Ekonomi Tumbuh Positif di Puncak Pandemi, Bukti Adaptasi Kebiasaan Baru Berjalan Baik
Perekonomian nasional pada masa penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) ketat pada Juli-September tumbuh positif di angka 3,51 secara tahunan.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses adaptasi pola kegiatan masyarakat ditengarai telah terjadi di tengah pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari perekonomian Indonesia yang tumbuh positif 3,51 persen secara tahunan di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Kondisi ini dinilai menjadi modal sosial kuat bagi ekonomi Indonesia untuk terus tumbuh dan membaik. Namun, semua pihak mesti tetap waspada karena pandemi belum berakhir.
Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di zona positif pada saat puncak pandemi Covid-19 menghebat pada Juli-September 2021. Seperti diketahui, pada triwulan III-2021 tersebut Indonesia menerapkan pembatasan ketat pergerakan masyarakat setelah berkali-kali mencatatkan kasus positif dan kematian harian tertinggi di dunia. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kurun tersebut sebesar 3,51 persen secara tahunan (year on year) dan 1,55 persen secara triwulanan (quarter to quarter).
”Dengan pencapaian tersebut, kita meyakini Indonesia akan mampu menggenjot lagi pertumbuhan ekonominya pada kuartal (triwulan) IV-2021 setelah pergerakan masyarakat mulai diperlonggar. Kasus Covid-19 pada bulan-bulan terakhir 2021 sangat melandai, mengalami pembaikan tertinggi di dunia, sehingga aktivitas ekonomi kembali menggeliat secara signifikan,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta dalam keterangan tertulis, Jumat (5/11/2021).
Arif Budimanta mengatakan, ekonomi yang tumbuh sebesar 3,51 secara tahunan di tengah PPKM bahkan PPKM darurat tersebut menggambarkan bahwa proses adaptasi pola kegiatan masyarakat telah terjadi di tengah pandemi. Hal ini menjadi modal sosial yang kuat bagi perekonomian untuk terus tumbuh dan membaik meskipun pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2021 tumbuh 1,03 persen secara tahunan, melanjutkan pertumbuhan 5,96 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Konsumsi pemerintah tumbuh 0,66 persen. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 3,74 persen. Ekspor pun tumbuh cukup signifikan, yakni 29,16 persen, di tengah kenaikan harga komoditas meskipun impor juga tumbuh 30,11 persen.
”Artinya, jika ini terus dipertahankan akan membuat perekonomian nasional segera pulih kembali ke level normal dalam waktu dekat. Beberapa negara mitra juga tercatat mengalami pertumbuhan yang positif pada kuartal III-2021. Pertumbuhan ekonomi y-o-y di Singapura sebesar 6,5 persen, Amerika Serikat sebesar 4,9 persen, China 4,9 persen, Korea Selatan 4 persen, Uni Eropa 3,9 persen, dan Hong Kong 5,4 persen,” kata Arif Budimanta.
Lingkungan global yang semakin membaik ini menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mendukung arah kualitas perekonomian nasional terus membaik. Hal ini diperkuat dengan tingkat vaksinasi di Indonesia saat ini yang telah mencapai 60 persen untuk dosis I dan 37 persen untuk dosis II.
Tetap waspada
Meskipun demikian, menurut Arif Budimanta, Indonesia harus tetap waspada bahwa situasi pandemi belum sepenuhnya berakhir. Masyarakat harus terus konsisten menjaga protokol kesehatan agar pencapaian dan arah pemulihan yang sudah diraih ini dapat terus berjalan lebih baik lagi. Dan, risiko pembatasan aktivitas ekonomi akibat peningkatan kasus Covid-19 tidak lagi terjadi.
Masyarakat harus terus konsisten menjaga protokol kesehatan agar pencapaian dan arah pemulihan yang sudah diraih ini dapat terus berjalan lebih baik lagi.
”Dengan demikian tidak ada alasan bagi para pelaku usaha ataupun investor menahan ekspansi dan investasinya. Dan, pada akhirnya, ekonomi Indonesia akan terus tumbuh dan tetap tangguh,” kata Arif Budimanta.
Secara terpisah, Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI Supari mengatakan, pemerintah sudah mendukung dengan kebijakan-kebijakan yang responsif, terutama terkait dengan pengendalian Covid-19. Mobilitas masyarakat juga semakin tinggi. ”Dan, di BRI sendiri, tercatat serapan kredit sudah mendekati normal seperti pra-Covid 2019,” kata Supari.
Supari mengatakan, BRI berperan utama dalam penyaluran kredit usaha rakyat (KUR), yakni menyalurkan 70 persen lebih dari alokasi KUR nasional. Tercatat, pada 2020, alokasi KUR untuk BRI Rp 140,2 triliun dengan penyaluran mencapai 99 persen. Kemudian pada 2021 BRI mendapatkan alokasi KUR Rp 195 triliun dan, sampai dengan Oktober 2021 sudah tersalur 82 persen.
”Dan, ini semua punya dampak kepada pertumbuhan perekonomian nasional yang dirilis mulai positif. Ini akan terus kami coba akselerasi supaya nanti, setidaknya pada 2021, betul-betul terjadi pertumbuhan seperti diharapkan pemerintah,” ujar Supari pada dialog produktif yang disiarkan langsung dari Media Center Komite Penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), bertajuk Kelanjutan Bantuan Pemerintah di 2022, Jumat.