Investor Indonesia Tidak Risaukan Pengetatan Moneter AS
Tak seperti pada tahun 2013, kebijakan ”tapering” kali ini diyakini tidak lagi berdampak banyak terhadap pasar keuangan, termasuk di Indonesia.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Sentral Amerika Serikat telah mengumumkan akan melakukan pengetatan moneter melalui pengurangan belanja obligasi pada November ini. Tak seperti pada tahun 2013, kebijakan yang disebut tapering ini diyakini tidak lagi berdampak banyak terhadap pasar keuangan, termasuk di Indonesia.
Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) akan mengurangi belanja obligasi senilai 15 miliar dollar AS setiap bulannya dari total pembelian sebesar 120 miliar dollar AS. Tindakan The Fed ini sudah diantisipasi dan diperhitungkan para pelaku pasar. Oleh karena itu, tidak ada gejolak berarti. Pasar saham Indonesia diperkirakan masih akan terus menanjak hingga sekitar 6.680 pada akhir tahun.
”Investor akan cenderung memperhatikan laporan keuangan emiten pada kuartal ketiga ini, juga data perekonomian di dalam negeri yang mulai pulih. Misalnya indeks PMI (indeks manajer pengadaan di sektor manufaktur) Indonesia yang berada pada level tertinggi di posisi 57,2,” kata Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger dalam pertemuan virtual, Kamis (4/11/2021). ”Kalaupun terjadi outflow, tidak akan berdampak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.”
Pada Mei 2013, The Fed juga mengumumkan pemangkasan belanja obligasi dan langsung membuat pasar finansial global bergejolak. Pengumuman yang tiba-tiba itu membuat para investor terkejut dan tidak mengantisipasi. Terjadi arus modal keluar dari pasar negara berkembang ke pasar negara maju. Posisi neraca berjalan defisit di negara berkembang membuat nilai tukar mata uang di negara berkembang ikut tertekan.
Pada November ini indeks cenderung terkoreksi setelah naik pada Oktober lalu. Oktober lalu, IHSG menguat 4,8 persen. Sebelumnya, pada September indeks juga sudah naik 2,2 persen. Jika dilihat sejak awal tahun, IHSG menguat 10,2 persen.
Menurut Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina, indeks sudah naik selama lima bulan terakhir dan diproyeksikan melemah pada November ini. Adapun sektor saham yang masih diperkirakan menguat, antara lain, sektor perbankan, industri, infrastruktur khususnya menara.
”Rencana Mitratel ke bursa akan membuat sektor telekomunikasi dan menara khususnya menjadi menarik. Berita tentang merger dan akuisisi yang keluar belakangan ini juga akan membuat saham-saham menara dan telekomunikasi semakin atraktif,” kata Martha.
Sementara itu, analis CGS-CIMB dalam risetnya mencermati pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan level makin rendah di kawasan Jabodetabek menjadi level 1 dan level 2 di Bali akan meningkatkan operasional perusahaan yang sangat sensitif terhadap mobilitas. Arus kunjungan ke mal dan supermarket membaik. Dengan PPKM level 1, perkantoran dapat terisi 75 persen, 75 persen restoran, dan 100 persen supermarket.
Pembukaan ekonomi kembali tecermin dari saham-saham yang sensitif terhadap pergerakan orang. Saham-saham ini masih berada di bawah kinerja IHSG. Saham-saham sektor konsumer, menurut CGS-CIMB, sudah bersiap membaik kembali.