Kepemimpinan dan Talenta Kompeten Jadi Penentu Transformasi Digital
Transformasi digital bukan sebatas adopsi teknologi, tetapi juga menuntut kepemimpinan organisasi perusahaan yang lincah dan talenta yang berkompeten di bidang teknologi digital.
JAKARTA, KOMPAS — Transformasi digital menuntut strategi bisnis yang lebih lincah agar perusahaan dapat fokus pada inovasi produk. Komitmen pemimpin bisnis serta kompetensi tenaga kerja menjadi elemen penting yang menentukan kesuksesan entitas bisnis bertransformasi.
Hal ini menjadi benang merah pemikiran dalam diskusi CEO Live Series #2: ”Digital Transformation and Innovation in Economy” yang diselenggarakan secara hibrida oleh harian Kompas bersama East Ventures, Kamis (11/11/2021), di Jakarta.
Diskusi dalam rangkaian perhelatan Kompas 100 CEO Forum ini menampilkan Menteri Badan usaha Milik Negara Erick Thohir, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi, Direktur Utama PT Bank BTPN Tbk Ongki Wanadjati Dana, Managing Partner East Ventures Roderick Purwana, serta Pendiri dan CEO Warung Pintar Group Agung Bezharie Hadinegoro.
”Hal yang paling susah adalah mengubah pola pikir organisasi perusahaan yang mesti terpusat ke konsumen (consumer centric). Teknologi digital bisa berubah setiap saat yang menyebabkan kami harus mempunyai kemampuan kelincahan yang semakin lebih baik,” ujar Ongki.
Saat awal membangun bank digital ”Jenius” lima tahun lalu, Ongki mengungkapkan, talenta berkompeten sekaligus punya persepektif yang berpusat ke konsumen di internal perusahaan tidak langsung tersedia. BTPN pun mesti mencari tenaga kerja dari luar organisasi yang memenuhi kualitas seperti itu.
Tantangan berikutnya adalah membangun budaya lincah agar sejalan dengan tren pesatnya perkembangan teknologi digital. Hal ini bisa dilalui dengan pelatihan kepemimpinan yang terus-menerus.
”Sampai sekarang di tempat kami masih ada bankir (berpikiran) tradisional dan modern. Namun, perusahaan tetap berkomitmen pada transformasi digital yang di antaranya ditandai dengan consumer centric,” ujar Ongki.
Managing Partner East Ventures Roderick Purwana berpendapat, hal terpenting dalam transformasi digital adalah penciptaan nilai tambah. Kemunculan usaha rintisan bidang teknologi mendorong tercapainya nilai tambah itu, bukan sekadar menjadi disruptor atau menghadirkan disrupsi.
Hal terpenting dalam transformasi digital adalah penciptaan nilai tambah. Kemunculan usaha rintisan bidang teknologi mendorong tercapainya nilai tambah itu, bukan sekadar menjadi disruptor atau menghadirkan disrupsi.
Sepanjang 2021, East Ventures memberikan pendanaan kepada usaha rintisan bidang teknologi dari berbagai bidang, mulai dari logistik, kesehatan, perangkat lunak sebagai jasa (software as a service), sampai solusi digital bagi korporat. Usaha-usaha rintisan ini mendukung transformasi digital yang tengah berlangsung, baik di instansi perusahaan mapan maupun organisasi masyarakat.
”Adopsi digital di Indonesia telah tumbuh pesat. Salah satunya bisa dilihat dari penetrasi pengguna internet di Indonesia yang telah mencapai lebih dari setengah total penduduk. Beberapa perusahaan rintisan yang mendorong transformasi kini bersiap melantai di bursa saham dan sudah ada yang jadi perusahaan tercatat,” kata Roderick.
Kualitas talenta pekerja juga semakin pesat berkembang. Saat ini, menurut Roderick, tenaga kerja kompeten di bidang teknologi digital semakin banyak. Berdasarkan pengalaman East Ventures, pendiri sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi baru semakin berkualitas dibanding satu dekade lalu.
”Selain kualitas aset sumber daya, tantangan bagi organisasi yang tengah bertransformasi digital masih menyangkut belum meratanya kualitas infrastruktur internet,” imbuhnya.
Transformasi digital juga berkembang di sektor publik dan badan usaha milik negara (BUMN). Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan, BUMN kini juga didorong bertransformasi digital tanpa melupakan perannya sebagai korporasi yang mendapat penugasan wajib memberikan pelayanan publik. Talenta berusia muda di BUMN diberi kesempatan semakin luas untuk duduk di struktur kepemimpinan.
Selama bertransformasi digital, Erick menekankan, Kementerian BUMN tetap menjaga agar ada kesetaraan. Telkom Indonesia, misalnya, diminta fokus melayani segmen perusahaan (bisnis ke bisnis/B2B), sedangkan Telkomsel fokus ke segmen konsumer (bisnis ke konsumen/B2C). Contoh lainnya adalah penggabungan Pelindo I-IV.
”Ketika Telkom fokus ke B2B dan Telkomsel lebih berkecimpung di segmen B2C, kami harap tidak ada lagi tumpang-tindih usaha. Konsolidasi Pelindo diharapkan mempercepat transformasi sehingga kinerja meningkat,” ujarnya.
Baca juga: BUMN sebagai Pemain Global
Erick mengakui sejumlah BUMN kini mengembangkan perusahaan modal ventura korporat sejalan dengan tren kemunculan perusahaan rintisan bidang teknologi. Misalnya, Bank Mandiri dengan Mandiri Capital Indonesia dan Telkomsel dengan Telkomsel Mitra Inovasi. Hanya saja, dia berharap agar nasib para perusahaan modal ventura korporat tersebut tidak seperti perusahaan dana pensiun yang pernah marak dikembangkan BUMN, tetapi tidak terkelola maksimal.
”Kami amat menekankan kualitas proses bisnis BUMN yang kini terjun ke perusahaan modal ventura. Jangan semua BUMN latah berinvestasi di perusahaan rintisan bidang teknologi,” imbuh Erick.
Menyesuaikan perkembangan
Pada kesempatan yang sama, Inarno Djajadi menyampaikan, BEI mengikuti perkembangan transformasi digital serta kemunculan perusahaan-perusahaan rintisan bidang teknologi. BEI juga melakukan terobosan menyikapi hal itu, seperti dibuatnya sistem perdagangan saham secara daring (online trading) dan sarana elektronik untuk mendukung proses penawaran umum saham perdana kepada publik atau e-IPO.
BEI juga memiliki papan akselerasi yang diperuntukkan sebagai papan pencatatan saham bagi perusahaan kecil menengah dan rintisan. BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan sedang membahas papan ekonomi baru yang bertujuan mengakomodasi pencatatan saham khusus perusahaan teknologi. Rencananya, papan ekonomi baru akan diluncurkan pada tahun 2022.
”Bukan berarti perusahaan rintisan bidang teknologi yang ada di Indonesia tidak bisa masuk dan mencatatkan saham perdana di papan utama. Bukalapak telah masuk ke papan utama,” kata Inarno.
Sementara itu, Agung Bezharie Hadinegoro menggambarkan, sebagai perusahaan rintisan bidang teknologi, Warung Pintar Grup turut berperan sebagai penggerak digitalisasi dimulai dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Solusi Warung Pintar yang memudahkan rantai pasok barang UMKM kelontong ke distributor kini sudah digunakan 500.000 warung.
Baca juga: Bukan Sebatas Aksi Korporasi Biasa
Para mitra warung kelontong saat ini bisa melakukan pengadaan barang tanpa harus datang secara fisik ke distributor. Mereka pun dimudahkan untuk mencatat keluar-masuk barang dagangan secara daring. Dari jejak digital ini, mereka bisa mengakses pinjaman lebih mudah.
”Hampir semua pemilik warung kelontong di Indonesia sekarang memiliki ponsel pintar dan bisa menggunakan aplikasi internet, seperti aplikasi perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Namun, apakah mereka benar-benar memperoleh akses layanan digital yang tepat sesuai kebutuhan mereka,” kata Agung.
Ia menambahkan, diperlukan sinergi untuk membantu transformasi digital di lingkup UMKM. Pelaku industri dari berbagai latar belakang, seperti sektor produk konsumer dan teknologi finansial, bisa berkolaborasi dengan Warung Pintar. Sinergi ini akan menghasilkan multidampak transformasi digital kepada mitra UMKM warung sekaligus komunitas masyarakat di sekitar warung.