Selain menyatukan seluruh produk layanan, melalui implementasi sistem tunggal atau ”single system”, Bank Syariah Indonesia (BSI) kini memiliki satu sistem inti perbankan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Syariah Indonesia menuntaskan pengintegrasian layanan dan sistem perbankan. Melalui pengoperasian sistem tunggal, jajaran direksi optimistis kinerja perusahaan dapat tumbuh semakin baik.
Dengan beroperasinya sistem tunggal (single system), terhitung sejak Senin (1/11/2021), maka seluruh produk dan layanan ketiga entitas pendahulu dari PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah, dapat dilayani dan terintegrasi dalam satu sistem.
Selain menyatukan seluruh produk layanan, melalui implementasi sistem tunggal, BSI kini memiliki satu sistem inti perbankan (core banking system), satu sistem laporan data analisis (enterprise data system), satu sandi kode bank di 451, dan satu pelaporan keuangan.
Implementasi sistem tunggal menandai tahap akhir dari proses migrasi layanan perbankan. Adapun untuk proses migrasi nasabah, BSI telah menyelesaikan seluruh proses tersebut pada Juli 2021.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan, implementasi sistem tunggal menandai tahap akhir dari proses migrasi layanan perbankan. Adapun untuk proses migrasi nasabah, BSI telah menyelesaikan seluruh proses tersebut pada Juli 2021 yang artinya empat bulan lebih cepat dari target yang dicanangkan.
”Tidak semua bisnis model yang dimiliki tiga bank pendahulu sesuai dengan tuntutan zaman. Untuk itu, BSI melakukan penyesuaian untuk memperbaiki dan meningkatkan bisnis model perbankan,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin.
Pengintegrasian layanan dan sistem perbankan melalui implementasi sistem tunggal juga diyakini Hery akan mendorong kinerja BSI semakin positif. Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan telah berkomitmen terus bertransformasi untuk perbaikan yang bisa membawa perubahan bisnis ke arah yang semakin solid.
Salah satu inisiatif digitalisasi yang sudah dilakukan oleh emiten berkode saham BRIS tersebut adalah pengadopsian bionic banking. Konsep bionic banking adalah pengembangan digitalisasi sejumlah layanan perbankan tetapi masih tetap menyediakan layanan yang sama di kantor cabang.
”Untuk transaksi yang tidak terlalu rumit bisa melalui layanan digital, sedangkan transaksi yang lebih kompleks, misalnya perlu saran, diskusi, dan penjelasan, ya, tetap melalui cabang,” ujar Hery.
BSI juga terus berinovasi mengembangkan aplikasi yang menyediakan seluruh layanan perbankan dalam satu genggaman meliputi layanan transaksi, dana, pembiayaan, dan layanan Islami. ”Langkah-langkah ini juga merupakan konsistensi BSI untuk menjadi energi baru bagi ekonomi digital Indonesia,” kata Hery.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur I BSI Ngatari mengatakan, mulusnya pengintegrasian yang dilakukan BSI turut mengangkat kinerja perusahaan secara optimal. Setelah resmi merger, BSI berada di peringkat ketujuh terbesar dari sisi aset, yakni sebesar Rp 247 triliun.
”BSI kini memiliki 1.365 cabang dan 15,5 juta nasabah meski nanti untuk cabang akan kita rampingkan karena saat ini ada banyak yang berdekatan lokasinya,” kata Ngatari.
Pada triwulan III-2021, BSI membukukan laba bersih Rp 2,26 triliun, naik 37,01 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Pada periode yang sama, dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 219,19 triliun. Terkait DPK, Ngatari mengatakan, BSI akan terus meningkatkan pertumbuhan tabungan khususnya tabungan wadiah yang pada triwulan III-2021 tumbuh signifikan sebesar 16,22 persen secara tahunan atau mencapai Rp 30,35 triliun.
Sementara itu, pembiayaan BSI tumbuh sekitar 7,38 persen secara tahunan mencapai Rp 163,32 triliun dengan pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) neto sebesar 1,02 persen.