Pelaku industri otomotif bersiap menggarap pasar mobil listrik yang terjangkau, tetapi membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan rantai pasok lokal dan memberikan relaksasi pajak.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia kerap terganjal harga yang terlalu mahal di atas daya beli masyarakat. Pelaku industri otomotif bersiap menggarap pasar mobil listrik yang terjangkau, tetapi membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan rantai pasok lokal dan memberikan relaksasi pajak.
Saat ini, daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia untuk kendaraan bermotor adalah Rp 250 juta-Rp300 juta. Sementara, harga kendaraan listrik berbasis baterai atau BEV di pasaran umumnya masih di atas Rp 600 juta.
Salah satu pelaku industri yang bersiap menggarap pasar mobil listrik murah di Indonesia adalah Wuling Motors. Produsen asal China itu memproduksi salah satu mobil listrik termurah dengan konsep global small electric vehicle (GSEV) atau Wuling Mini EV yang ikut dipamerkan di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021, pekan ini.
Di China, mobil berkonsep GSEV dan berukuran mungil itu dijual mulai dari harga Rp 60 juta sampai Rp 120 juta. Vice President Wuling Motors Han Dehong, Selasa (16/11/2021), mengatakan, pihaknya siap memproduksi dan menggarap pasar mobil listrik terjangkau di Indonesia.
Namun, untuk mewujudkan itu, ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu dibereskan. Pertama, industri komponen mobil listrik harus dikembangkan dari hulu ke hilir agar harga mobil listrik lebih terjangkau. Jika ekosistem industri kendaraan listrik terintegrasi dari hulu ke hilir dan bisa dipenuhi secara lokal, biaya produksi bisa dikurangi.
Han Dehong mengatakan, untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan dukungan kuat dari pemerintah. ”Wuling ingin menyediakan mobil listrik murah, tetapi kami butuh dukungan kuat dari segi pengembangan rantai pasok lokal. Kalau ekosistemnya sudah kuat, akan lebih mudah menghadirkan mobil listrik terjangkau di Indonesia,” ujarnya.
Selain pengembangan ekosistem rantai pasok lokal, dukungan lain yang dibutuhkan adalah relaksasi pajak dan kebijakan preferensial untuk mendorong masyarakat memprioritaskan penggunaan mobil listrik dibandingkan mobil konvensional atau mobil bermesin bensin (internal combustion engine/ICE).
”Dengan upaya-upaya mengembangkan rantai pasok lokal, ditambah relaksasi pajak dan kebijakan yang bisa menciptakan pasar, seharusnya memungkinkan untuk menghadirkan mobil listrik murah di Indonesia,” kata Han Dehong.
Dalam peta jalan pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi mobil listrik dan bus listrik pada tahun 2030 mencapai 600.000 unit dari total produksi 3 juta unit kendaraan bermotor roda empat dan lebih. Target produksi itu diproyeksikan dapat mengurangi konsumsi BBM sebesar 7,5 juta barel dan menurunkan emisi karbon sebanyak 2,7 juta ton.
Diskon PPnBM
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah telah merevisi aturan tarif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar dan emisi karbon. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 yang mengatur bahwa kendaraan listrik berbasis baterai akan dikenai PPnBM 0 persen.
Selama pandemi Covid-19 ini, insentif PPnBM 0 persen telah terbukti mampu menumbuhkan industri otomotif nasional hingga industri komponen yang mayoritas berskala kecil-menengah (IKM). Diskon itu diberikan sejak Maret 2021 untuk pembelian kendaraan bermotor penumpang dengan kapasitas mesin 1.500 cc.
”Kebijakan ini punya efek pengganda yang besar. Pemerintah mengalokasikan Rp 3 triliun dan memperoleh manfaat nilai tambah hingga Rp 19 triliun,” kata Agus.
Ia berharap penerapan insentif pajak yang serupa bagi kendaraan listrik juga bisa mendorong terciptanya pasar dan mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan rendah emisi di Indonesia.
”Tentu insentif PPnBM itu hanya akan diberikan pada kendaraan yang diproduksi di dalam negeri dan telah memenuhi persyaratan TKDN. Ini untuk menarik investasi di sektor perakitan kendaraan bermotor, industri komponen, dan infrastruktur pendukungnya,” ujarnya.
Untuk mendorong elektrifikasi kendaraan, Kemenperin telah menyusun peta jalan dan mengeluarkan dua regulasi utama, yakni Permenperin Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV, dan Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKN) serta Permenperin Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pemerintah akan terus mendorong penggunaan kendaraan listrik di tengah masyarakat. Kemenhub bekerja sama dengan sejumlah perusahaan dan komunitas penggiat kendaraan listrik sedang membuat peta jalan pemanfaatan kendaraan listrik.
Targetnya, per 2030, pemerintah akan membeli 535.000 unit kendaraan listrik yang terdiri dari 135.000 unit kendaraan roda empat dan 400.000 unit kendaraan roda dua.
”Tahun 2030, akan ditargetkan kendaraan listrik berbasis baterai sudah signifikan digunakan oleh masyarakat banyak. Kemenhub dan jajaran eselon satu juga sudah menggunakan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas. Ini diharapkan bisa diikuti kementerian/lembaga lain agar penggunaannya semakin masif,” ujar Budi.