Kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2021 diprediksi membaik yang antara lain ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal pemerintah, konsumsi, dan investasi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Bank Indonesia memperkirakan kinerja ekonomi nasional pada triwulan IV-2021 meningkat, terutama didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal pemerintah, konsumsi, dan investasi.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) IGP Wira, di sela-sela sesi pelatihan wartawan, Sabtu (20/11/2021), di Surabaya, mengatakan, hal itu tecermin dari kenaikan sejumlah indikator hingga awal November 2021, antara lain mobilitas masyarakat, penjualan eceran, ekspektasi konsumen, indeks aktivitas manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor.
Mengenai penjualan eceran, berdasarkan survei BI pada Oktober 2021, Indeks Penjualan Riil (IPR) secara bulanan tumbuh 1,8 persen. Sebelumnya, IPR pada September 2021 mengalami kontraksi 1,5 persen. Pada survei itu, BI menemukan, peningkatan penjualan eceran tertinggi Oktober 2021 terjadi pada kelompok perlengkapan rumah tangga lain, kelompok suku cadang dan aksesori serta makanan, serta kelompok minuman dan tembakau.
Kinerja neraca perdagangan tetap baik dengan surplus mencapai 5,7 miliar dollar AS pada Oktober 2021, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar 4,37 miliar dollar AS. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat nilai positif sejak Mei 2020.
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Oktober 2021 secara keseluruhan mencatat surplus 30,81 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 16,93 miliar dollar AS. Perkembangan ini didukung oleh kinerja ekspor komoditas utama, seperti batubara, minyak kelapa sawit, serta besi dan baja.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2021, sesuai survei BI, mencapai 113,4 atau lebih tinggi dari IKK September 2021 yang sebesar 95,5. Karena indeksnya lebih dari 100, IKK Oktober 2021 masuk area optimis. Hal ini didorong oleh membaiknya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi.
Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan, sesuai survei yang sama, juga menguat. Hal ini bisa dilihat dari Indeks Ekspektasi Kondisi (IEK) Ekonomi Oktober 2021 sebesar 134,9 atau naik 118,2 pada September 2021. Kenaikan ini didorong oleh seluruh komponen penyusun IEK, terutama ekspektasi penghasilan.
Sementara itu, Indikator Aktivitas Manufaktur Purchasing Managers Index (PMI) Oktober 2021 mencapai angka 57,2 yang sebelumnya berada pada 52,2 pada September 2021 dan di 43,7 pada Agustus 2021. ”Perekonomian Indonesia secara bertahap kembali ke level sebelum pandemi Covid-19,” ujar Wira.
Wira membenarkan, kondisi Indonesia sekarang sedang menikmati hasil ekspor sumber daya alam mentah. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa hal itu tidak bisa terus-menerus jadi andalan ekspor. Maka, pemerintah selalu menyerukan dorongan peningkatan hilirisasi, terutama dari sisi mineral dan batubara. Lebih jauh, kata dia, BI tetap mewaspadai segala dinamika eksternal yang bisa mempengaruhi kinerja perekonomian. Misalnya, suku bunga The Fed dan inflasi global.
”Kepercayaan masyarakat juga berangsur-angsur pulih. Aktivitas belanja kelompok masyarakat kelas menengah atas juga mulai menggeliat. Pusat-pusat perbelanjaan kan sudah mulai ramai kembali,” tuturnya.
Ekonom Senior dan pendiri The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip berpendapat, salah satu tantangan bagi pemulihan kinerja perekonomian Indonesia ke depan adalah menguatnya inflasi seiring dengan berakhirnya pengetatan mobilitas global yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas industri.
Sumber inflasi mencakup, antara lain, kenaikan harga komoditas, terutama komoditas energi, kenaikan biaya transportasi akibat terjadinya gangguan maupun peluang disrupsi pada rantai pasok, serta transisi energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang akan mendorong kenaikan biaya produksi. ”Jangan hanya mengandalkan ekspor. Apalagi, ekspor komoditas, sebab harganya sangat fluktuatif,” ujarnya.
Sunarsip berpendapat pentingnya menguatkan permintaan khususnya melalui dukungan fiskal agar tercipta ketahanan kinerja perekonomian. Sebagai contoh, untuk menguatkan permintaan masyarakat, pemerintah bisa tetap melanjutkan insentif fiskal untuk perumahan.
Dukungan fiskal juga disarankan diberikan kepada sektor-sektor ekonomi yang memiliki multidampak lebih besar, seperti industri pengolahan, pariwisata, dan pertanian. Kemudian, pemerintah juga perlu memperbaiki belanja pemerintah di APBN, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Sebab, menurut dia, realisasi belanja pemerintah masih belum optimal. Sebagai gambaran, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) per September 2021 hanya mencapai 58,3 persen dari pagu Rp 745 triliun.
”Pertumbuhan investasi swasta juga perlu didorong. Hal ini dapat dilakukan melalui, antara lain, mengefektifkan kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial. Ruang pembiayaan di luar perbankan juga mesti dibuka optimal melalui insentif bagi kegiatan penerbitan instrumen pasar modal,” paparnya.
Sunarsip menambahkan, meski mobilitas masyarakat memegang peranan kunci perbaikan kinerja ataupun pemulihan perekonomian, pemerintah perlu tetap maksimal merealisasikan vaksinasi Covid-19. Di beberapa negara malah mulai mendorong booster kepada warga yang sudah pernah menerima vaksinasi Covid-19 karena pandemi belum kunjung usai.