Musim Tanam Lebih Awal, Petani NTT Berjibaku Menyiapkan Lahan dan Bibit
Musim hujan di Nusa Tenggara Timur tiba pada pekan kedua November 2021, petani lahan kering berjibaku menyiapkan lahan juga bibit jagung dan padi. Selama ini, petani menanam pada akhir November atau awal Desember.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Musim tanam di Nusa Tenggara Timur tiba pada pekan kedua November 2021, petani lahan kering berjibaku menyiapkan lahan juga bibit jagung dan padi. Selama ini, petani menanam pada akhir November atau awal Desember. Kebanyakan petani membeli bibit sendiri karena bibit dari pemerintah sering terlambat tiba di tangan petani.
Pendiri Yayasan Mitra Tani Mandiri Timor, Nusa Tenggara Timur, Vinsensius Nurak di Kupang, Senin (15/11/2021), mengatakan, musim hujan selama ini biasanya muncul akhir November atau awal Desember. Tetapi kali ini hujan tiba lebih awal karena adanya La Nina, ditandai dengan curah hujan tinggi.
Informasi La Nina ini disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sekitar pertengahan Oktober 2021. Akan tetapi, tidak diantisipasi petani dan pengambil kebijakan di daerah dengan melakukan sosialiasi ke petani, termasuk distribusi bibit pertanian. Pekan kedua November 2021, musim hujan tiba, petani berpacu dengan waktu.
”Bagi petani yang memakai sistem tebas dan bakar lahan, itu belum rampung. Biasanya sampai akhir November sebagian wilayah masih tebas dan bakar karena beranggapan hujan masih lama,” katanya.
Tetapi sekarang, sudah musim hujan, petani harus benar-benar segera menyiapkan lahan agar menanam tepat waktu, yakni musim hujan pekan pertama dan paling lambat pekan kedua masuk musim hujan.
Bahkan ada petani yang baru saja mulai menyiapkan lahan di saat hujan sudah turun. Ancaman gagal panen ada di depan mata karena saat menanam, hujan sudah melimpah, tanaman jagung bakal membusuk, tidak tumbuh seperti yang diharapkan.
Petani yang menggunakan sistem traktor biasanya sudah menyiapkan lahan sejak Agustus sehingga ketika musim hujan tiba, langsung menanam. Di lokasi ini, kebanyakan petani menanam jagung, hanya sebagian kecil wilayah ditanami padi gogo. Tetapi petani kesulitan mendapatkan bibit subsidi dari pemerintah sesuai waktu tanam, baik jagung maupun padi.
Ketua Circle of Imagine Society Timor Kabupaten Kupang dan Kota Kupang Elfrid Veisal mengatakan, sebagian petani terlambat menanam. ”Ibaratnya rumput sudah tumbuh 20 cm, jagung baru tumbuh 5 cm. Kondisi ini berpengaruh pada proses tumbuh kembang jagung karena rumput akan bersaing dengan jagung mendapatkan asupan makanan, jika rumput tidak segera dibersihkan,” katanya.
Di sisi lain, sebagian petani masih bergelut menyiapkan rumah tinggal yang rusak diterjang badai Seroja 3-5 April 2021 sehingga tidak fokus menyiapkan lahan pertanian. Petani terbebani sejumlah masalah terkait musim hujan tahun ini dan dampak badai Seroja yang menyebabkan gagal panen musim tanam 2020/2021.
Memasuki Natal dan Tahun Baru daya beli petani rendah, sedangkan stok pangan di tingkat petani menipis, bahkan ada yang kosong. Selain menyiapkan kebutuhan untuk Natal dan Tahun Baru, mereka juga harus belanja bibit tanaman jagung dan padi di toko. Bibit jagung yang disiapkan pemerintah misalnya, sampai saat ini masih di tingkat kabupaten/kota, belum didistribusi sampai ke tangan petani.
Di tengah beban hidup petani yang menumpuk, mereka tetap berusaha untuk menyiapkan lahan dan menanam. Meski jagung atau padi gagal panen, mereka bisa menanam singkong, kacang, pisang, dan umbi-umbian lain sebagai stok pangan di musim kemarau 2022.
Musim tanam akhir November atau awal Desember saja bibit selalu terlambat tiba di tangan petani, apalagi musim tanam lebih awal seperti sekarang. (Daniel Aluman)
Petani terpaksa membeli bibit jagung di toko, dijual dengan harga Rp 15.500 per kg untuk jagung komposit (lokal), sementara jagung hibrida Rp 70.000-Rp 80.000 per kg. Tetapi daya beli petani terbatas. Mereka hanya mampu beli 2-3 kg bibit jagung untuk kebutuhan 3-5 are lahan.
Ketua Kelompok Tani Noetnana Kelurahan Fatukoa Kota Kupang Daniel Aluman mengatakan, kelompok tani Noetnana tidak pernah memanfaatkan bibit bantuan dari pemerintah karena bibit itu datang selalu terlambat, saat jagung atau padi sudah tumbuh mendekati 1 meter. Petani membeli sendiri bibit dari toko tani. Harga bibit jagung hibrida Rp 70.000 per kg, komposit Rp 20.000 per kg, dan jagung pulut Rp 30.000 per kg. Adapun harga bibit padi gogo Rp 100.000 per kg.
Terlambat
”Musim tanam akhir November atau awal Desember saja bibit selalu terlambat tiba di tangan petani, apalagi musim tanam lebih awal seperti sekarang. Bibit dari pemerintah pasti terlambat jauh sampai di tangan petani. Mungkin saat bibit tiba, jagung sudah mendekati panen,” kata Aluman.
Ia mengatakan, penyaluran bibit jagung dan padi dari pemerintah biasanya dalam bentuk proyek sehingga melalui sejumlah tahapan, seperti proses tender, penimbangan bibit, pengemasan, penghitungan, distribusi, transportasi, dan seterusnya. Dari proses tender sampai ke tangan petani butuh waktu 2-3 bulan. Jika pemerintah sudah menyiapkan pada Juni-Agustus, bibit akan tiba tepat waktu di tangan petani.
”Jika tender proyek dilakukan Oktober-November, sudah pasti bibit terlambat tiba di petani,” kata Aluman.
Kelompok tani Noetnana beranggotakan 30 orang. Sejak berdiri tahun 2015, kelompok ini tidak pernah mendapatkan bantuan bibit dari pemerintah. ”Kami beli bibit sendiri. Ada kelompok tani di luar kelompok kami, menerima bantuan itu saat jagung sudah tumbuh tinggi, bibit bantuan itu pun dimanfaatkan untuk ternak babi dan ayam,” katanya.
Jagung hibrida tidak banyak dikembangkan petani NTT. Dari sisi produksi, jagung ini memang jauh lebih baik dari jagung lokal komposit yang sudah lama dikenal petani NTT. Tetapi hibrida tidak bisa disimpan sampai 4-5 bulan karena cepat rusak termakan ulat, meski disimpan sesuai prosedur. Sebaliknya, jagung lokal bisa bertahan sampai 12 bulan dan mampu bertahan tumbuh di tengah curah hujan yang terbatas.
Peraih petani teladan Pemprov NTT tahun 2017 ini memprediksi, musim tanam 2021/2022 petani NTT bakal gagal panen karena berbagai faktor. Musim hujan tiba lebih awal, bibit tanaman terlambat tiba di tangan petani, harga bibit di toko tani mahal, dan curah hujan tinggi yang bakal merusak tanaman.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT Lucky Koli mengatakan, pemprov menyiapkan bibit jagung hibrida untuk kebutuhan 35.000 hektar lahan jagung bagi petani di 22 kabupaten/kota. ”Bibit jagung itu dalam proses distribusi,” kata Lucky.