”E-Sports” Makin Dilirik sebagai Ajang Promosi Jenama
Olahraga secara elektronik atau ”e-sports” telah menjelma menjadi industri hiburan yang potensi dan peluang bisnisnya besar. Sejumlah jenama nonendemi atau tak berkaitan langsung dengan gim semakin banyak terlibat.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
Pekan lalu, One Esports, anak perusahaan Grup One Holdings (ONE) yang membawahkan media dan atlet olahraga elektronik atau e-sports, mengumumkan telah resmi bermitra dengan perusahaan asuransi FWD, grup hotel Marriott, dan McDonald’s. CEO One Esports Carlos Alimurung dalam siaran pers mengatakan, kemitraan strategis itu untuk menegaskan kembali komitmen perusahaan meningkatkan skala e-sports secara global bersama dengan jenama-jenama terbaik dunia.
Di Indonesia, kemitraan antara One Esports dan FWD akan berwujud FWD mensponsori Mobile Legend Professional League Invitational pada November 2021. Turnamen ini menghadirkan tim-tim e-sports papan atas ASEAN. One Esports juga akan menampilkan FWD di situs lamannya oneesports.gg dan membuat konten khusus di aplikasi FWD Moments. Grup Chief Transformation Officer FWD Insurance Troy Barnes mengatakan, kemitraan itu memperluas visi FWD untuk mengubah cara pandang masyarakat tentang asuransi kepada komunitas e-sports.
Sementara Marriott melalui program Marriott Bonvoy dan One Esports berencana meluncurkan acara bincang-bincang e-sports pada 2022. Adapun McDonald’s, khususnya McDonald’s Filipina, akan mendukung penyediaan makanan bagi komunitas e-sports saat acara Mobile Legends Professional League Invitational selanjutnya.
Kisah jenama nonendemi atau bukan berlatar sektor industri yang berkaitan langsung dengan gim digital masuk dan mendukung e-sports bukan hal baru. Tahun 2019, jenama Bud Light, Marvel Entertainment, Chase, Microsoft, dan Ticketmaster juga ikut berkecimpung di e-sports.
Dalam dua-tiga tahun terakhir, deretan jenama nonendemi Indonesia yang ikut terjun sebutlah mulai dari Telkomsel, lokapasar Tokopedia, perusahaan layanan transportasi berbasis pesanan dalam aplikasi Gojek, Fruit Tea, hingga sejumlah bank nasional, seperti Bank Mandiri, BCA, dan Jenius dari BTPN.
CEO Evos Hartman Haris menceritakan, saat ini, persebaran pemain hingga komunitas e-sports telah menyebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian, e-sports yang disebut sangat terpusat di Jakarta tidak lagi relevan.
”Porsi di Jakarta itu hanya tujuh-delapan persen,” ujarnya saat menjadi salah satu narasumber di webinar How Brands are Tapping Into Esports Industry yang diselenggarakan agensi marketing GetCraft pertengahan Oktober 2021.
Populasi pengguna internet di Indonesia telah mencapai sekitar 185 juta orang. Sebanyak 116 juta orang di antaranya merupakan pengguna gim, baik penikmat konten maupun pemain. Populasi e-sports, termasuk atlet dan pemainnya, diperkirakan 20 juta orang. Setiap hari minimal terdapat 10 juta orang bermain aktif e-sports.
Hartman juga memberikan ilustrasi lima tahun lalu saat Evos baru berdiri. Kala itu, penonton turnamen live hanya berkisar ratusan hingga 5.000. Kini, jumlah viewers ketika turnamen live di YouTube mencapai di atas 1 juta orang. Penonton turnamen luring pun bisa mencapai 10.000-an orang.
CEO GGWP.id Ricky Setiawan bahkan menekankan, e-sports telah menjadi industri hiburan dengan perolehan nilai pendapatan yang lebih besar dibandingkan subsektor lain, seperti film dan musik.
”Ekosistem industri e-sports ini panjang mulai dari pengembang hingga kini ada media. Jadi, efek industrinya juga panjang. Rata-rata pertumbuhan pendapatan industri di Indonesia per tahun sekitar 37 persen,” katanya.
Pengguna e-sports didominasi generasi Z berusia 13-24 tahun, lalu diikuti generasi Y berusia 25-34 tahun. Selain dewasa, Ricky juga menyebut kelompok tersebut termasuk kelas yang mampu secara ekonomi.
Data merupakan potensi ”bisnis” bagi jenama. Karena pengguna dan komunitas e-sports telah merata ke seluruh Indonesia, jenama nonendemi semakin mudah terjun, mulai dari sponsor, pemasangan iklan, hingga bentuk lain, seperti produksi konten.
Dari sisi institusi/pelaku industri e-sports, baik Hartman maupun Ricky mengatakan akan mulai dengan menanyakan obyektif jenama nonendemik calon mitra. Kemudian, dari sisi keduanya penjelasan terkait profil, visi, dan nilai institusi.
”Prinsipnya sama dengan pemasaran olahraga. Jenama nonendemi itu menginginkan peningkatan kesadaran merek, transaksi, dan akuisisi pengguna baru. Lalu, institusi e-sports yang punya media dan membawahkan talenta pemain/komunitas bisa dipakai juga sebagai konten,” kata Hartman.
Ricky menambahkan, saat ini, e-sports masih didominasi oleh laki-laki. Atlet e-sports pun demikian. Jika porsi perempuan naik, industri e-sports akan semakin memikat banyak jenama besar.
Head of Digital Games Product Management Telkomsel Rezaly Surya Afhany saat dihubungi Minggu (31/10/2021), di Jakarta, menyampaikan pandangan senada. Penambahan porsi perempuan juga akan dilihat jenama sebagai kesetaraan sehingga akan memicu industri tumbuh positif seperti cabang olahraga pada umumnya.
Di dalam ekosistem industrigim, sebagai operator telekomunikasi seluler, Telkomsel mulanya hanya berkecimpung di alat pembayaran produk gim. Konsumen Telkomsel yang ingin membeli produk gim di lokapasar, seperti Google Apps Store, bisa bayar pakai pulsa Telkomsel. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri, termasuk e-sports, Telkomsel juga berkecimpung di penerbit dan media melalui produknya yang bernama Dunia Games. Melalui Dunia Games, Telkomsel menyelenggarakan turnamen hingga festival e-sports, seperti Dunia Games Festival 2021 yang berlangsung pada 30-31 Oktober 2021.
”Kami mendudukkan diri sebagai korporasi jenama nonendemi. Banyak peluang bisa kami raih ketika terjun ke ekosistem e-sports, seperti peningkatan konversi terhadap penjualan paket data. Selain itu, kami juga ingin tetap relevan dengan perkembangan di era digital,” katanya.
Rezaly menambahkan, produk gim yang dimainkan saat turnamen e-sports mengandung hak kekayaan intelektual yang punya potensi ekonomi besar jika dapat dimonetisasi secara optimal. Misalnya, karakter gim. Fruit Tea pernah melakukannya ketika berkolaborasi dengan Garena dan AoV.
”Hanya saja, kekurangan industri di Indonesia adalah masih mengandalkan produk gim dari pengembang luar negeri. Ini isu lama yang perlu segera ada solusinya. Kami rasa, di rantai pengembangan gim ini, pemerintah perlu campur tangan lebih aktif,” imbuhnya.
Menurut riset Newzoo, penonton e-sports global akan tumbuh menjadi 474 juta orang pada 2021. Peningkatan penonton sebesar 8,7 persen dibanding 2020. Dari 474 juta orang itu, mereka yang menonton gim kompetitif lebih dari sekali dalam sebulan menyumbang hampir setengahnya atau sekitar 234 juta. Pendapatan tahun ini diperkirakan 1,1 miliar dollar AS dan sekitar 833,6 juta dollar AS di antaranya akan berasal dari hak media dan sponsor.