Lebih dari 1.000 buruh turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah di Batam, Kepulauan Riau. Mereka menilai kenaikan upah minimum provinsi sebesar 1,49 persen dinilai tak bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Ribuan buruh turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah sebesar 7 persen di Batam, Kepulauan Riau. Lima hari sebelumnya, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menetapkan upah minimum provinsi atau UMP Kepri 2022 naik 1,49 persen menjadi Rp 3,05 juta.
Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam (PC SPL) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam Suprapto, Kamis (25/11/2021), mengatakan, para buruh khawatir kenaikan UMP Kepri 2022 yang kecil itu akan memengaruhi penetapan upah minimum kota (UMK) Batam 2022. Mereka menuntut pemerintah menaikkan UMK Batam sedikitnya 7 persen dari Rp 4,18 juta menjadi Rp 4,4 juta.
”Buruh dipaksa hidup dengan upah kecil. Padahal, harga barang terus naik. Minyak goreng naik dari Rp 12.000 menjadi Rp 17.000. Lalu, pemerintah juga mau mengganti premium dengan pertalite yang harganya selisih Rp 1.500,” kata Suprapto.
Hari ini, sedikitnya ada seribu buruh yang turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah di Batam. Para buruh berencana melakukan unjuk rasa setidaknya empat hari berturut-turut sampai pemerintah mengabulkan tuntutan mereka.
Menurut Suprapto, pada 2021, para buruh juga turun ke jalan untuk menuntut kenaikan UMK sebesar 3,2 persen dari Rp 4,15 juta menjadi Rp 4,27 juta. Namun, saat itu pemerintah hanya menaikkan UMK Batam 2021 sekitar Rp 20.000.
”PTUN (pengadilan tata usaha negara) telah membatalkan UMP Kepri dan UMK Batam 2021. Oleh karena itu, kami juga menuntut kekurangan upah Rp 100.000 per bulan selama 2021 itu untuk segera dibayarkan,” ujar Suprapto.
Kami juga menuntut kekurangan upah Rp 100.000 per bulan selama 2021 itu untuk segera dibayarkan (Suprapto).
Setelah sekitar lima jam melakukan unjuk rasa di depan Graha Kepri, para buruh ditemui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri. Ia mengatakan, standar UMP/UMK 2022 hanya berlaku untuk buruh dengan masa kerja kurang dari 12 bulan.
”(Buruh) yang kerjanya di atas 12 bulan tidak boleh diupah memakai standar itu, harus lebih tinggi. Saat ini, di Indonesia, (buruh) yang bekerja di atas 12 bulan jumlahnya ada 122 juta orang. Kalau pekerja baru yang 12 bulan ke bawah rata-rata maksimal 2 juta orang per bulan,” ujar Indah.
Menurut dia, pemerintah saat ini lebih mengutamakan nasib para buruh dengan masa kerja lebih dari 12 bulan. Ia meminta para buruh untuk mengawal implementasi struktur dan skala upah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
”Mari kita berjuang dengan tujuannya yang sama. Kita kawal penerapan struktur dan skala upah di perusahaan. Itu harus ada dalam perjanjian kerja bersama. Sampai sekarang, belum sampai 45.000 perusahaan menerapkan struktur dan skala upah,” ucap Indah.