PTBA Targetkan Produksi Batubara Naik 23 Persen Tahun 2022
PT Bukit Asam menargetkan produksi batubara sebesar 37 juta ton pada 2022 atau meningkat 23,3 persen dibandingkan dengan pencapaian tahun ini sebesar 30 juta ton.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
MUARA ENIM,KOMPAS — PT Bukit Asam menargetkan produksi batubara sebesar 37 juta ton pada 2022 atau meningkat 23,3 persen dibandingkan dengan pencapaian tahun 2021 yang diproyeksikan sebesar 30 juta ton. Peningkatan dilakukan karena ada potensi peningkatan permintaan dari industri dan adanya potensi pasar baru di kawasan Indochina.
Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Bukit Asam (PTBA) Suryo Eko Hadianto di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Kamis (18/11/2021) malam. Suryo juga optimistis tahun ini bisa memenuhi target produksi 30 juta ton mengingat pencapaian produksi batubara PTBA hingga triwulan III-2021 sebesar 25,7 juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 47 persen disalurkan untuk kebutuhan domestik, sedangkan untuk ekspor mencapai 53 persen.
China dan India masih menjadi pasar utama batubara dari PTBA sampai saat ini. Ke depan, ekspor akan mengarah ke pasar baru, yakni kawasan Indochina seperti Kamboja dan Myanmar yang berpotensi masih menggunakan batubara sebagai bahan bakar energinya.
Adapun untuk kebutuhan domestik, lanjut Suryo, pihaknya akan berkonsentrasi pada hilirisasi produk batubara sebagai tindak lanjut transformasi PTBA menjadi perusahaan energi. Selain masih memasok untuk kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), pihaknya juga akan menyediakan pasokan batubara tambahan untuk gasifikasi batubara sebesar 6 juta ton.
Untuk program itu, ujar Suryo, kerja sama antara PTBA, Pertamina, dan Air Products and Chemicals Inc, sudah mencapai tahap finalisasi. Realisasi proyek kian terang dengan ditandatanganinya komitmen investasi dari perusahaan pengolahan gas dan kimia dari Amerika Serikat itu.
Proses gasifikasi batubara menjadi dimetil eter itu direncanakan akan memasuki tahapan studi kelayakan detail pada kuartal III-2022 dan diproyeksikan dapat mulai dijalankan pada 2024-2025. Dimetil eter disiapkan sebagai pengganti LPG.
Selain itu, kebutuhan domestik lainnya adalah pemenuhan kebutuhan PLTU 8 Sumsel. Pembangunan PLTU berkapasitas 2 x 660 megawatt yang ditargetkan tuntas pada Maret 2022 itu diharapkan dapat beroperasi pada akhir 2022. PLTU itu akan mengaliri listrik hingga ke Sumatera Utara.
Mengarah ekspor
Namun, menurut Suryo, tahun depan, distribusi produksi akan lebih mengarah ke pasar ekspor dibandingkan dengan kebutuhan domestik. Ini terjadi lantaran adanya peningkatan permintaan dan dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Dengan perkiraan kondisi pasar itu pihaknya menargetkan volume produksi mencapai 37 juta ton sampai akhir 2022. Agar hal itu dapat direalisasikan, sudah ada dua titik eksploitasi baru yang akan disiapkan, yakni di Suban Jeriji dan Bangko Tengah.
Dari sisi infrastruktur, PTBA juga telah menyelesaikan penambahan train load station (TLS) untuk menampung produksi batubara. ”Fasilitas ini akan tuntas pada akhir tahun ini,” ujar Suryo. Selain itu, pihaknya juga menunggu komitmen PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menambah kapasitas angkut kereta agar produksi yang telah ditambang dapat diangkut.
PTBA juga tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengurangi emisi karbon dengan melakukan elektrifikasi dalam proses penambangan, misalnya menggunakan kendaraan tambang dan alat berat berbasis listrik atau hibrida. ”Bahkan, pada awal 2022, semua bus karyawan akan menggunakan bus listrik,” katanya.
Selain itu, akan dilakukan reforestasi pada area bekas tambang. Tujuannya agar tanaman tersebut dapat menyerap karbon yang terlepas di udara. Adapun PTBA sudah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor untuk menentukan tanaman apa yang bisa digunakan untuk menyerap karbon.
Dengan beragam langkah ini diharapkan pada 2050, PTBA sudah merealisasikan nol emisi karbon, atau 10 tahun lebih cepat dibandingkan dengan target Pemerintah Indonesia. Suryo berharap ada inovasi dari akademisi untuk menemukan alat untuk memperbesar kapasitas penangkapan karbon.
Suryo berharap ada inovasi dari akademisi untuk menemukan alat untuk memperbesar kapasitas penangkapan karbon.
Direktur Operasi dan Produksi PTBA Suhedi menambahkan, langkah elektrifikasi pada proses penambangan ini adalah perwujudan proses penambangan yang lebih ramah lingkungan. Sebenarnya, emisi karbon yang keluar pada saat penambangan tidaklah besar.
”Emisi karbon akan lebih besar ketika terjadi pembakaran batubara. Karena itu, teknologi penangkapan karbon di PLTU harus terus dikembangkan,” ujarnya.
Project Manger Gerakan Inisiatif Tenaga Surya Khoiria menuturkan, langkah transformasi PTBA sudah harus dilakukan sejak sekarang. Ini bertujuan agar bisnis tambang terus berkesinambungan dengan mengedepankan penambangan yang ramah lingkungan.
Langkah itu bisa dimulai dengan memanfaatkan teknologi PLTU dengan sistem cofiring, yakni skema mencampurkan bahan pembakaran antara batubara dengan biomasa seperti sampah dan limbah kayu atau mengedepankan teknologi penangkapan karbon yang optimal.