Harga Batubara Domestik untuk Industri Akan Diatur
Harga batubara untuk dalam negeri, khususnya kebutuhan industri, perlu diatur seperti halnya harga batubara untuk pembangkit listrik. Lonjakan harga batubara membuat biaya operasi naik.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan harga batubara dalam beberapa bulan terakhir turut berdampak pada pembengkakan biaya produksi sektor industri, seperti semen. Beberapa sektor industri menggunakan batubara sebagai sumber energi primer. Pemerintah mewacanakan pengaturan harga batubara untuk kebutuhan industri di dalam negeri tersebut.
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sujatmiko, pihaknya tengah membahas penetapan harga domestic market obligation (DMO) untuk batubara yang menjadi kebutuhan industri. DMO adalah kewajiban memasok batubara untuk pasar dalam negeri dengan harga khusus yang ditetapkan pemerintah.
”Kami akan finalisasi harga DMO batubara untuk industri nonlistrik, seperti industri semen. Kami telah berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian untuk membahas formula harga DMO-nya,” ujar Sujatmiko dalam konferensi pers capaian kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM secara virtual, Selasa (26/10/2021).
Sujatmiko menambahkan, wacana kebijakan harga DMO batubara untuk industri dalam negeri akan mempertimbangkan operasional produsen batubara dan ruang fiskal negara secara berkelanjutan. Menurut rencana, harga DMO batubara untuk industri dibuat lebih fleksibel. Namun, ia tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan fleksibel itu.
Kementerian ESDM menetapkan DMO batubara untuk pembangkit listrik dalam negeri sebanyak 25 persen dari total produksi batubara nasional. Adapun harganya ditetapkan 70 dollar AS per ton. Besaran harga tersebut tidak mengikuti pergerakan harga batubara di pasar yang saat ini, berdasarkan harga batubara acuan di Indonesia, ditetapkan 161,63 dollar AS per ton.
Wacana kebijakan harga DMO batubara untuk industri dalam negeri akan mempertimbangkan operasional produsen batubara dan ruang fiskal negara secara berkelanjutan.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Infrastruktur Insanul Kamil mengatakan, harga batubara berkontribusi 35-40 persen terhadap total biaya produksi semen. Jika ada lonjakan harga batubara seperti yang terjadi sekarang, biaya produksi semen turut naik.
”Ongkos produksi semen sangat tinggi. Salah satu solusi mengeluarkan industri semen dari tekanan ini adalah pemerintah perlu campur tangan. Kami menyambut positif wacana pemerintah untuk mengeluarkan formula harga DMO batubara untuk industri semen,” ujar Kamil.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi, Minyak, dan Gas Bobby Gafur Sulistyo Umar menambahkan, pada 2020, pelaku industri semen membeli batubara domestik dengan harga berkisar Rp 450.000 per ton. Lonjakan harga batubara yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan belanja batubara naik menjadi Rp 1,2 juta per ton. Kenaikan harga batubara di pasar internasional turut berdampak pada harga batubara domestik.
”Pemerintah perlu bertindak cepat mengatasi dampak lonjakan harga batubara dunia terhadap industri dalam negeri, khususnya semen. Kalaupun ada pengaturan khusus harga DMO batubara untuk industri, pemberlakuannya sebaiknya mirip dengan kebijakan harga gas untuk industri,” ujar Bobby.
Terkait harga gas untuk industri dalam negeri, pemerintah menetapkan harga gas yang lebih rendah, yakni 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Ada tujuh sektor yang mendapatkan harga gas tertentu itu, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Pada 2020, pelaku industri semen membeli batubara domestik dengan harga berkisar Rp 450.000 per ton. Lonjakan harga batubara yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan belanja batubara naik menjadi Rp 1,2 juta per ton.
Pemerintah menargetkan produksi batubara tahun ini sebanyak 625 juta ton. Realisasi sampai triwulan III-2021 adalah 450 juta ton atau setara 72 persen dari target. Sementara target volume DMO batubara di 2021 sebanyak 137,5 juta ton. Hingga akhir September 2021, realisasi DMO batubara 71,5 persen atau setara dengan 98,3 juta ton.
Pasokan batubara untuk pasar domestik di tahun ini banyak dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, yakni 113 juta ton. Selebihnya untuk memenuhi kebutuhan industri, seperti semen, kertas, dan logam, serta untuk bahan baku pembuatan briket.
Terkait realisasi DMO batubara, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengungkapkan, diperkirakan menjelang tutup tahun target 137,5 juta ton baru bisa dipenuhi. Menurut dia, produsen batubara dalam negeri sudah paham mengenai kewajiban DMO batubara sebesar 25 persen.
”Pemerintah juga akan mengenakan sanksi terhadap perusahaan batubara yang tidak mampu memenuhi DMO 25 persen tersebut,” ujar Hendra.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, selama tren lonjakan harga batubara dunia, produsen batubara dalam negeri meraih untung besar. Saham emiten batubara ikut melejit. Situasi ini menjadi momentum bagi perusahaan tambang batubara untuk meningkatkan produksi.
”Pemenuhan DMO 25 persen semestinya bisa terpenuhi. Mereka seharusnya tidak rakus mengejar keuntungan dengan menambah ekspor. Pemerintah perlu tegas dalam hal kebijakan kewajiban pemenuhan pasokan batubara untuk dalam negeri agar tidak terjadi kekhawatiran (kekurangan) pasokan bagi industri,” kata Mamit.