Insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah sejak 2020 menjadi ”vaksin” bagi dunia usaha yang terdampak perlambatan ekonomi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gelontoran insentif fiskal pemerintah sejak pandemi Covid-19 mengungkung Indonesia pada awal tahun 2020 hingga pengujung 2021 diyakini telah memberi ”imunitas” bagi geliat aktivitas ekonomi. Seusai bertahan dari hantaman krisis kesehatan, kini dunia usaha perlahan mulai bangkit.
Kebangkitan dunia usaha akan menjadi motor bagi putaran roda pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2022. Sejalan dengan hal itu, pemerintah optimistis keuangan negara akan semakin sehat dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin seimbang.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Kompas100 CEO Forum bertajuk ”Ekonomi Sehat 2022” yang digelar harian Kompas bersama East Ventures di Jakarta Convention Center, Kamis (18/11/2021).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta para CEO perusahaan yang tergabung dalam Indeks Kompas100 hadir dalam diskusi yang dimoderatori mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pada forum ini.
Insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah sejak 2020 menjadi ”vaksin” bagi dunia usaha yang terdampak perlambatan ekonomi. (Airlangga Hartato)
Airlangga mengibaratkan insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah sejak 2020 menjadi ”vaksin” bagi dunia usaha yang terdampak perlambatan ekonomi. Insentif, lanjutnya, mampu menjaga keberlangsungan sekaligus mendorong pemulihan dunia usaha dari tekanan akibat pandemi Covid-19.
”Jika pengusaha dapat bertahan, artinya ada lebih banyak lapangan kerja yang bisa terselamatkan. Tahun ini pemanfaatan insentif lebih besar ketimbang tahun lalu dengan pagu yang hampir terserap sepenuhnya,” ujarnya.
Hingga 12 November 2021, realisasi insentif usaha telah mencapai Rp 62,47 triliun atau 99,4 persen dari pagu Rp 62,83 triliun. Dengan realisasi tersebut, pagu yang tersisa untuk insentif usaha tahun ini hanya sekitar Rp 360 miliar.
Dengan semakin sehatnya dunia usaha serta pulihnya kegiatan ekonomi riil, Airlangga meyakini tahun 2022 akan menjadi momentum emas pemulihan ekonomi. Meski demikian, pemerintah tetap mewaspadai beragam tantangan global, seperti lonjakan harga energi, gejolak pasar keuangan global, dan perubahan iklim.
Sementara itu, tantangan dari dalam negeri, lanjut Airlangga, adalah bagaimana pemerintah dan masyarakat mampu mempertahankan penurunan angka kasus penularan Covid-19.
”Tantangan-tantangan ini seperti tikungan di Sirkuit Mandalika karena mendorong adrenalin. Untuk menghadapinya diperlukan penanganan yang tepat agar ekonomi kembali sehat,” kata Airlangga.
Menekan defisit
Belanja negara dalam APBN 2022 dicanangkan Rp 2.714,2 triliun dengan pendapatan negara direncanakan Rp 1.846,1 triliun. Dengan perkiraan ini, defisit APBN 2022 diperkirakan Rp 868 triliun atau 4,85 persen produk domestik bruto (PDB).
Sri Mulyani mengatakan terdapat dua faktor utama yang membuat defisit tahun depan diperkirakan bisa lebih kecil. Pertama, karena adanya kenaikan harga komoditas yang membuat Indonesia seperti kejatuhan durian runtuh.
Adapun faktor kedua adalah karena adanya aturan perpajakan baru, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam payung hukum ini, pemerintah menambah obyek pajak baru hingga menaikkan tarif pajak.
Sri Mulyani yakin bisa melanjutkan konsolidasi fiskal sesuai dengan target. Dengan demikian, pada tahun 2023, defisit bisa kembali di bawah 3 persen sesuai dengan ketentuan UU Keuangan Negara.
Dalam kesempatan yang sama, Vice CEO PT Pan Brothers Anne Patricia Sutanto mengingatkan bahwa industri nasional masih berupaya memulihkan kinerja agar bisa kembali mencapai level ekonomi sebelum pandemi. Hal ini membuat tahun depan sejumlah sektor industri masih memerlukan insentif fiskal.
”Industri TPT (tekstil dan produk tekstil) di Indonesia saat ini tengah menghadapi guncangan. Istilahnya kita sedang kena Covid-19. Industri ini masih perlu ’vaksin’ dari pemerintah agar sektor TPT bisa sembuh seperti sebelum pandemi,” ujarnya.
Alokasi anggaran
Dalam angka sementara yang dicanangkan Kementerian Keuangan, sektor pendidikan mendapatkan anggaran jumbo mencapai Rp 542,8 triliun. Adapun anggaran untuk sektor kesehatan sebesar Rp 255,4 triliun, turun dari anggaran kesehatan dalam APBN 2021 sebesar Rp 326,4 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, selama pandemi Covid-19, APBN menjadi instrumen untuk melakukan tindakan luar biasa di bidang kesehatan, bantuan sosial, hingga bantuan untuk dunia usaha. Imbasnya, angka penularan Covid-19 dapat ditekan, dunia usaha bisa tetap bertahan, serta daya beli masyarakat tetap terjaga.
Sejalan dengan penurunan kasus Covid-19, Anggaran kesehatan untuk tahun 2022 akan mulai difokuskan untuk program di luar penanganan pandemi Covid-19, seperti penurunan stunting, pengendalian tuberkolosis, dan penguatan reformasi sistem kesehatan.
Meski begitu, tahun depan pemerintah tetap tetap akan menggelontorkan anggaran kesehatan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 115,9 triliun dialokasikan untuk penanganan Covid-19.
Anggaran ini digunakan untuk vaksinasi, pengujian-penelusuran-pengobatan (testing-tracing-treatment), serta insentif tenaga kesehatan maupun obat-obatan.
”Tahun depan kita tetap memastikan vaksinasi Covid-19 akan terus berlanjut sembari kita harapkan perkembangan teknologi kesehatan dapat menghasilkan obat Covid-19 yang murah dan dapat diproduksi massal,” ujarnya.
Sementara itu, anggaran jumbo untuk sektor pendidikan, menurut Sri Mulyani, adalah amanat Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan minimal 20 persen dari APBN.
Pemerintah akan berupaya ekstra agar anggaran untuk sektor pendidikan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang produktif, inovatif, berkarakter kebangsaan, dan membentuk sumber daya manusia yang bisa membawa Indonesia menuju keadilan dan kemakmuran.