Sejumlah peneliti memfokuskan diri pada penelitian baterai yang jadi komponen kunci pengembangan kendaraan listrik. Indonesia dinilai perlu fokus pada salah satu komponen untuk terlibat di rantai pasok global.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kendaraan listrik tidak akan lepas dari peran peneliti ataupun perekayasa di Tanah Air. Salah satu komponen yang menjadi fokus pengembangan para peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN adalah baterai kendaraan listrik.
Baterai sangat dibutuhkan sebagai penyimpan energi dan merupakan salah satu teknologi inti dalam kendaraan listrik. Institut Penelitian Baterai Nasional (National Battery Research Institute/NBRI) memperkirakan pertumbuhan industri baterai litium dunia akan naik 14 kali lipat seiring dengan kemajuan teknologi saat ini.
Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho dalam diskusi daring yang digelar Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Sabtu (20/11/2021), menyatakan, pengembangan baterai membutuhkan waktu 4-5 tahun sejak tahap awal. IBC telah menyiapkan peta jalan hingga 10 tahun ke depan terkait pengembangan ekosistem baterai yang potensial.
”Membuat baterai kendaraan listrik itu bukan sesuatu yang mudah. Pengolahan dimulai dari nikel kemudian diubah menjadi anoda dan katoda hingga mendapatkan battery modules dan pack. Setelah 8 tahun, baterai juga perlu didaur ulang kembali sehingga proses daur ulang mesti siap,” ujarnya.
Meski demikian, pengembangan baterai ini diakui Toto memerlukan investasi yang cukup besar. Ia memperkirakan Indonesia memerlukan investasi hingga 15,3 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 218 triliun untuk menjadi pemain baterai kendaraan listrik di pasar global. Investasi itu diperlukan untuk membangun tambang nikel, pabrik peleburan, dan instalasi daur ulang.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyatakan, terdapat dua teknologi kunci yang harus dikuasai Indonesia dalam penggembangan kendaraan listrik, yakni baterai dan motor listrik. Dalam mendukung percepatan program kendaraan listrik, para peneliti BRIN fokus pada pengembangan baterai dan material yang sumber dayanya terdapat di dalam negeri.
”Untuk dapat mengejar perkembangan global, penguasaan dua teknologi kunci ini sangat penting dilakukan. Di sisi lain, Indonesia memiliki pasokan bahan baku untuk menjadi bahan utama baterai kendaraan listrik. Ini menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan agar dapat berkompetisi di pasar global,” tuturnya.
Menurut Handoko, pada prinsipnya negara-negara di dunia tidak bisa berkompetisi di semua aspek kendaraan listrik karena terdapat rantai pasok secara global. Jadi, tidak mungkin ada satu negara yang bisa menguasai semua aspek produksi kendaraan listrik. Oleh karena itu, Indonesia harus fokus pada salah satu komponen dari kendaraan listrik.
Handoko menambahkan, Indonesia harus menciptakan sistem transportasi dan budaya baru untuk berpindah dari satu titik ke titik lain. Sistem tersebut dapat memanfaatkan teknologi autonomous vehicle (kendaraan otonom) atau autonomous individual mobile system (sistem kendaraan individual otonom). Sistem ini bisa difokuskan untuk aplikasi pemakaian di lokasi-lokasi tertutup yang masih sesuai dengan regulasi, seperti di bandara, lingkungan kampus, kebun raya, dan berbagai sektor publik lainnya.
”Kami di BRIN mendorong periset di Indonesia memanfaatkan peluang karena Indonesia telah memiliki sumber daya lokal terkait dengan material untuk baterai. Periset juga perlu mengembangkan material tersebut untuk mencapai efisiensi yang lebih baik dari yang sudah ada di pasar selama ini,” katanya.
Penguasaan teknologi baterai dan motor listrik, kata Handoko, juga harus diiringi dengan kemampuan melakukan produksi di dalam negeri dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang semakin baik. Riset dan kekayaan intelektual yang dilakukan juga merupakan bagian dari TKDN. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan TKDN Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Riset akademisi
Saat ini, periset berlatar belakang akademisi juga sudah melakukan pengembangan baterai dari sumber daya lokal, salah satunya dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI). Mereka mengembangkan inovasi material baterai litium-ion untuk kendaraan listrik dari ampas kopi.
Hasil kajian menunjukkan bahwa limbah ampas kopi memiliki kandungan karbon yang tinggi, mencapai 58 persen. Selain itu, ampas kopi juga mengandung lignoselulosa yang telah memiliki ikatan karbon aromatik. Hal ini membuat ampas kopi menjadi kandidat prekursor pembuatan material karbon yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja penyimpan energi.
”Karbon aktif ini bisa kita dapatkan, antara lain, dari ampas kopi, batok kelapa, dan biomassa. Ampas kopi inilah yang kami buat karbon aktif agar konduktivitas LTO (Lithium Titanate Oxide) meningkat,” ujar Ketua Tim Peneliti Baterai Lithium-Ion FTUI Anne Zulfia Syahrial yang juga Guru Besar Bidang Material Komposit UI.
Baterai LTO dari ampas kopi ini memiliki sejumlah keunggulan. Salah satunya berbobot ringan, yakni 200 kilogram. Bobot ini lebih ringan dibandingkan dengan baterai berkapasitas sama yang berkisar 500 kg. Dengan bobot yang ringan, jarak tempuh yang bisa dicapai kendaraan listrik akan meningkat.
Dekan FTUI Hendri Budiono menyatakan, inovasi baterai listrik dari FTUI ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penguasa pasar baterai kendaraan listrik karena material pembuatan yang banyak tersedia di alam Indonesia. Ia pun berharap inovasi ini dapat diserap oleh industri untuk dikomersialisasikan (Kompas, 8/11/2021).