Hilirisasi Komoditas di Sumsel Terkendala Modal dan Jaringan
Hilirisasi industri komoditas strategis di Sumsel belum optimal. Terbatasnya jaringan usaha dan modal menjadi kendala utama para pelaku ekspor untuk mengembangkan produknya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Kompas
Aktivitas di PT Bukit Asam, di Kecamatan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Selasa (16/11/2021). Saat ini target produksi PTBA sampai akhir tahun 2021 mencapai 30 juta ton.
PALEMBANG, KOMPAS — Hilirisasi industri komoditas strategis di Sumsel belum optimal. Terbatasnya jaringan usaha dan modal menjadi kendala utama para pelaku ekspor dalam mengembangkan produknya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Hari Widodo, Rabu (24/11/2021), mengatakan, hilirisasi komoditas menjadi faktor penting untuk memberikan nilai tambah dari sebuah komoditas. Di Sumsel sudah ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjalankan hilirisasi komoditas.
Misalnya, komoditas karet yang sudah memiliki produk turunan, seperti aspal karet. Selain itu batubara juga akan memiliki produk turunan melalui gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether dan minyak kelapa sawit mentah (CPO) menjadi bahan bakar biomassa.
Namun, dalam realisasinya, ungkap Hari, ada beberapa kendala yang dihadapi, salah satunya adalah kebutuhan nilai investasi yang sangat tinggi. ”Upaya hilirisasi sudah ada, tetapi memang kita perlu menghitung skala ekonominya,” kata Hari.
Untuk gasifikasi batubara, misalnya, proyek tersebut membutuhkan dana investasi hingga Rp 210 triliun. Dengan nilai investasi sebesar itu, perlu ada sinergitas dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sebuah alat berat melapisi jalan Desa Muara Teladan, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Senin (26/10/2020). Ini merupakan upaya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dari produk karet.
Upaya pemerintah daerah menggaet investor yang fokus pada hilirisasi produk sangat dibutuhkan. Sarana infrastruktur penunjang juga perlu disiapkan. Oleh karena itu, BI bersama para organisasi perangkat daerah terkait berupaya mengemas potensi daerah sedemikian rupa guna menarik investor menanamkan modalnya di Sumsel. ”Karena memang prospek sumber daya alam di Sumsel sangat baik,” ucap Hari.
Menurut Hari, hilirisasi komoditas juga penting untuk memberikan nilai tambah dari komoditas tersebut. ”Jika ekspor dalam bentuk bahan mentah, tentu nilainya tidak sebesar barang setengah jadi atau barang jadi,” ungkap Hari.
Jika ekspor dalam bentuk bahan mentah, tentu nilainya tidak sebesar barang setengah jadi atau barang jadi.
Upaya hilirisasi harus menjadi prioritas ke depan, apalagi pertumbuhan ekonomi Sumsel masih sangat bergantung pada komoditas ekspor strategis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian di Sumsel pada triwulan III-2021 tumbuh sebesar 3,93 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan didominasi oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 21,03 persen, diikuti oleh industri pengolahan sebesar 18,91 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 15,51 persen. Peranan ketiga lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Sumatera Selatan mencapai 55,45 persen.
Pertumbuhan ekonomi Sumsel juga dipengaruhi oleh kondisi pasar ekspor yang sudah membaik, contohnya harga batubara yang melonjak akibat meningkatnya permintaan dari China termasuk adanya pembatasan ekspor dari Australia. Namun, ke depan, ujar Hari, hilirisasi harus menjadi prioritas, apalagi negara importir juga sudah mulai mempertimbangkan adanya ekonomi hijau. ”Ke depan isu mengenai emisi karbon akan menjadi perhatian negara-negara importir komoditas,” ungkap Hari.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan Hari Widodo, Senin (5/4/2021).
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Suryo Eko Hadiyanto menuturkan, hilirisasi produk batubara sudah menjadi keniscayaan. Kerja sama antara PTBA, Pertamina, dan Air Products and Chemicals Inc untuk memproduksi dimetil eter sudah mencapai tahap finalisasi.
Jika melihat perkembangannya, proses gasifikasi batubara menjadi dimetil eter itu direncanakan akan memasuki tahapan studi kelayakan detail pada kuartal III-2022 dan diproyeksi dapat mulai dijalankan pada 2024-2025. Bahan ini disiapkan sebagai pengganti elpiji.
Jaringan
Di tingkat tapak, upaya hilirisasi masih terkendala jaringan. Pegiat kopi Sumatera Selatan, Hendra Susanto, mengatakan, petani masih terkendala jaringan pasar. ”Masih banyak petani di Sumsel yang tidak tahu mau diarahkan ke mana produk yang mereka tanam,” ungkapnya.
Hal ini juga membuat pengolahan pascapanen tidak mengacu pada kualitas. Banyak petani di Sumsel lebih memilih menjual produk kepada tengkulak dengan sistem petik asalan. Padahal, potensi pasar komoditas kopi Sumatera Selatan sangat besar.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sejumlah pengunjung sedang mencoba aneka varian kopi asal Sumsel di Taman Wisata Kerajaan Sriwijaya, Senin (27/9/2021). Hal ini diharapkan dapat mempromosikan kopi Sumsel di tingkat domestik dan internasional.
Hendra saja bisa menjual kopi hingga 70 kilogram di tingkat lokal dan menjual hingga 5 kilogram di luar Sumsel per hari. ”Kami juga sudah memasarkan kopi hingga ke Papua. Ini menandakan potensi pasar sangat luas,” kata Hendra. Menurut dia, petani perlu mendapatkan pendampingan agar mereka dapat memahami kondisi pasar sehingga hilirisasi produk bisa lebih terarah.
Dalam arahannya di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Nasional Tahun 2021, Presiden Joko Widodo menekankan pada tiga hal, yakni hilirisasi industri, ekonomi hijau, dan digitalisasi ekonomi, untuk mendorong perekonomian nasional. Presiden mencontohkan komoditas nikel yang tidak lagi diekspor dalam bentuk material mentah, tetapi sudah setengah jadi.
Kebijakan ini berdampak pada pergerakan positif neraca perdagangan. ”Ini baru satu komoditas. Jika hilirisasi ini terus diperluas, akan berdampak positif bagi perekonomian,” ucap Presiden. Bahkan, aturan ini juga akan ditularkan ke komoditas bauksit.
Ke depan, Presiden akan menekankan pada investasi yang mengarah pada pengembangan hilirisasi industri. Menurut Presiden, selain memberikan nilai tambah, hilirisasi industri akan memperluas lapangan kerja yang akan bermuara pada penyerapan tenaga kerja yang lebih besar.