Pandemi Memaksa Pelaku Bisnis Beradaptasi dan Percepat Inovasi
Pandemi Covid-19 memacu pelaku usaha untuk beradaptasi dan mempercepat inovasi agar bisa bertahan dan melanjutkan bisnisnya.
Oleh
Elsa Emiria Leba dan Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran penting bagi dunia usaha agar bisa segera beradaptasi dengan setiap perubahan mendadak. Dengan cara itu, pelaku usaha tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga bisa melihat peluang-peluang baru.
Hal tersebut terungkap dalam acara CEO On Stage yang digelar secara virtual, Jumat (12/11/2021). Hadir sebagai narasumber, yakni pendiri dan CEO Sirclo Brian Marshal; pendiri Ikat Indonesia, Didiet Maulana; CEO Eka Hospital Rina Setiawati; Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi; Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan; dan VP of Corporate Strategy and Finance Ruangguru Arman Wiratmoko. Acara CEO On Stage merupakan salah satu rangkaian Kompas100 CEO Forum ke-12 bertajuk ”Ekonomi Sehat 2022” yang akan digelar pada 18 November 2021.
Brian Marshal menceritakan, selama pandemi, Sirclo—perusahaan teknologi digital yang membantu pengembangan jenama dan wirausaha—bisa bertumbuh cepat karena bisnis daring masih punya ruang. Namun, pandemi berdampak negatif terhadap segmen UMKM dengan modal terbatas. Meski begitu, ada juga UMKM yang bisa bertahan karena segera mengubah strategi.
Sejumlah UMKM di bidang mode yang biasa membuat pakaian pesta, misalnya, beralih membuat masker atau pakaian rumah. Menurut Brian, identitas perusahaan sebaiknya tak terpaku pada produk, tetapi pada nilai yang ingin dihadirkan ke masyarakat.
Kecepatan beradaptasi dan berinovasi selama pandemi juga dilakukan Ikat Indonesia, perusahaan mode yang mengembangkan wastra Nusantara berupa tenun ikat. Didiet Maulana mengatakan, target penjualan pakaian perusahaannya tak tercapai pada awal pandemi. Produk mode berupaya pakaian menumpuk tak terjual.
Di tengah situasi seperti itu, Didiet beralih membuat pouch tenun ikat berisi kit yang diperlukan selama pandemi, seperti masker, cairan sanitasi tangan, dan sabun. ”Tanpa disangka produk ini terjual lebih dari 18.000 unit dalam waktu enam bulan. Perajin kami bisa tetap berkarya, bahkan dengan kapasitas produksi yang lebih tinggi dari sebelum pandemi,” tutur Didiet.
Selain bisnis, dunia pendidikan juga dituntut cepat merespons perubahan mendadak, seperti pandemi. Rina Setiawati dari Eka Hospital berpendapat, pandemi mengakibatkan disrupsi pada sistem pendidikan di Indonesia, termasuk pada pendidikan kedokteran. Oleh karena itu, pola pendidikan kedokteran pun harus ikut berubah menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Menurut dia, pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran akan pentingnya kurikulum mengenai kompetensi kedaruratan. Selama ini, mata kuliah terkait itu hanya diberikan secara umum. Hal ini menyebabkan banyak kegamangan ketika para dokter berhadapan dengan situasi darurat.
Arman Wiratmoko dari Ruangguru menuturkan, pemanfaatan teknologi menjadi jembatan agar pendidikan bagi masyarakat tidak terputus selama pandemi. Pendidikan ini tidak hanya diperuntukkan bagi siswa, tetapi juga mahasiswa, tenaga kerja, guru, dan lainnya.
Selain pandemi, pelaku usaha juga semakin sadar untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan. Neneng Goenadi menjelaskan, Grab Indonesia berusaha memberikan dampak positif terhadap konsumen, mitra, pemerintah, dan juga lingkungan.
Salah satunya, Grab meluncurkan inisiatif untuk mengurangi kontribusi karbon dan limbah. Caranya, antara lain, dengan berinvestasi untuk pengadaan kendaraan listrik dan hibrida di Indonesia. Selain itu, Grab juga menyediakan pelanggan opsi Carbon Neutral Fund, seperti memilih opsi tidak menggunakan alat makan sekali pakai saat memesan makanan dan opsi pengantaran botol plastik ke bank sampah.