Menilik Kinerja Investasi Era Jokowi-Amin di Tengah Pandemi
Sedikit demi sedikit kondisi ekonomi Indonesia membaik dengan surutnya kasus Covid-19. Meski demikian, masih menyisakan PR yang sulit, yakni menciptakan lapangan kerja untuk kurangi tingkat pengangguran setelah pandemi.

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat meninjau perkembangan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021).
Survei terbaru Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan kepercayaan publik di sektor ekonomi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin terus naik, yakni dari 52,8 persen pada Agustus 2020 menjadi 57,9 persen di Januari 2021. Kepercayaan publik di sektor ini turun tipis menjadi 57,8 persen pada April 2021 tetapi kemudian naik menjadi 58,7 persen pada Oktober 2021.
Sementara itu, kepuasan publik di bidang kesejahteraan rakyat pada Agustus 2020 sebesar 61,6 persen dan naik menjadi 67,2 persen di Januari 2021. Kepuasan publik di sektor ini naik lagi ke angka 71,3 persen di April 2021 tetapi kemudian turun menjadi 68,6 persen di Oktober 2021.
Di bidang penegakan hukum, kepuasan publik bergerak dari 62,5 persen di Agustus 2020 naik menjadi 63,4 persen di Januari 2021, naik lagi ke angka 65,6 persen di April 2021, sebelum kemudian turun menjadi 60,6 persen di Oktober 2021. Adapun kepuasan publik di bidang politik dan keamanan pada Agustus 2020 sebesar 70,8 persen, turun menjadi 67,2 persen pada Januari 2021, naik menjadi 77 persen di April 2021 sebelum kemudian turun ke angka 70,8 persen pada Oktober 2021.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dimintai pandangan menuturkan, kepuasan publik di sektor ekonomi memang terus meningkat. ”Tetapi perlu dicatat bahwa persentase (kepuasan publik) untuk yang ekonomi ini tetap lebih rendah dibandingkan dengan (kepuasan publik pada) aspek politik, keamanan, hukum, dan lainnya,” kata Faisal, Senin (18/10/2021).
Kepuasan publik di sektor ekonomi memang terus meningkat. Tetapi persentase kepuasan publik di sektor ekonomi ini tetap lebih rendah dibandingkan dengan kepuasan publik pada aspek politik, keamanan, hukum, dan lainnya.
Terkait kecenderungan peningkatan kepuasan publik di sektor ekonomi di masa pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres Amin tersebut, Faisal berpendapat hal ini sejalan dengan penanganan pandemi Covid-19 atau surutnya kasus Covid-19 di Indonesia. Posisi ekonomi sedikit demi sedikit kian membaik sejalan pelonggaran pembatasan aktivitas.
Survei Litbang Kompas memperlihatkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Amin di bidang ekonomi yang tertinggi adalah dalam hal memeratakan pembangunan antarwilayah, yakni mencapai 66 persen. Sementara itu, kepuasan publik terendah adalah terhadap kinerja pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran, yaitu 44 persen.

Paparan terkait target dan realisasi pengangguran yang disampaikan pada Zoominari Kebijakan Publik bertajuk ”Evaluasi Kinerja 2+5 Tahun Pemerintahan Jokowi” yang digelar Narasi Institute, Jumat (22/10/2021).
Tingkat kepuasan publik pada beberapa aspek ekonomi lainnya berada di antara kedua hal tersebut. Kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam memenuhi sendiri kebutuhan pangan dalam negeri 54 persen, memberdayakan petani dan nelayan 56 persen, dan mengendalikan harga barang dan jasa 56 persen.
Baca juga: Normal Baru dan Tantangan Penganggur Baru
Isu terkait ekonomi, termasuk mengenai penciptaan lapangan kerja ini, diperkirakan Faisal akan banyak diangkat para kandidat dan partai politik di tahun politik. Penciptaan lapangan kerja tersebut berdimensi luas, termasuk dalam menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan di tengah pandemi Covid-19.
Pemberian bantuan sosial dinilai bukan solusi berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. ”PR (pekerjaan rumah) yang lebih susah adalah menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran setelah pandemi,” kata Faisal.

Sejumlah pekerja menyelesaikan proyek revitalisasi jalur pedestrian di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (19/8/2021). Penyerapan tenaga kerja melalui sejumlah proyek pembangunan dapat berkontribusi dalam mengurangi pengangguran yang meningkat selama pandemi Covid-19. Selain itu, melalui proyek padat karya juga akan membantu masyarakat berpenghasilan rendah atau warga miskin yang terkena dampak pandemi dalam mempercepat upaya pemulihan ekonomi nasional.
Peran investasi
Bicara penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan antarwilayah, investasi–baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN)–selama ini menjadi salah satu yang digadang-gadang pemerintah untuk berperan. Lalu bagaimana realisasi investasi di Tanah Air hingga triwulan III-2021 ini?
Baca juga: Penyerapan Tenaga Kerja Krusial
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat menyampaikan kinerja investasi, Rabu (27/10/2021), menuturkan, sesuai perintah Presiden Jokowi, target realisasi investasi di tahun 2021 adalah Rp 900 triliun. Meskipun, target investasi dalam rencana strategis adalah Rp 856 triliun.
Menurut Bahlil, triwulan III-2021 merupakan triwulan berat akibat lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi mulai sekitar Agustus 2021, yakni hingga di atas 50.000 kasus per hari. Realisasi investasi triwulan III-2021 tercatat Rp 216,7 triliun, turun 2,8 persen persen secara triwulanan (dibandingkan triwulan II-2021), tetapi naik 3,7 persen secara tahunan (dibandingkan triwulan III-2020).

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia saat menyampaikan paparan terkait realisasi investasi triwulan III-2021 di Jakarta, Rabu (27/10/2021).
Penyerapan tenaga kerja di triwulan III-2021 terdata 288.687 orang atau turun 2,3 persen secara tahunan. Angka ini adalah realisasi serapan tenaga kerja langsung. ”Sementara (pekerja yang terserap secara) tidak langsungnya, tidak masuk (di data ini). Biasanya, kalau dalam teori ekonomi, berdampaknya bisa 4-5 kali lipat. Tetapi saya hanya mau menyampaikan tentang LKPM (laporan kegiatan penanaman modal), tidak mau berspekulasi,” kata Bahlil.
Baca juga: Pada 2021, Investasi Ditargetkan Menyerap 1,3 Juta Tenaga Kerja
Pada triwulan III-2021, realisasi investasi di Jawa terdata Rp 104,2 triliun atau naik 5,7 persen secara tahunan. Sementara itu, realisasi investasi di luar Jawa Rp 112,5 triliun atau naik 1,9 persen secara tahunan. Ditinjau dari sisi perimbangan, investasi di Jawa tercatat 48,1 persen, sedangkan di luar Jawa mencapai 51,9 persen dari total investasi.
Apabila diakumulasi dari awal tahun, realisasi investasi di Indonesia sepanjang Januari-September senilai Rp 659,4 triliun, naik 7,8 persen secara tahunan. Realisasi investasi pada sembilan bulan pertama tahun 2021 ini mencapai 73,3 persen dari target Rp 900 triliun yang dipatok sepanjang tahun 2021, yakni Rp 900 triliun.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia saat menyampaikan paparan terkait realisasi investasi periode Januari-September 2021 di Jakarta, Rabu (27/10/2021).
Bahlil menuturkan, penyerapan tenaga kerja 912.402 orang. Realisasi investasi di Jawa pada periode Januari-September 2021 tercatat Rp 381,7 triliun atau naik 3,7 persen secara tahunan. Adapun investasi di luar Jawa sebesar Rp 340,7 triliun atau naik 12 persen secara tahunan. Proporsi investasi di Jawa sebesar 48,3 persen dan di luar Jawa 51,7 persen. Artinya, investasi lebih banyak ditanamkan di luar Jawa dibandingkan di Jawa.
Kebijakan pemerintah
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta ketika dihubungi, Jumat (15/10/2021), menuturkan, Presiden Jokowi dan Wapres Amin konsisten dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang berbasis kepada Indonesia sentris dan membangun dari pinggir. ”Walaupun keadaan pandemi, pemerintah tetap dapat menyelesaikan UU Cipta Kerja dengan harapan adanya regulasi tersebut dapat meningkatkan lapangan kerja,” katanya.
Arif menuturkan, peningkatan kesejahteraan untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan dan masalah terkait ketidakadilan ekonomi antargolongan juga dikerjakan serius oleh Presiden Jokowi dan Wapres Amin. Pendekatan kesejahteraan dan pendekatan ekonomi dilakukan melalui dua strategi besar, yakni strategi berbasis struktural dan strategi bersifat kultural.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia saat menyampaikan paparan terkait proporsi investasi Jawa dan luar Jawa periode Januari-September 2021 di Jakarta, Rabu (27/10/2021).
Strategi berbasis struktural ditempuh melalui intervensi pemerintah untuk reformasi akses finansial–semisal melalui pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga saat ini yang terendah sepanjang sejarah, yakni 3 persen–dan akses terhadap tanah lewat reforma agraria. Strategi berbasis kultural dan jangka panjang dijalankan melalui pendidikan, peningkatan keterampilan, serta pelebaran akses pasar kepada kelompok UMKM dan koperasi.
Baca juga: Gandeng Organisasi Masyarakat Sipil, Pemerintah Percepat Penyelesaian Konflik Agraria
Menurut Arif, terobosan penting dalam konteks kesejahteraan dilakukan sesuai arahan Presiden Jokowi adalah upaya pemerintah menghapus kemiskinan ekstrem di tahun 2024. Kemiskinan ekstrem, secara konseptual, dialami warga yang terkategori berpendapatan 1,9 dollar AS per kapita per hari. Jumlahnya sekitar 4 persen secara populasi atau lebih kurang 10,8 juta orang.
Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika mengatakan, kebijakan penciptaan lapangan kerja sekurangnya dilakukan lewat lima jalur. Pertama, insentif dunia usaha, termasuk bantuan produktif UMKM, agar dunia bisnis tetap berkembang dalam masa pandemi yang sulit.

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah fashion dan kriya mengikuti pameran di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Selasa (5/10/2021). Pameran secara langsung yang kembali digelar setelah pembatasan kegiatan karena pandemi diharapkan akan menggairahkan pelaku UMKM untuk berkreasi. UMKM berkontribusi nyata dalam percepatan pemulihan perekonomian nasional saat ini. Selain menyerap tenaga kerja yang besar, Otoritas Jasa Keuangan mencatat UMKM menyumbang 60,51 persen dari total produk domestik bruto Indonesia.
Kedua, perluasan program padat karya yang dikerjakan untuk pembuatan infrastruktur, pemanfaatan dana desa, dan industri. Ketiga, insentif Pajak Penghasilan, perlindungan pekerja migran, dan paket stimulus agar perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja. Keempat, perbaikan regulasi ketenagakerjaan-termasuk perizinan-agar ekosistem ketenagakerjaan menjadi adaptif.
Pemerintah juga menyediakan informasi pasar kerja dan ketersediaan pasokan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar melalui pelatihan intensif. ”Dan, kelima, Kementerian Ketenagakerjaan membuat perluasan kesempatan kerja melalui tenaga kerja mandiri yang berbasis kelompok dengan pemberian bantuan modal,” kata Erani.
Baca juga: Koneksi Antarwilayah untuk Tekan Ketimpangan
Erani menuturkan, berkaitan dengan isu pemerataan pembangunan antarwilayah, pemerintah sejak awal, yakni di tahun 2015, fokus untuk menegakkannya bukan hanya antara Indonesia bagian timur dan barat, tetapi juga antara desa dan kota. Pemerataan pembangunan didorong melalui pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bendungan, telekomunikasi, bandara, listrik, dan internet. Selain itu, juga lewat pendidikan atau peningkatan keterampilan warga negara.

Warga Papua yang berasal dari daerah pegunungan berjalan menuju pesawat perintis untuk kembali ke kampung halaman mereka melalui Bandara Mozes Kilangin, Kabupaten Mimika, Papua, pertengahan Desember 2008. Topografi wilayah Papua yang bergunung-gunung menyebabkan hanya transportasi pesawat yang paling efektif untuk menjangkau daerah pedalaman.
Dukungan UMKM
”Proporsi investasi antara Jawa dan luar Jawa saat ini relatif sama, di mana dulunya didominasi di Pulau Jawa saja. Investasi itu juga diwajibkan bekerja sama dengan pengusaha lokal, menyerap tenaga kerja setempat, dan bermitra dengan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),” kata Erani.
Proporsi investasi antara Jawa dan luar Jawa saat ini relatif sama, di mana dulunya didominasi di Pulau Jawa saja. Investasi itu juga diwajibkan bekerjasama dengan pengusaha lokal, menyerap tenaga kerja setempat, dan bermitra dengan UMKM.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Usaha Kecil Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menuturkan, pihaknya tidak mungkin memberikan angka puas terhadap kinerja ekonomi di tengah kondisi force majeure akibat pandemi Covid-19. Situasi global seperti ini menjadikan perkembangan ekonomi di Indonesia pun tidak menggembirakan.

Pekerja proyek properti berbelanja makanan sebelum masuk ke lokasi proyek di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2020). Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia terdisrupsi akibat pandemi Covid-19. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat 29,12 juta orang terdampak Covid-19 dengan rincian 5,09 juta orang menjadi pengangguran dan 24,03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja atau bekerja lebih pendek dari waktu seharusnya. Sektor properti yang masih beroperasi di saat pandemi mampu menyerab tenaga kerja selain sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Hal ini ditandai dengan kehilangan pekerjaan, daya beli turun, UMKM banyak yang tutup karena orang enggak mau belanja. (Dampak pandemi) Ini dibarengi kultur yang telah bergeser dari pertemuan langsung tatap muka antara penjual dan pembeli menjadi secara digital. Akibatnya, outlet-outlet di pasar jauh berkurang, apalagi ketika sewa tempatnya sama,” kata Ikhsan.
Perkembangan ekonomi memang kurang menggembirakan dibandingkan masa sebelum pandemi Covid-19. ”Tetapi dari sisi bantuan pemerintah saat pandemi, upaya yang dilakukan pemerintah saya kira luar biasa. Sebut misalnya hibah BPUM (bantuan produktif usaha mikro) walaupun nilainya turun dari Rp 2,4 juta (per penerima) pada tahun 2020 menjadi Rp 1,2 juta,” katanya.
Demikian pula perpanjangan restrukturisasi pembayaran, KUR dengan bunga 3 persen, dan seterusnya yang dinilai merupakan upaya-upaya pemerintah untuk menggairahkan kembali UMKM.
”Menurut saya, hanya dua yang dapat membantu perekonomian bangsa kita. Pertama, konsumsi dari sekitar 270 juta orang penduduk. Dan, kedua, potensi UMKM yang jumlahnya 64 juta unit dan berkontribusi besar terhadap PDB serta menyerap banyak tenaga kerja,” kata Ikhsan.