Dalam setahun terakhir, angka pengangguran menurun, diiringi kembali meningkatnya jumlah pekerja formal. Namun, rata-rata upah pekerja menurun di hampir seluruh lapangan kerja akibat dampak PPKM.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
Jakarta, Kompas -- Kondisi ketenagakerjaan per Agustus 2021 menunjukkan tanda-tanda membaik lewat menurunnya pengangguran dan kembali naiknya jumlah pekerja formal. Namun, perbaikan itu belum diiringi dengan penguatan daya beli pekerja. Selama enam bulan terakhir, terjadi kemerosotan upah di hampir semua lapangan kerja.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (5/11/2021) mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 sebesar 6,49 persen dari total jumlah angkatan kerja nasional atau setara dengan 9,10 juta orang.
Jumlah pengangguran itu menurun sebanyak 670.000 orang dibandingkan kondisi pada Agustus 2020, ketika angka TPT mencapai 7,07 persen atau sebanyak 9,70 juta orang.
Seiring dengan menurunnya tingkat pengangguran, jumlah pekerja formal juga ikut meningkat. Per Agustus 2021, pekerja di sektor formal tercatat sebanyak 53,14 juta orang (40,55 persen), naik 2,37 juta orang dibandingkan jumlah pekerja formal pada Agustus 2020 sebanyak 50,77 juta orang (39,53 persen).
Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, sejumlah indikator itu menunjukkan bahwa kondisi ketenagakerjaan mulai membaik. Gelagat perbaikan itu juga tampak dari analisis big data BPS yang menunjukkan bahwa jumlah iklan lowongan kerja pada enam bulan terakhir menunjukkan tren meningkat.
“Artinya, dari sisi pengusaha sudah mulai membuka kembali lowongan pekerjaan. Sektor usaha menawarkan lowongan kerja dan membuka lapangan kerja lebih tinggi daripada tahun lalu,” katanya dalam telekonferensi pers, Jumat.
Kendati demikian, perbaikan itu belum diiringi dengan penguatan dari sisi upah pekerja. BPS mencatat, pada periode Agustus 2020-Agustus 2021, terjadi penurunan rata-rata upah buruh sebesar 0,72 persen. Sementara, pada Februari-Agustus 2021, penurunan rata-rata upah tercatat lebih besar, yaitu 4,34 persen. Upah menurun di hampir seluruh lapangan kerja.
Hanya lima kategori lapangan kerja yang mengalami kenaikan upah pada Agustus 2020-Agustus 2021, yaitu sektor real estate (naik 10,95 persen), pengadaan air (7,7 persen), informasi dan komunikasi (4,76 persen), pertanian, kehutanan, perikanan (3,38 persen), dan industri pengolahan (0,90 persen).
Sementara, upah di 12 lapangan kerja lainnya anjlok, yaitu sektor transportasi dan pergudangan (-6,04 persen), jasa perusahaan (-5,84 persen), jasa lainnya (-3,39 persen), pertambangan dan penggalian (-3,29 persen), akomodasi dan makan minum (-3,17 persen), serta jasa pendidikan (-3,12 persen).
Penurunan upah juga terjadi di sektor perdagangan besar dan eceran (-2,47 persen), pengadaan listrik dan gas (-1,77 persen), konstruksi (-1,20 persen), jasa keuangan dan asuransi (-0,32 persen), jasa kesehatan dan kegiatan sosial (-0,25 persen), dan administrasi pemerintahan (-0,11 persen).
Dampak PPKM
Deputi Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan, faktor utama yang mendorong terjadinya penurunan upah adalah kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada Juli-Agustus 2021 lalu. Sebanyak 36,49 persen pekerja mengalami pengurangan upah selama masa PPKM, dengan pengurangan upah paling banyak berkisar di 1 hingga 25 persen.
“Pemulihan ekonomi sempat berdampak pada kenaikan upah buruh pada Februari 2021, tetapi PPKM menyebabkan rata-rata upah buruh pada Agustus 2021 lebih rendah,” katanya.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad, akibat penurunan produksi selama masa pengetatan PPKM, sejumlah perusahaan tidak mampu meningkatkan upah. Perusahaan pun akhirnya membuat kesepakatan dengan pekerjanya untuk melakukan pemangkasan upah.
Di tengah kondisi itu, posisi tawar pekerja untuk memperjuangkan kenaikan upah atau setidaknya untuk mempertahankan upah menjadi tidak kuat. Keterbatasan selama pandemi membuat pekerja memilih mempertahankan pekerjaan yang ia punya meski upahnya dikurangi.
“Tawaran upah yang lebih rendah akhirnya diambil. Logikanya, yang penting masih punya pekerjaan daripada harus diputus hubungan kerja atau menganggur selama Covid-19,” kata Tauhid.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai, kondisi ketenagakerjaan mulai menunjukkan tren positif, seiring dengan capaian pertumbuhan ekonomi 3,51 persen pada triwulan III-2021.
“Tren pemulihan ekonomi ini tampak dari kondisi ketenagakerjaan yang mulai membaik. Tingkat pengangguran terbuka turun, pemulihan ekonomi juga mampu membuka lapangan kerja baru di masa pemulihan,” katanya.