Indonesia Gaet Bantuan Global untuk Mengurangi Operasional PLTU
Penghentian operasional pembangkit listrik berbasis batubara tak hanya membutuhkan pendanaan dan teknologi, tetapi juga fasilitas ketenagakerjaan serta penguatan jaringan listrik yang berkualitas.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
GLASGOW, KOMPAS — Di tengah Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim atau COP 26, Indonesia menarik beragam bantuan dari dunia untuk memensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbasis batubara. Bantuan yang dibutuhkan meliputi pendanaan, teknologi, ketenagakerjaan, dan pembangunan jaringan tenaga listrik.
Indonesia turut menyatakan komitmen global Coal to Clean Power Transition meskipun tidak menyetujui klausul yang menyebutkan penghentian pembangunan PLTU baru. Meskipun demikian, Indonesia menyatakan dapat mempercepat penghapusan batubara pada tahun 2040-an dengan adanya bantuan internasional. Tanpa adanya dukungan internasional, PLTU terakhir yang beroperasi di Indonesia terjadi pada 2054.
Salah satu upaya menggaet bantuan internasional adalah dengan menginisiasi Friend of Indonesia-Renewable Energy (FIRE) yang diumumkan di Paviliun Indonesia COP 26 pada Kamis (4/11/2021) waktu setempat. Sejumlah negara, seperti Jerman, Inggris Raya, dan Denmark, turut mendukung inisiasi FIRE tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, FIRE menjadi pelantar baru untuk menghimpun bantuan internasional dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia. ”Program FIRE merupakan kerja sama yang terstruktur, salah satunya dalam mengadopsi inovasi teknologi di bidang energi baru terbarukan (EBT),” katanya saat ditemui setelah pengumuman inisiasi FIRE.
Salah satu upaya menggaet bantuan internasional adalah dengan menginisiasi Friend of Indonesia-Renewable Energy (FIRE) yang diumumkan di Paviliun Indonesia COP 26 pada Kamis (4/11/2021) waktu setempat.
Selain itu, salah satu bantuan internasional yang sudah diperoleh Indonesia untuk memensiunkan dini PLTU dan menggantinya dengan sumber energi terbarukan berasal dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Pelaksanaan proyek ini berada dalam rentang waktu hingga 2030. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, studi kelayakan PLTU yang masuk dalam kerangka pendanaan ADB itu selesai pada Maret 2022.
Rida menyebutkan, mulanya ADB mengajukan total kapasitas PLTU yang didanai mencapai 16 gigawatt (GW). Jumlah kapasitas ini mengerucut menjadi 9,2 GW yang terbagi menjadi 5,5 GW dipensiunkan tanpa penggantian serta 3,7 GW dihentikan dengan subtitusi ke sumber energi yang lebih bersih. Berdasarkan kajian terhadap salah satu unit PLTU, perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memensiunkan secara dini Rp 2 miliar per megawatt per tahun.
Pembangkit dengan total kapasitas 9,2 GW itu terdiri dari enam unit PLTU, sebanyak empat unit di antaranya berada di area Jawa dan Bali. Mayoritas pembangkit yang berada dalam kelompok dipensiunkan tanpa substitusi sumber energi yang lebih bersih berada di Jawa dan Bali lantaran di wilayah tersebut tengah mengalami kelebihan pasokan listrik.
Bukan hanya pendanaan dan teknologi, Rida melanjutkan, Indonesia juga membutuhkan dukungan ketenegakerjaan bagi yang terdampak penghapusan batubara. ”Selain pembangkit, di area luar Jawa dan Bali, belum seluruhnya tersambung jaringan listrik. Oleh sebab itu, jaringan ini perlu diperbanyak dan diperbaiki kualitasnya,” ujarnya saat ditemui di ajang yang sama.
Mayoritas pembangkit yang berada dalam kelompok dipensiunkan tanpa substitusi sumber energi yang lebih bersih berada di Jawa dan Bali lantaran di wilayah tersebut tengah mengalami kelebihan pasokan listrik.
Selaras dengan pernyataan Global Coal to Clean Power Transition, perbankan dan institusi keuangan juga berkomitmen untuk menghentikan pendanaan bagi pembangkit listrik batubara. Sebaliknya, pembiayaan untuk transisi energi bersih mengalir. Contohnya, kemitraan antara Climate Investment Funds dengan India, Indonesia, Filipina, dan Afrika Selatan yang menyediakan fasilitas pendanaan 2 miliar dollar AS untuk mempercepat transisi guna mengurangi pemakaian batubara.
Bantuan Inggris
Sementara itu, Rida menambahkan, Inggris juga akan membantu Indonesia dalam memensiunkan PLTU secara dini. ”Inggris sudah mengumumkan akan membantu Indonesia setelah Afrika Selatan. Hal ini masih didiskusikan agar lebih jelas,” katanya.
Secretary of State for Business, Energy and Industrial Strategy UK Kwasi Kwarteng menyebutkan, kemitraan antara Inggris dan Indonesia dalam proyek energi terbarukan telah mencakup investasi setidaknya 350 juta poundsterling pada tahun sebelumnya serta akan berlanjut menjadi 2 miliar poundsterling. “Kami juga ingin membantu Indonesia dalam mengembangkan potensi energi angin,” ujarnya dalam pengumuman inisiasi FIRE.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, dinamika transisi energi di Indonesia berhasil membuat banyak pihak tertarik berinvestasi. Indonesia dipandang cukup penting dan strategis dalam program menuju bebas emisi karbon yang disuarakan dalam Pertemuan Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim Ke-26 (COP 26) di Glasgow, Skotlandia.
”Untuk mempermulus masuknya arus investasi di sektor energi terbarukan di Indonesia, pemerintah harus bisa mengurai hambatan-hambatan dan risiko di lapangan. Pemerintah Indonesia juga harus aktif berkomunikasi dengan negara-negara maju dan lembaga pendanaan untuk mendukung program transisi energi tersebut,” ucap Fabby.