Muncul harapan besar dari masyarakat bahwa JIIPE akan membawa kesejahteraan bagi warga Jawa Timur dan Gresik.
Oleh
Agustina Purwanti
·4 menit baca
Masyarakat Gresik menyambut optimistis kehadiran Kawasan Ekonomi Khusus JIIPE. Namun, masyarakat juga mengaku khawatir akan dampak negatif keberadaan KEK JIIPE, terutama dari segi lingkungan. Perlu sosialisasi dan komunikasi lebih intensif agar masyarakat mengenal dan menjadi bagian dari perekonomian baru itu.
Kawasan ekonomi khusus atau KEK yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo itu belum cukup familiar di kalangan masyarakat sekitar. Jajak pendapat Kompas pada 18-19 Oktober lalu merekam, baru empat dari 10 responden yang mengetahui adanya KEK bernama Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) itu.
Responden jajak pendapat berasal dari wilayah sekitar KEK JIIPE, yakni Gresik, Surabaya, Lamongan, dan Sidoarjo.
Merunut analisis Google Trends, setelah Presiden Jokowi datang ke JIIPE pada 12 Oktober 2021, puncak popularitas pencarian kata kunci ”JIIPE” terjadi pada 16 Oktober 2021. Kunjungan itu dalam rangka peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PT FI), salah satu investor di JIIPE.
Boleh jadi, dari berbagai agenda itulah keberadaan KEK JIIPE semakin diketahui publik sejak ramai diberitakan di berbagai media. Dua pertiga responden meyakini, kehadiran JIIPE akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, khususnya di Jawa Timur.
Apalagi, dalam pidato peletakan batu pertama smelter PT FI, Presiden Jokowi mengatakan, akan ada 40.000 tenaga kerja yang terserap selama masa konstruksinya saja.
Dapat dibayangkan, peluang terserapnya tenaga kerja akan lebih besar saat sudah beroperasi penuh mengingat JIIPE memiliki kawasan yang luas, mencapai 3.000 hektar. Menurut proyeksi, KEK JIIPE akan menyerap tenaga kerja sebanyak 199.818 orang jika sudah beroperasi penuh.
Melihat besarnya potensi tersebut, muncul harapan besar dari masyarakat bahwa JIIPE akan memprioritaskan warga Indonesia, terutama di Gresik dan Jawa Timur, untuk menjadi tenaga kerja. Separuh lebih responden menilai hal itu layak menjadi pertimbangan dalam proses seleksi tenaga kerja di JIIPE.
Meski demikian, masyarakat sekitar menyadari bahwa hal itu bukanlah pertimbangan utama. Empat dari sepuluh responden lain menilai, kualitas pendidikan serta keterampilan dan pengalaman juga harus dipertimbangkan dalam perekrutan tenaga kerja untuk JIIPE.
Tenaga kerja
Menanggapi hal itu, Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani menyatakan akan segera mengambil peran. ”Pemerintah daerah akan segera berkomunikasi dengan pelaksana proyek pembangunannya (smelter PT FI),” ujar Fandi.
Komunikasi yang dimaksud adalah antara pelaksana proyek dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gresik terkait spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Disnaker selanjutnya akan bersinergi dengan SMK ataupun universitas di Kabupaten Gresik dan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Tak hanya di bidang ketenagakerjaan, publik juga meyakini kehadiran JIIPE akan mendorong pertumbuhan usaha-usaha baru di sekitar kawasan, antara lain tempat makan, akomodasi, dan usaha penatu.
Orientasi JIIPE adalah industri padat modal, bukan padat karya. Oleh karena itu, kawasan JIIPE bukan diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, pihak pengelola mengatakan, UMKM dimungkinkan masuk ke wilayah perumahan yang disediakan JIIPE.
Namun, tak ada proses produksi di dalamnya alias hanya berupa jasa dan tidak mendapatkan fasilitas KEK. Meski apresiasi dan optimisme mengalir, kekhawatiran juga diungkapkan masyarakat sekitar.
Masih terdapat seperempat responden yang pesimistis KEK akan mampu menyerap banyak tenaga kerja dari Gresik dan sekitarnya. Mereka khawatir tenaga kerja justru akan didatangkan dari daerah lain atau dari penyedia jasa tenaga kerja. Mereka berharap informasi kebutuhan tenaga kerja JIIPE disebarkan melalui balai desa setempat agar warga dapat mengaksesnya dengan mudah.
Selain itu, tiga dari sepuluh responden mengaku khawatir KEK JIIPE akan menimbulkan limbah pabrik dan sampah yang dapat merusak lingkungan.
Hal tersebut juga dinilai berpotensi merusak kualitas air sehingga masyarakat sekitar akan kesulitan mengakses air bersih.
Sementara dua dari sepuluh responden lain mengatakan adanya potensi polusi udara akibat aktivitas industri yang masif di JIIPE, apalagi jika sudah beroperasi penuh. Produktivitas yang tinggi itu juga dinilai berpotensi merusak infrastruktur jalan dan menimbulkan kemacetan akibat banyaknya kendaraan berat yang masuk-keluar JIIPE.
Energi terbarukan
Pihak pengelola memastikan, JIIPE adalah KEK yang ramah lingkungan dan tidak akan menimbulkan polutan. JIIPE tidak menerima investor yang dalam proses produksinya menggunakan batubara. JIIPE hanya akan menerima produsen yang memanfaatkan energi terbarukan, seperti panel surya.
Terkait kemacetan, pemerintah pusat dan daerah sedang mengupayakan konektivitas jalur Tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar (KLBM) yang
menuju pintu masuk KEK JIIPE. Alternatif lain adalah pelebaran jalan Manyar, akses menuju JIIPE yang masih sempit.
Sejumlah strategi sudah disiapkan dan tengah dilakukan, baik oleh pengelola, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Namun, sosialisasi dan komunikasi diperlukan agar masyarakat mendapatkan informasi yang utuh dan menyeluruh.
Hal ini penting agar harapan besar dari adanya KEK JIIPE dapat tercapai, baik untuk masyarakat sekitar, daerah, pengelola, maupun perekonomian nasional. (LITBANG KOMPAS)