Pengembalian Sebagian Spektrum Frekuensi ke Negara Jaga Persaingan Sehat
Pengembalian sebagian lebar pita frekuensi pascapenggabungan PT Indosat Tbk-PT Hutchison Tri Indonesia kepada negara dianggap tepat karena bisa menjaga persaingan sehat di industri telekomunikasi.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengeluarkan izin prinsip penggabungan PT Indosat Tbk dan PT Hutchison Tri Indonesia. Salah satu kewajiban yang mesti dipenuhi oleh keduanya adalah mengembalikan sebagian frekuensi, yaitu pita frekuensi 2,1 gigahertz sebesar 5 megahertz frequency division duplexing, kepada negara. Kebijakan pemerintah ini dinilai positif untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Saat ini, baik PT Indosat Tbk maupun PT Hutchison Tri Indonesia memiliki lebar pita di spektrum frekuensi 2,1 gigahertz (GHz) sebesar 2x15 megahertz (MHz). Artinya, saat pemerintah mewajibkan mengembalikan 5 MHz frequency division duplexing, salah satu di antara keduanya hanya akan memiliki lebar pita 10 MHz.
Jika tak ada kewajiban mengembalikan sebagian lebar pita frekuensi pascaperolehan izin prinsip merger, Indosat Ooredoo Hutchison, perusahaan hasil gabungan PT Indosat Tbk-Hutchison Tri Indonesia, akan memiliki 72,5 MHz.
”Telkomsel dan XL Axiata juga memiliki masing-masing lebar 15 MHz di spektrum frekuensi 2,1 GHz. Jika konsolidasi, masing-masing (Telkomsel, XL Axiata, PT Indosat Tbk, PT Hutchison Tri Indonesia) seharusnya punya lebar yang imbang di spektrum frekuensi 2,1 GHz,” ujar Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Institut Teknologi Bandung Ian Joseph Matheus Edward saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/11/2021).
Menurut dia, penggabungan perusahaan bukan berarti menggabungkan aset spektrum frekuensi karena menyangkut izin prinsip penyelenggara yang diperoleh sebagai badan hukum. Karena bergabung menjadi entitas baru, idealnya, perusahaan bersangkutan harus mengembalikan spektrum frekuensi terlebih dulu.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. ”Persaingan usaha yang sehat akan selalu mendorong memiliki bandwidth (lebar pita) yang hampir sama,” kata Ian.
Untuk jenis spektrum frekuensi lain yang juga dimiliki operator lain, dia berpendapat, semestinya perlakuan negara sama jika terjadi konsolidasi perusahaan telekomunikasi. Namun, ada pengecualian terhadap aset spektrum frekuensi hasil lelang.
Pada konferensi pers Senin (8/11/2021), di Jakarta, Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ismail mengatakan, Kemenkominfo telah mengeluarkan izin prinsip penggabungan PT Indosat Tbk dan Hutchison Tri Indonesia.
Saat izin prinsip dikeluarkan, Kemenkominfo mewajibkan Indosat Ooredoo Huthchison, perusahaan hasil gabungan, mengembalikan 5 MHz frequency division duplexingatau 2x5 MHz di pita frekuensi 2,1 GHz kepada pemerintah. Pengembalian dilakukan paling lambat pada 2022 guna menjaga kesinambungan layanan telekomunikasi seluler kepada masing-masing industri.
Setelah izin prinsip diterapkan, perusahaan gabungan itu tetap wajib memenuhi kewajiban lain sesuai regulasi, seperti pemenuhan hak-hak karyawan sesuai perundang-undangan ketenagakerjaan. Indosat Oredoo Hutchison juga wajib membangun tambahan infrastruktur pemancar baru di desa/kelurahan yang belum terlayani akses telekomunikasi seluler.
Wakil Presiden Direktur Hutchison Tri Indonesia Danny Buldansyah mengatakan, pihaknya sedang mengevaluasi dampak atas keputusan Kemenkominfo tersebut hingga tiga hari mendatang. Hal yang sama juga dikatakan oleh Senior Vice President Corporate Communications PT Indosat Tbk Steve Saerang.
”Saat ini kami masih mempelajari lebih lanjut hasil evaluasi penggabungan usaha yang disampaikan oleh Kemenkominfo. Kami akan terus berkoordinasi erat dengan pihak Kemenkominfo untuk langkah selanjutnya,” jawab Steve saat ditanya pengaruh pengembalian lebar pita frekuensi yang dimiliki oleh Indosat Ooredoo Hutchison terhadap rencana strategis perusahaan, seperti perluasan infrastruktur jaringan untuk layanan 5G.
Ian menambahkan, adanya penggabungan PT Indosat Tbk-Hutchison Tri Indonesia seharusnya akan banyak pembangunan atau optimasi infrastruktur jaringan telekomunikasi. Peta kompetisi di industri telekomunikasi seluler semakin seimbang, yakni peringkat operator pertama masih Telkomsel, kedua Indosat Ooredoo Hutchison, lalu XL Axiata, dan Smartfren.
”Semua operator telekomunikasi sebenarnya harus melakukan pembangunan infrastruktur merata di seluruh Indonesia. Kemenkominfo semestinya mengawasi dan memberlakukan sanksi jika pembangunan merata tidak dilakukan. Apalagi, mereka mengantongi izin penggunaan frekuensi,” kata Ian.
Mengenai kondisi makro industri telekomunikasi, Presiden Direktur dan CEO PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) Dian Siswarini, Selasa, menyampaikan, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi operator telekomunikasi seluler selama sembilan bulan tahun 2021. Salah satunya adalah terus berlanjutnya kompetisi ketat antaroperator.
”Meningkatnya intensitas kompetisi sejak akhir tahun 2020 masih terasa dampaknya ke pertumbuhan industri. Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung tetap terus membayangi sehingga berpengaruh langsung ke proses pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Dian mengatakan, ada sejumlah peluang positif yang sedang terjadi di industri telekomunikasi yang bisa digarap optimal oleh XL Axiata. Contoh peluang positif itu berupa konsolidasi antaroperator yang akan mampu menyeimbangkan kompetisi di industri telekomunikasi. Contoh lain adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang akan berdampak positif terhadap efisiensi belanja modal dan operasional dalam menyediakan layanan 5G.
XL Axiata membukukan total pendapatan triwulan III-2021 sebesar Rp 6,8 triliun. Sebanyak Rp 6,3 triliun di antaranya merupakan pendapatan layanan. Sementara itu, total pendapatan sepanjang sembilan bulan 2021 tercatat Rp 19,8 triliun dan Rp 18,3 triliun di antaranya merupakan pendapatan layanan.
Laba bersih sepanjang sembilan bulan 2021 tercatat Rp 1,02 triliun, sedangkan laba bersih yang dinormalisasi tercatat Rp 835 miliar. Pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi (ETBIDA) triwulan III-2021 mencapai Rp 3,4 triliun dengan margin 50 persen. Adapun ETBIDA selama sembilan bulan tahun 2021 sebesar Rp 9,9 triliun.
Dian menyebut kontribusi pendapatan data terhadap total pendapatan layanan telah naik menjadi 95 persen. Ini didukung oleh penetrasi pengguna ponsel pintar yang telah mencapai 92 persen terhadap total pelanggan XL Axiata.
”Meskipun kompetisi industri tetap ketat, kami tetap terus melanjutkan investasi pada pembangunan jaringan data pita lebar. Saat ini, jaringan 4G XL Axiata telah menjangkau 458 kota/kabupaten yang ditopang oleh 69.000 unit pemancar 4G. Dengan demikian, jumlah keseluruhan pemancar yang kami miliki telah mencapai 153.000 unit,” tutur Dian.