Pusat Investasi Pemerintah Gandeng Unpad dan Unibraw Pacu Kapasitas Pengusaha Ultramikro
Pusat Investasi Pemerintah bersama Universitas Padjadjaran dan Universitas Brawijaya membuat inkubasi untuk membantu pengusaha ultramikro agar berkembang. Program akan berlangsung 3-4 bulan dan diikuti oleh 55 debitur.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) roti di kawasan Tanah Kusir, Jakarta, tengah memasukkan donat yang telah selesai dibuat ke dalam wadah sebelum didistribusikan ke warung-warung di seputaran Jakarta, Depok, dan Bogor, Rabu (6/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Investasi Pemerintah atau PIP bekerja sama dengan dua universitas membuat inkubasi untuk membantu pelaku usaha ultramikro berkembang. Dengan mengikuti berbagai pelatihan, para pengusaha ultramikro diharapkan dapat naik kelas dan semakin sejahtera.
”Tidak banyak universitas yang memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha umi (ultramikro), tetapi kalau pendampingan untuk usaha kecil dan menengah banyak yang mampu. Kami berharap kerja sama ini akan meluas,” kata Direktur Utama PIP Ririn Kadariyah, dalam pertemuan virtual pada Selasa (26/10/2021).
Program pendampingan tersebut bekerja sama dengan dua inkubator, yaitu Pusat Inkubator Bisnis Oorange Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Badan Inovasi dan Inkubator Wirausaha Universitas Brawijaya (Unibraw). Inkubator ini merupakan bagian dari kampanye ”Bersama Sahabat UMi Bangkit”.
Program inkubasi UMi PIP tersebut akan berlangsung 3-4 bulan dan akan diikuti 55 debitur pada kedua universitas tersebut. Dalam rangkaian pelatihan itu, para pengusaha ultramikro akan diajarkan berbagai macam materi, seperti keuangan, legalitas produk dan usaha, dan ekspansi pasar.
Direktur Pusat Inkubator Bisnis Oorange Universitas Padjadjaran Rivani mengatakan, para pengusaha ultramikro terkadang belum mendapatkan informasi yang tepat mengenai cara mengurus legalitas usaha dan produknya. ”Kami mengingatkan tentang aspek lagalitas serta pentingnya standardisasi kualitas produk dari segi keamanan untuk perluas akses pasar,” ujarnya.
Menurut dia, pengusaha ultramikro sering menganggap legalitas sulit dan mahal karena belum tahu prosedur resminya. Dia mencontohkan, untuk mengurus sertifikat halal diperlukan dana Rp 2,5 juta. Namun, para pengusaha ultramikro banyak yang ditawari oleh calo yang mengutip biaya hingga Rp 7 juta.
Ririn menambahkan, aspek legalitas sangat penting jika para pengusaha itu ingin memasukkan barangnya ke supermarket atau memperluas pasar.
Keuangan
Selain pemasaran, para pengusaha ultramikro juga belum dapat memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan usahanya. ”Pengusaha mikro belum bisa membedakan antara uang modal usaha dan uang kebutuhan sehari-hari. Sering modal tergerus jadi modal habis sehingga mereka tidak bisa beli bahan modal lagi karena dipakai konsumsi. Mereka harus ketat mengelola uangnya,” kata Setyono Yudho Tiasworo dari Badan Inkubasi dan Inovator Universitas Brawijaya.
Pelatihan dan pendampingan di Universitas Brawijaya ditekankan pada pengelolaan keuangan.
Dua penerima modal dari PIP, yaitu Nonoy Nurhasanah, penjual surabi dari Majalengka, dan Rahmat Erni Efendi, pengusaha sablon dan suvenir dari Malang, merasakan banyak manfaat dari pelatihan di inkubator ini.
”Saya mendapat pinjaman 5 juta, sementara omzet naik dari Rp 2,7 juta sebulan menjadi Rp 4 juta sebulan, dari hanya 4 kilogram bahan menjadi 10 kilogram. Penjualan juga sudah melalui media sosial,” kata Nonoy.
Sementara Rahmat Erni mengatakan, setelah mendapatkan pinjaman dan berkembang, saat ini dia memiliki alat sablon, komputer, serta mesin pencetak (printer). ”Saya juga semakin tertib keuangan,” katanya.
Total Penyaluran kredit melalui PIP per 30 September 2021 didistribusikan kepada 5,01 juta pelaku usaha dengan penyaluran mencapai Rp 16,64 triliun.