Ekosistem Logistik Laut Perlu Ditopang Pasar dan Industri
Pengembangan pelabuhan tak cukup berorientasi pada efisiensi biaya logistik, tetapi juga potensi pasar dan industri. Pergeseran industri dari satu daerah ke daerah lain yang tengah terjadi juga perlu dicermati.
JAKARTA, KOMPAS — Pembenahan logistik laut Indonesia menuju efisiensi biaya dan waktu telah berada di jalur yang tepat. Penataan jalur logistik berkonsep hub dan spoke, serta digitalisasi pelabuhan terus dikembangkan, sementara merger pengelola pelabuhan telah dilakukan.
Namun, ekosistem logistik laut itu juga perlu memerhatikan kebutuhan dan pergerakan pasar di dalam dan luar negeri. Selain itu, ekosistem logistik tersebut membutuhkan industri-industri yang memanfaatkan transportasi laut.
Hal itu mengemuka dalam Kompas Talks bertajuk ”Potret Masa Depan Industri Logistik Indonesia di Era Disrupsi” yang digelar secara virtual di Jakarta, Selasa (23/11/2021). Acara yang dibuka oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) sekaligus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo itu digelar harian Kompas bersama Kagama, Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero).
Narasumber diskusi itu adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi; Direktur Utama PT Pelindo Arif Suhartono; ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani; dan Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi.
Budi Karya mengatakan, ekosistem logistik laut terus dibenahi mulai dari penataan dan perkuatan jalur logistik dengan konsep hub dan spoke atau pengumpul dan pengumpan hingga digitalisasi. Penguatan jalur logistik berkonsep tersebut itu, antara lain, dikembangkan melalui program tol laut dan upaya memosisikan pelabuhan di Jakarta, Surabaya, dan Patimban sebagai pelabuhan sentral ekspor dan impor.
Ekosistem logistik laut terus dibenahi mulai dari penataan dan perkuatan jalur logistik dengan konsep hub dan spoke hingga digitaliasi.
Sementara digitaliasi pelabuhan juga sudah digulirkan dengan menerapkan Ekosistem Logistik Nasional (NLE). NLE tersebut, antara lain, telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Simlala), Sistem Kapal Online, dan Sistem Informasi Tol Laut (Sitolaut).
”Pembenahan eksosistem itu diharapkan membuat rute pelayaran saling terhubung, biaya logistik laut semakin efisien, dan mendorong pertumbuhan investasi di daerah-daerah timur Indonesia,” ujar Budi Karya.
Bank Dunia mencatat, biaya logistik Indonesia pada 2019 masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 23,5 persen dari produk domestik bruto. Biaya itu, antara lain, mencakup biaya inventori sebesar 8,9 persen, transportasi darat 8,5 persen, transportasi laut 2,8 persen, administrasi 2,7 persen, dan biaya lainnya 0,8 persen. Pada 2024, pemerintah menargetkan dapat mengurangi biaya logistik itu menjadi 17 persen.
Aviliani menilai, sektor transportasi laut di Indonesia telah berkembang cukup baik. Hal itu, antara lain, mencakup perbaikan pengelolaan dan digitalisasi pelabuhan, serta merger Pelindo yang semakin mendorong efisiensi logistik.
Namun, pembenahan ekosistem logistik laut itu tidak cukup hanya berorientasi pada efisiensi. Ekosistem logistik itu harus ditopang dengan pasar dan industri-industri yang memanfaatkan jasa transportasi laut.
Pembenahan ekosistem logistik laut itu tidak cukup hanya berorientasi pada efisiensi. Ekosistem logistik itu harus ditopang dengan pasar dan industri-industri yang memanfaatkan jasa transportasi laut.
Baca juga : ”Benang Kusut” Perdagangan Maritim Global
Saat ini, pasar domestik masih didominasi Jawa dan Sumatera, yaitu sekitar 80 persen. Jika pasar utama ini tidak bisa berubah ke arah timur Indonesia, manfaat pembangunan pelabuhan-pelabuhan besar di wilayah tersebut tidak akan optimal.
Di sisi lain, lanjut Aviliani, dibutuhkan industri-industri yang mau memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan tersebut. Pergeseran industri dari satu daerah ke daerah lain juga sudah mulai terjadi, terutama di Pulau Jawa.
”Banyak industri di Jawa Barat yang berpindah ke Jawa Tengah lantaran upah pekerja di Jawa Barat lebih tinggi. Pergeseran industri ini perlu dicermati dan manfaat-manfaat pelabuhan di timur Indonesia juga perlu ditinjau kembali,” katanya.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan dan Pelindo perlu berkolaborasi dengan sejumlah kementerian terkait, terutama Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Kementerian tersebut dapat membantu pemetaan potensi pasar dan industri yang mampu menopang pertumbuhan logistik laut nasional.
Baca juga : Pemanfaatan Tol Laut Belum Seimbang
Yukki berpendapat senada. Pengembangan ekosistem logistik laut di Indonesia perlu ditopang dengan fasilitasi perdagangan, baik domestik maupun luar negeri. Hal itu juga perlu dibarengi dengan pembangunan atau hilirisasi industri di wilayah Indonesia bagian timur perlu dikembangkan, salah satunya melalui investasi.
”Penyebaran investasi di luar Jawa sangat penting dalam pembangunan industri tersebut,” ujar Yukki.
Yukki menambahkan, setidaknya ada sejumlah industri nasional yang membutuhkan jasa logistik laut. Beberapa di antaranya adalah industri padat karya dan berorientasi ekspor, seperti otomotif, elektronik, furnitur, tekstil dan produk tekstil, serta pertambangan bernilai tambah tinggi.
”Transhipment hub”
Dalam diskusi tersebut juga mengemuka, Kementerian BUMN dan Pelindo berkomitmen membuat logistik laut di Indonesia semakin efisien pascamerger empat Pelindo menjadi Pelindo Group. Pelindo Group yang digadang-gadang menjadi operator peti kemas terbesar kedelapan di dunia itu akan mendorong efisiensi rantai logistik di Indonesia dan mengeksplorasi pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai hub pemindahan muatan barang (transhipment) internasional.
Arif mengatakan, sinergi dan integrasi Pelindo akan mendorong efisiensi rantai logistik di Indonesia. Jaringan pengiriman akan lebih terintegrasi dan konektivitas antardaerah akan lebih tertata sehingga efisiensi dapat terjadi.
”Di dalam pelabuhan, kami juga berusaha membuat waktu bongkar muat kapal semakin pendek. Di Pelabuhan Ambon, misalnya, waktu bongkar muat kapal yang semula tiga hari bisa kami tekan menjadi sehari. Semakin pendek waktu bongkar muat itu, semakin banyak peluang kapal tersebut dapat berlayar,” katanya.
Baca juga : Penggabungan Empat Pelindo Jadi Satu Diyakini Dongkrak Daya Saing
Adapun terkait dengan pengembangan international transhipment hub, lanjut Arif, Pelindo akan menyasar pelabuhan-pelabuhan yang dekat dengan rute-rute utama pelayaran kapal kargo internasional di wilayah Indonesia. Pelabuhan di Indonesia dapat memperoleh tambahan melalui transhipment itu melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan pelayaran besar.
Sementara itu, Erick Thohir mengatakan, penggabungan Pelindo akan berdampak positif bagi logistik laut Indonesia. Melalui merger itu, layanan semakin terintegrasi, kapasitas pelabuhan semakin meningkat, dan terjadi percepatan standardisasi operasional. Dengan begitu, biaya logistik di Indonesia yang sebesar 23,5 persen dari PDB dan lebih tinggi dari sejumlah negara lain bisa teratasi.
Selama ini, Pelindo juga telah berupaya memperbaiki manajemen. ”Melalui perbaikan itu, pendapatan Pelindo pada tahun lalu mencapai Rp 13 triliun. Kemudian pada semester I-2021, pendapatannya sudah sebesar Rp 26 triliun, dan pada akhir tahun diperkirakan bisa Rp 40 triliun,” ujarnya.
Pengelola pelabuhan telah berupaya untuk membenahi semua itu menuju pengelolaan pelabuhan yang bebas korupsi dan mengutamakan layanan masyarakat. Jadi, diharapkan tidak ada lagi cerita no service no pay.
Dalam kesempatan itu, Ganjar berharap agar pengelolaan pelabuhan yang baik dan efisien terus didorong untuk memudahkan pengiriman barang dan mengurangi beban biaya pengiriman yang ditanggung pengusaha. Selama ini, tarif atau biaya di setiap pelabuhan di Indonesia masih belum seragam dan banyak jenisnya.
”Namun, pengelola pelabuhan telah berupaya untuk membenahi semua itu menuju pengelolaan pelabuhan yang bebas korupsi dan mengutamakan layanan masyarakat. Jadi, diharapkan tidak ada lagi cerita no service no pay,” katanya.
Baca juga : Tonggak Awal Pemangkasan Biaya Logistik di Pelabuhan