Konsolidasi dan aksi korporasi emiten-emiten menara di Bursa Efek Indonesia terus terjadi. Kali ini anak usaha Telkom Indonesia, yakni PT Dayamitra Telekomunikasi/Mitratel, berencana melepas 25,54 miliar saham ke publik.
Oleh
Joice Tauris Santi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan pada bisnis penyedia menara telekomunikasi semakin ketat. Konsolidasi dan aksi korporasi emiten-emiten menara untuk membentuk perusahaan penyedia menara yang kuat terus terjadi. Jika dua emiten operator menara mengakusisi menara, PT Telkom Indonesia Tbk melepaskan anak usahanya, yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Indonesia atau Mitratel, ke Bursa Efek Indonesia.
Walaupun sudah menjadi pemain utama dalam bisnis menara, Mitratel tampaknya masih memerlukan tambahan dana segar untuk terus berekspansi. ”Mitratel juga tengah mempersiapkan strategi untuk ekspansi dalam jangka panjang di Asia Tenggara dan Asia Pasifik,” kata Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko.
Mitratel berencana menyediakan layanan solusi infrastruktur (infrastructure solution) dengan kualitas prima dan harga yang kompetitif. ”(Hal itu) Demi memberikan nilai yang tinggi bagi para investor,” kata Theodorus Ardi Hartoko dalam paparan publik secara virtual, Selasa (26/10/2021).
Sebagian pendapatan Mitratel berasal dari kontrak penggunakan menara dalam jangka panjang. Mitratel mendapatkan sebagian besar kontrak dari empat penyedia layanan seluler dengan porsi terbesar dari Telkomsel. Sebanyak 89 persen kontrak tersebut diperbarui kembali.
Potensi dana yang didapatkan Rp 19,79 triliun hingga Rp 24,9 triliun.
Mitratel berencana melepas 25,54 miliar saham ke publik atau setara dengan 29,8 persen dari modal yang disetor dan ditempatkan. Harga saham perdana Mitratel berada di kisaran Rp 775 hingga Rp 975. Dengan demikian, potensi dana yang didapatkan Rp 19,79 triliun hingga Rp 24,9 triliun.
Jika harga yang tercapai lebih besar dari Rp 835 per saham, penawaran saham Mitratel ini akan mendapatkan dana publik lebih besar ketimbang Bukalapak.com. Pada Agustus 2021, Bukalapak berhasil menghimpun dana publik sebesar Rp 21 triliun.
”Saat ini Mitratel sedang melakukan penawaran umum saham dan telah memasuki tahap book building. Jumlah saham yang ditawarkan Mitratel sebanyak 25.540.000.000 saham dengan rentang harga saham yang ditawarkan sebesar Rp 775 sampai Rp 975,” kata Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) Gede Nyoman Yetna.
Menurut dia, dengan mempertimbangkan angka-angka tersebut, apabila penawaran umum saham Mitratel berjalan sesuai rencana perusahaan, nilai penggalangan dana oleh Mitratel berpotensi melebihi capaian Bukalapak.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas Oki Rhamadhana menjelaskan, kisaran harga saham tersebut setara dengan 11-13 kali EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi). Kisaran harga ini setara dengan EBITDA pada perusahaan lain sejenis, seperti PT Sarana Menara Tbk.
”Dengan harga yang ditawarkan di bawah Rp 1.000 juga tentu akan menarik karena tidak terlalu mahal untuk dikoleksi. Dan yang terpenting adalah dana yang didapat dialokasikan untuk pengembangan anorganik, utamanya akuisisi menara. Makin banyak tower yang dikoleksi ke depan, penguasaan bisnisnya akan makin besar,” kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute dan pengamat telekomunikasi Heru Sutadi.
Heru menambahkan, banyaknya menara yang terletak di luar pulau Jawa menjadi daya tarik Mitratel. ”Di luar Jawa, tidak banyak yang mau membangun. Apalagi di kawasan timur Indonesia. Sehingga ini merupakan kelebihan Mitratel dibanding kompetitornya,” tambah Heru.
Akuisisi menara
Adapun dana hasil penjualan saham ini akan digunakan Mitratel untuk ekspansi. Sekitar 90 persen di antaranya akan digunakan untuk belanja modal yang terdiri dari 44 persen untuk belanja modal organik dan 56 persen akan digunakan untuk belanja modal.
Ekspansi organik akan dilakukan dengan cara mengembangkan dan memperluas hubungan dengan pelanggan melalui penambahan penyewa kolokasi yang mencakup berbagai pengeluaran terkait dengan penguatan dan penambahan menara yang dimiliki saat ini. Selain itu, dana digunakan untuk pembangunan menara baru dan penambahan site baru serta ekspansi teknologi dan layanan yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan menara.
Sementara pengembangan anorganik dilakukan dengan akuisisi strategis portofolio menara berkualitas, terutama menara milik operator telekomunikasi terkemuka di Indonesia. Selain itu, juga dengan akuisisi strategis produk, teknologi, dan layanan baru yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan menara di Indonesia. ”Kami terbuka untuk kesempatan akuisisi menara. Target akuisisi sekitar 6.000 menara,” kata Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama.
Sebelum masuk bursa, Telkom sudah mempercantik Mitratel dengan mengalihkan menara yang dimiliki oleh anak usaha Telkom lain, yakni PT Telkomsel, dalam dua tahun terakhir. Total ada sekitar 10.000 menara yang dialihkan dari Telkomsel ke Mitratel sehingga Mitratel mengelola 28.000 menara yang tersebar, termasuk 57 persen di luar Jawa yang belum dijangkau oleh penyedia menara lainnya.
Dalam waktu hampir bersamaan, perusahaan pengelola menara lainnya, yakni PT Sarana Menara Nusantara (SMN) Tbk, mengakuisisi perusahaan menara PT Solusi Tunas Menara Tbk senilai Rp 16,7 triliun. Pengelola menara itu memiliki 6.780 menara, 12.500 pelanggan, dan 9.000 kilometer kabel optik. Setelah akuisisi, SMN memiliki 28.300 menara, hampir 53.000 tenant, dan lebih dari 67.800 kilometer jaringan fiber optik.
Sementara emiten lain, yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, memiliki sekitar 20.000 menara dengan tenancy ratio 1,89 kali per Juni 2021. Tower Bersama juga telah mengakuisisi 3.000 menara dari Inti Bangun Sejahtera dengan nilai transaksi Rp 3,97 triliun.
Investor asing yang sudah menyatakan tertarik untuk membeli saham Mitratel, di antaranya, Abu Dhabi Investment Authority. Investor asing menguasai 45,67 persen saham pada sektor menara. Emiten operator menara lain, seperti PT Tower Bersama Tbk, 23,3 persen sahamnya dimiliki investor asing dan 35,9 persen oleh PT Sarana Menara. Namun, Hendra belum mau memerinci siapa saja investor asing yang sudah menyatakan minat terhadap Mitratel.
Indikator pasar modal Indonesia masih dinilai positif apabila ditinjau dari jumlah perusahaan tercatat yang melakukan fund raising di pasar modal.
Nyoman Yetna optimistis atas daya serap para investor pasar modal walaupun sudah banyak pengumpulan dana dari pasar modal. ”Sampai saat ini, indikator pasar modal Indonesia masih dinilai positif jika ditinjau dari jumlah perusahaan tercatat yang melakukan fund raising di pasar modal. Pertumbuhan jumlah investor maupun IHSG juga mengalami perkembangan yang relatif baik dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.
Menurut dia, stabilitas ekonomi yang tetap terjaga, pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, sentimen positif pada perkembangan ekonomi global maupun domestik, serta dukungan regulator terkait menimbulkan kepercayaan dan optimisme bagi para pelaku pasar modal.