Pasar Pekerja Terampil di Luar Negeri Cukup Besar
Pasar pekerja terampil di luar negeri cukup besar. Namun, sejumlah negara dan kawasan menerapkan berbagai kebijakan yang tidak mudah untuk ditembus, seperti surat izin kerja dan tinggal sementara, sertifikasi, dan visa.
JAKARTA, KOMPAS — Peluang kerja bagi tenaga kerja terampil di luar negeri cukup besar. Pemerintah bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI berkomitmen membidik dan menangkap peluang itu untuk mengentaskan pengangguran berpendidikan dan berketerampilan khusus.
Qatar tengah membutuhkan tenaga kerja pertambangan menyusul temuan sumber minyak bumi baru. Australia membuka peluang di sektor perkebunan, pertanian, koki, dan otomotif, serta mengeluarkan program working visa holiday.
Belanda yang mulai memasuki era penuaan populasi penduduk (aging population) banyak membutuhkan perawat. Adapun Afrika Selatan membuka peluang bagi pekerja migran Indonesia melalui investasi di sektor industri dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
Hal itu mengemuka dalam Virtual Employment Business Forum yang digelar BP2MI dalam rangkaian Trade Expo Indonesia Digital Edition (TEI DE) 2021 di Jakarta, Selasa (26/10/2021). Forum tersebut dihadiri sejumlah perwakilan Kedutaan Besar RI dan atase perdagangan serta beberapa lembaga pendidikan dan keterampilan kerja.
Duta Besar RI untuk Qatar Ridwan Hassan mengatakan, potensi lapangan kerja di sektor minyak dan gas bumi (migas) di Qatar ke depan sangat besar. Hal ini seiring dengan temuan lahan minyak bumi baru di negara tersebut.
Sejumlah perusahaan migas di Qatar telah memanggil kembali pekerjanya. Temuan lahan minyak baru juga membutuhkan tambahan tenaga kerja. Hal ini bisa menjadi peluang bagi para calon tenaga kerja yang kompeten di sektor migas masuk ke pasar tenaga kerja Qatar.
”Sektor lain yang masih belum tergarap maksimal adalah jasa keperawatan dan medis. Pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor itu baru 60 orang,” ujarnya.
Atase Perdagangan RI di Canberra, Australia, Agung Wicaksono menuturkan, Indonesia dan Australia juga berkomitmen menggenjot implementasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) untuk menopang pemulihan ekonomi kedua negara. Selain perdagangan barang, perjanjian itu juga memuat tentang perdagangan jasa.
Sektor-sektor potensial perdagangan jasa di Australia, antara lain, pertambangan, kesehatan, otomotif, serta pertanian dan perkebunan. Selain itu, banyak restoran dan hotel di Australia yang membutuhkan koki-koki yang berasal dari Indonesia.
”Tentu saja calon tenaga kerja yang berminat bekerja di Australia harus memiliki sertifikat kompetensi kerja,” katanya.
Sektor-sektor potensial perdagangan jasa di Australia, antara lain, pertambangan, kesehatan, otomotif, serta pertanian dan perkebunan.
Baca juga: Dibayangi Isu Politis, RI-Australia Tetap Genjot Implementasi IA-CEPA
Adapun Wakil Duta Besar RI untuk Belanda Freddy Martin Panggabean mengemukakan, beberapa tahun terakhir ini Belanda kekurangan tenaga kerja, khususnya yang bersifat teknis. Hal ini terjadi lantaran negara tersebut mulai memasuki fase penuaan pupulasi penduduk.
Dalam 20 tahun terakhir, penduduk berusia 65 tahun meningkat dari 3,1 juta jiwa menjadi 4,7 juta jiwa. Begitu juga penduduk berusia 80-90 tahun yang jumlahnya telah meningkat tiga kali lipat sehingga membutuhkan tambahan 130.000 rumah jompo.
Selama ini, lanjut Freddy, kekosongan tenaga kerja di negara tersebut banyak diisi pekerja asing. Sejak 2017, sekitar 838.000 lowongan kerja di Belanda diisi pekerja asing. Dari jumlah itu, sebanyak 424.000 lowongan diisi pekerja dari Amerika, Rusia, dan negara-negara Oseania.
”Pekerja di Belanda umumnya bekerja di sektor jasa dan sebagian besar masuk melalui perusahaan perekrutan pekerja temporer. Mereka, antara lain, bekerja di sektor pertanian, pendidikan, dan perawatan,” ujarnya.
Freddy menambahkan, sektor paling potensial di Belanda yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah jasa keperawatan. Saat ini, sebanyak 23 persen perawat berkewarganegaraan Belanda telah berusia lebih dari 55 tahun. Untuk menggantikan jumlah perawat yang berusia lanjut itu, Belanda membutuhkan 80.000 tenaga kerja untuk beberapa tahun ke depan.
Tantangan dan peluang
Untuk menembus pasar tenaga kerja di luar negeri tidak mudah. Sejumlah negara bahkan kawasan menerapkan berbagai kebijakan yang tidak mudah untuk ditembus, seperti surat izin kerja dan tinggal sementara, sertifikasi, dan visa. Selain itu, ada juga negara-negara yang rawan konflik politik dan sosial yang berpotensi membahayakan keamanan pekerja migran Indonesia.
Menurut Freddy, selain sertifikat kompetensi kerja, Belanda juga memberlakukan syarat ketat bagi perusahaan untuk mempekerjakan pekerja asing. Misalnya, perusahaan tersebut hanya dapat mengajukan izin kerja untuk mempekerjakan pekerja asing dari luar Kawasan Ekonomi Eropa (EEA) dan Swiss jika tidak dapat menemukan calon pekerja yang tepat dari negara-negara anggota EEA dan Swiss.
”Selain itu, lowongan kerja juga harus ditawarkan kepada publik minimal lima minggu atau dapat diperpanjang hingga tiga bulan untuk lowongan kerja yang sulit dipenuhi,” katanya.
Perusahaan tersebut hanya dapat mengajukan izin kerja untuk mempekerjakan pekerja asing dari luar Kawasan Ekonomi Eropa (EEA) dan Swiss jika tidak dapat menemukan calon pekerja yang tepat dari negara-negara anggota EEA dan Swiss.
Baca juga:
- Krisis Pekerja Global, Peluang Penempatan Pekerja Migran Baru Dijajaki
- Pemerintah Jajaki Peluang Penempatan Pekerja Migran
Adapun Duta Besar RI untuk Afrika Selatan, Salman al Farisi, mengemukakan, Afrika Selatan sebenarnya banyak membutuhkan tenaga kerja terampil, terutama di sektor manufaktur, teknologi informasi, dan permesinan. Namun, dari sisi kebijakan dan kondisi sosial-politik, negara tersebut kurang mendukung.
Pandemi Covid-19 menyebabkan tingkat kemiskinan di negara tersebut meningkat tinggi dari 21,5 persen pada 2019 menjadi 30,44 persen pada 2020. Hal ini memunculkan kesenjangan dan kerawanan sosial sehingga kriminalitas pun meningkat.
”Kendati begitu, Indonesia dapat masuk pasar tenaga kerja Afrika Selatan melalui investasi atau proyek-proyek pembangunan infrastruktur di negara tersebut. BP2MI bersama Badan Usaha Milik Negara diharapkan bisa bekerja sama untuk menangkap peluang itu,” katanya.
Indonesia dapat masuk pasar tenaga kerja Afrika Selatan melalui investasi atau proyek-proyek pembangunan infrastruktur di negara tersebut.
Sementara itu, terkait dengan visa kerja, Deputi Penempatan dan Perlidungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI Larso Simbolon mengungkapkan, Indonesia sampai sekarang masih kesulitan untuk mengurus visa kerja H-2B di Amerika Serikat. Sebaliknya, Australia justru menawarkan program working visa holiday ke Indonesia sehingga memungkinkan warga Indonesia bisa bekerja sembari berlibur di negara tersebut.
BP2MI mencatat, penempatan pekerja migran Indonesia pada tahun 2020 mencapai 105.310 orang. Jumlah ini turun 62 persen dibandingkan pada 2019 yang sebanyak 276.553 orang. Hingga akhir Agustus 2021, jumlah penempatan pekerja migran Indonesia mencapai 46.043 orang.
Meski demikian, realisasi penempatan pekerja migran itu masih rendah karena dampak pandemi Covid-19. Sejumlah negara masih menutup pintu masuk, seperti Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Brunei Darussalam, dan Jepang.
Baca juga: