa terpenuhi, yaitu vaksinasi massal dan pembukaan kembali aktivitas di sektor-sektor ekonomi. Sinergi vaksinasi massal dan pembukaan kembali aktivitas ekonomi ini dapat difokuskan pada 24 subsektor prioritas, antara lain, industri kimia, makanan minuman, otomotif, logam dasar, kertas, karet, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan UMKM.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (1/9/2021).
Tak lupa, Indonesia harus mengantisipasi faktor global yang bisa memengaruhi ekonomi dalam negeri. Pemulihan ekonomi dunia pada 2022, lanjut Perry, akan lebih seimbang seiring dengan meredanya pandemi Covid-19. Negara-negara mitra dagang akan mulai membuka kembali perdagangan dan melakukan normalisasi kebijakan moneter mereka, seperti Amerika Serikat, Jepang, ataupun China.
Dari kondisi itu, Perry mengatakan, ada lima hal yang perlu dicermati dan diantisipasi. Yang pertama, normalisasi kebijakan negara maju dan ketidakpastian pasar keuangan global. Kedua, menanggulangi dampak pandemi pada korporasi dan sistem keuangan.
Ketiga, mengantisipasi meluasnya sistem pembayaran digital antarnegara dan risiko aset kripto. Keempat, mengembangkan ekonomi dan keuangan hijau. Adapun yang kelima adalah mengantisipasi melebarnya kesenjangan dan perlunya perluasan inklusi ekonomi.
”Kelima masalah global ini jadi agenda prioritas presidensi G-20 dengan tema ’Recover together dan recover stronger’,” ujar Perry.
Momentum pertumbuhan
Dihubungi terpisah, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menjelaskan, tahun 2022 bisa menjadi momentum Indonesia kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi jangka panjang di kisaran 5 persen seperti sebelum pandemi. Sejumlah indikator menunjukkan sentimen positif dengan catatan lonjakan kasus Covid-19 tidak terjadi lagi sehingga tidak perlu lagi pembatasan sosial.
Seiring dengan pandemi yang relatif terkendali, kepercayaan konsumen, dunia usaha, dan investor bisa pulih sehingga pertumbuhan ekonomi bisa kembali bergulir dengan cepat.
”Saya kira peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 kembali melaju di 5 persen sangat besar bahkan bisa lebih. Momentum pemulihan ini yang harus terus dijaga,” ujar Riefky.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Pekerja beraktivitas di gudang produksi Jepara Asia Mas Furniture (CV Jamf) di Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (25/8/2021).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, prediksi pertumbuhan ekonomi 2022 yang dilontarkan BI termasuk konservatif. Namun, hal itu wajar mengingat kecenderungan bank sentral yang memiliki prediksi konservatif.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 bisa melesat jauh di atas 5 persen. Ini karena pandemi sudah berakhir seiring dengan vaksinasi massal baik di dalam maupun luar negeri. Dengan demikian, tingkat konsumsi, produksi, dan investasi bisa kembali menggeliat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, harga komoditas dunia masih tinggi sehingga bisa mendorong kinerja ekspor. Ditambah dengan belanja pemerintah dan bergulirnya dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai motor pendorong perekonomian ke depan.
”Indonesia berpeluang tumbuh jauh di atas 5 persen. Momentum ini harus dipertahankan dan dimanfaatkan dengan optimal,” ujar Piter.