Kenaikan TKDN 5 Persen Akomodasi Kemampuan Industri Ponsel Dalam Negeri
Pemerintah memutuskan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) gawai 4G dan 5G sebesar 35 persen mulai tahun depan. Kebijakan ini dianggap telah mempertimbangkan keterbatasan kemampuan produksi komponen lokal.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah meningkatkan porsi tingkat komponen dalam negeri atau TKDN ponsel pintar semestinya diikuti dengan ketersediaan produksi komponen di dalam negeri. Sayangnya, sejauh ini kemampuan produksi komponen lokal untuk gawai masih terbatas.
Ketua Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) Ali Soebroto berpendapat, kalau komponen gawai dipaksakan diproduksi di dalam negeri yang skala kemampuan ekonominya kecil, hasilnya harga gawai akan jauh lebih mahal ketimbang menggunakan komponen impor.
”Hal itu bisa berakibat konsumen harus membeli gawai dengan harga lebih tinggi,” ujarnya saat dimintai pendapat di Jakarta, Senin (25/10/2021), terkait dengan keputusan pemerintah meningkatkan 5 persen tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ponsel pintar 4G dari 30 persen menjadi 35 persen.
Selain itu, menurut Ali, gawai, khususnya ponsel pintar berteknologi 4G dan 5G, tidak ada perbedaan struktur komponen yang signifikan. Letak perbedaan hanya pada spesifikasi cip yang mengandung teknologi 5G dan ini harus impor. Dengan demikian, asosiasi memandang sudah tepat jika porsi TKDN hanya ditingkatkan 5 persen.
Menurut dia, kebijakan TKDN gawai sebenarnya ditujukan untuk mendorong industri ponsel pintar, komputer, dan sabak melakukan tiga langkah peningkatan nilai tambah. Proses industri manufakturnya, misalnya, diperdalam dengan menjalankan produksi motor vibrator dan charger serta menambah penggunaan perangkat lunak atau aplikasi.
”Apabila pemerintah menginginkan ada peningkatan TKDN ke depan, kami merasa hal itu hanya bisa diwujudkan kalau kuantitas produksi gawai (terpenuhi). Kalau mau porsi TKDN naik, sisi produksi perlu dinaikkan juga agar rantai pasok komponen tumbuh,” ujar Ali.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Adi Indrayanto, mengatakan, kemampuan merakit barang elektronika, termasuk gawai, sudah dimiliki Indonesia. Kondisi yang saat ini terjadi ialah perkembangan industri manufaktur perakitan. ”Nilai tambahnya (industri manufaktur perakitan) paling rendah di rantai/ekosistem industri gawai,” ujarnya.
Pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengumumkan, TKDN gawai pendukung 4G dan 5G yang digunakan di Indonesia naik menjadi 35 persen. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menkominfo (Permenkominfo) Nomor 13 Tahun 2021 yang terbit 12 Oktober 2021 dan akan berlaku enam bulan setelah penetapan.
Permenkominfo No 13/2021 juga mengatur standar teknologi international mobile telecommunication 2020 yang mencakup persyaratan teknis untuk subscriber station. Sementara perangkat base station yang menggunakan teknologi 4G dan 5G akan bekerja di spektrum frekuensi 850 megahertz (MHz), 900 MHz, 1.800 MHz, 2,1 gigahertz (GHz), dan 2,3 GHz.
Kewajiban pemenuhan TKDN sebesar 35 persen menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikat perangkat dari Kementerian Kominfo. Apabila sudah mendapat sertifikat, gawai bersangkutan baru boleh diedarkan atau dijual di Indonesia.
Kewajiban pemenuhan TKDN 35 persen jadi salah satu syarat mendapatkan sertifikat perangkat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Johnny mengatakan, pihaknya telah berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian dan produsen ponsel pintar sebelum mengeluarkan Permenkominfo No 13/2021. Harapannya, peraturan tersebut bisa mendorong tumbuhnya industri perangkat telekomunikasi dalam negeri.
Sebelumnya, melalui Permenkominfo Nomor 27 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi LTE, ponsel pintar 4G wajib memiliki TKDN setidaknya 30 persen per 1 Januari 2017. Adapun tata cara perhitungannya tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sepanjang 2020, pengajuan tanda pendaftaran produk (TPP) impor untuk gawai 4G hanya mencapai 4,1 juta unit dan didominasi Apple, yakni sebesar 3,8 juta unit, karena Apple memakai skema TKDN investasi. Impor murni tanpa skema investasi diklaim berkisar 300.000 unit. Adapun produksi dalam negeri diperkirakan 97,5 juta unit.
Sementara itu, menurut firma konsultan dan riset pasar Canalys, pada triwulan III-2021, rata-rata pengiriman ponsel pintar dari produsen ke konsumen (shipment) secara global turun 6 persen karena produsen berjuang memenuhi permintaan di tengah kekurangan pasokan komponen.
Analis Utama Canalys, Ben Stanton, dalam pernyataan resminya di laman Canalys, mengatakan, industri ponsel pintar berusaha untuk memaksimalkan produksi. Dari sisi penawaran cip, produsen cip menaikkan harga untuk mengurangi pemesanan yang berlebihan guna menutup kesenjangan antara permintaan dan penawaran.
Di tingkat lokal, menurut dia, produsen ponsel pintar juga harus menerapkan perubahan spesifikasi perangkat dan jumlah pesanan. Mereka melakukan ini demi memaksimalkan kapasitas volume produksi, tetapi malah menyebabkan kebingungan dan ketidakefisienan saat berkomunikasi dengan distributor dan peritel.
”Apalagi, saat ini sudah menuju promo-promo penjualan penting, seperti Hari Lajang,” kata Ben.