Realisasi Pengurangan Karbon dari Sektor Energi Dinantikan
Perlu langkah konkret untuk mencapai target nol emisi bersih Indonesia pada 2060 nanti. Dukungan teknologi dan pembiayaan serta kerja sama para pihak sangat diperlukan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
MIRZA MUCHAMMAD IQBAL UNTUK KOMPAS
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbayar Bakar (kanan) berswafoto bersama mahasiswa dalam acara dalam Insightful Talks on Climate Change Issues di University of Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021) waktu setempat.
GLASGOW, KOMPAS — Indonesia berpotensi mencapai emisi nol bersih lebih cepat sebelum 2060. Agar dapat terealisasi, langkah konkret pengurangan emisi karbon dari sektor energi mesti lebih masif.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26), dunia akan menjaga kenaikan maksimal temperatur bumi sebesar 1,5 derajat celsius dan akan mencapai emisi nol bersih (net zero emissions/NZE) pada 2050. Adapun Indonesia berkomitmen untuk mencapai target tersebut pada 2060.
”Kita bisa menarik NZE Indonesia ke 2050, namun masih ada kesulitan di sektor energi. Izin terakhir pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara pada 2054. Saya sudah berkoordinasi dengan menteri terkait untuk mengurangi ke 2050, tetapi ada risiko arbitrase,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam diskusi ”Insightful Talks on Climate Change Issues” yang diadakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Greater Glasgow dan United Kingdom di University of Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021) waktu setempat.
Oleh sebab itu, dia mengharapkan aksi-aksi penurunan emisi dari sektor energi semakin menguat. Dia juga mengapresiasi kehadiran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta badan usaha milik negara (BUMN) di sektor energi di Inggris Raya.
Indonesia menyatakan kontribusi nasional yang ditentukan (Nationally Determined Contributions/NDC) dalam pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030.
Para petugas beraktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sulut 2 atau yang lebih dikenal dengan PLTU Amurang di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Rabu (27/10/2021).
Pada diskusi dengan BUMN sektor energi yang diinisiasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Inggris Raya, dia menggarisbawahi teknologi utilisasi, penangkapan, dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilisation, and storage/CCUS). Apabila Indonesia hendak menerapkan teknologi tersebut, perlu ada suntikan investasi yang besar.
Indonesia menyatakan kontribusi nasional yang ditentukan (Nationally Determined Contributions/NDC) dalam pengurangan emisi karbon 29 persen pada 2030. Apabila mendapatkan dukungan internasional, NDC Indonesia dapat mencapai 41 persen atau setara dengan 1,1 giga ton emisi karbon.
Dari target NDC itu, ada empat sektor yang menjadi sorotan. Sektor kehutanan dengan proporsi sebesar 17,2-24,5 persen, sektor energi (11-15,5 persen), limbah (0,38 persen), dan pertanian (0,32 persen).
Siti Nurbaya menambahkan, Indonesia saat ini dapat mengarah pada jalur pencapaian sebesar 41 persen. ”Indonesia membutuhkan kerja sama dan teknologi dari luar negeri. Anggaran, pendapatan, dan belanja negara (APBN) kita hanya mampu (membiayai) 34 persen kebutuhan untuk mencapai 29 persen,” ujarnya.
Indonesia membutuhkan kerja sama dan teknologi dari luar negeri. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita hanya mampu (membiayai) 34 persen kebutuhan untuk mencapai 29 persen.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dalam acara dalam Insightful Talks on Climate Change Issues di University of Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021) waktu setempat.
Dia menyebutkan, Indonesia akan menjalin kerja sama dengan Inggris. ”Kita bisa belajar manajemen kehutanan dari Inggris. Inggris akan memfasilitasinya. Saya mengharapkan kerja sama yang clear, terang, dan melibatkan masyarakat sehingga dapat bersifat people to people,” lanjutnya.
Dari sektor kehutanan, dia menggarisbawahi, Indonesia berkomitmen penurunan karbon bersih pada tata guna lahan dan kehutanan pada 2030. Komitmen ini tidak berarti nol deforestasi. Indonesia masih dalam masa pembangunan, khususnya mengenai konektivitas bagi sekitar 34.000 desa yang berada di wilayah hutan.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan, pembangunan infrastruktur akan diselaraskan pada target NDC Indonesia. ”Oleh sebab itu, kami menunggu pedoman dari Kementerian LHK agar bisa sama-sama fokus dan tidak berjalan sendiri-sendiri,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Hingga saat ini, lanjut Basuki, pembangunan dan kinerja kementerian selalu mengacu pada nilai-nilai lingkungan. Dia mencontohkan, pembangunan tol di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, akan menerapkan struktur terowongan agar tidak menggunakan hutan.
Kami menunggu pedoman dari Kementerian LHK agar bisa sama-sama fokus dan tidak berjalan sendiri-sendiri.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Greater Glasgow Gilang L Purnama (dua dari kiri) dan Ketua Umum PPI United Kingdom Oki Earlivan (tengah) dalam dalam Insightful Talks on Climate Change Issues di University of Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021) waktu setempat.
Mendekatkan riset
Setelah paparan, Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) Oki Earlivan menawarkan untuk menjadi salah satu tim kajian untuk mendukung Indonesia mencapai target-target tersebut.
”Kami ingin mendekatkan riset pada ekosistem kebijakan sehingga terjadi akselerasi pencapaian target-target Indonesia. Tawaran ini disambut baik dan kami akan menindaklanjutinya pada rapat dalam jaringan dengan KLHK pekan depan,” katanya saat dihubungi di Oxford, Inggris, Rabu (3/11/2021).
Menurut Oki, PPI UK berpotensi memberikan rekomendasi kebijakan hingga transfer teknologi dalam jangka panjang. Peluang riset terbesar datang dari mahasiswa yang tengah menempuh studinya. Bidang penelitian dan pengetahuan anggota PPI UK pun beragam, mulai dari rekayasa, kelestarian, bisnis, energi, hingga kebijakan.
Ketua PPI Greater Glasgow Gilang L Purnama berpendapat, mahasiswa Indonesia dapat mengambil peran strategis dalam menghadapi perubahan iklim. ”Jika tidak mengambil langkah-langkah ekstrem, dampak pemanasan global dapat membawa manusia pada kelangkaan,” katanya.