PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel menetapkan harga saham perdana sebesar Rp 800 per saham. Dengan penetapan harga ini, potensi dana yang dihimpun Mitratel bisa mencapai Rp 18,33 triliun.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel sudah menetapkan harga saham perdana sebesar Rp 800 per saham. Kisaran harga saham Mitratel berada pada Rp 775 dan Rp 975 per saham. Dengan penetapan harga ini, potensi dana yang dihimpun Mitratel sekitar Rp 18,33 triliun.
Angka itu masih berada di bawah perolehan dari PT Bukalapak.com yang mencapai Rp 21 triliun dan menciptakan rekor di bursa saham. Mitratel akan melepaskan 22.920.512.000 saham atau setara dengan 27,63 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor dengan nilai nominal Rp 228 per saham.
Dalam prospektus yang dipublikasikan Senin (15/11/2021), manajemen menyatakan bahwa jika ada kelebihan pemesanan pada penjatahan terpusat, Mitratel akan mengeluarkan sebanyaknya 2.619.487.000 saham dengan nilai nominal Rp 228 per saham. Jumlah saham itu mewakili sebanyaknya 3,06 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum saham perdana (IPO).
Selain melepaskan saham ke pasar, Mitratel juga menggelar program pemberian saham penghargaan dalam program employee stock allocation (ESA) dan hak opsi pembelian saham dengan program dan employee stock option plan (MESOP).
Satu setengah bulan menjelang tutup tahun, masih ada beberapa perusahaan yang mengumumkan akan masuk bursa. PT Bintang Samudera Mandiri Lines yang bergerak dalam bidang pelayaran akan menawarkan saham kepada publik di bursa saham atau IPO.
Menurut prospektus yang dipublikasikan Senin (15/11/2021), Bintang Samudera akan menawarkan 20 persen atau 370.045.000 saham. Harga IPO yang ditawarkan berada pada kisaran Rp 100 dan Rp 150 per saham. Dari penjualan saham ke bursa ini, Bintang Samudera berpotensi mendapatkan dana publik antara Rp 37 miliar dan Rp 55,5 miliar.
Sekitar 70 persen dana hasil penawaran saham ini akan digunakan untuk modal kerja, seperti biaya sewa kapal dan kegiatan operasional lainnya. Selain itu, 15 persen atau maksimal Rp 5 miliar akan dipinjamkan kepada anak usaha, yaitu PT Bintang Samudera Mandiri Persada, dan 15 persen lainnya akan digunakan untuk membayar utang bank.
Setelah Bintang Samudera masuk bursa, komposisi kepemilikan saham akan berubah. PT Goldfive Investment Capital akan memegang sebesar 54 persen saham, Negah Rama Gautama 14 persen, Pramayari Hardian Doktrianto 4 persen, Ariyanti Pelita Sari 4 persen, David Desanan Anan Winowod 4 persen, dan masyarakat 20 persen.
Hingga akhir Desember 2020, pendapatan Bintang Samudera mencapai Rp 26,96 miliar, turun dari pendapatan pada 2019 yang sebesar Rp 41,81 miliar. Laba bersih juga turun menjadi Rp 428,55 juta dari pencapaian laba bersih tahun 2019 yang sebesar Rp 1,53 miliar.
Per Juni 2021, pendapatan yang diraih Rp 29,29 miliar dan laba bersih sebesar Rp 3,53 miliar. Dalam penawaran saham ini, periode bookbuilding akan dilaksanakan pada 16 November 2021 sampai dengan 25 November 2021.
Optimistis 2022
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, hingga 12 November 2021, telah dilakukan penggalangan dana sebesar Rp 32,26 triliun dari instrumen saham dan Rp 83,3 triliun dari penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).
”Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020, penggalangan dana dari pencatatan saham mengalami kenaikan 518 persen dan untuk EBUS mengalami kenaikan 14,3 persen,” kata Yetna.
Dia melanjutkan, terkait dengan pipeline, apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020, jumlah calon perusahaan tercatat saham dalam pipeline naik 45 persen dan nilai penerbitan EBUS diperkirakan naik 81,3 persen.
”Berdasarkan data itu, kami optimistis prospek dan target penggalangan dana di Pasar Modal Indonesia pada tahun 2022 akan lebih baik,” ujar dia lagi.