Bisnis warung yang masuk kategori UMKM ini berkontribusi 60 persen terhadap PDB Indonesia atau setara dengan Rp 8.563 triliun. Warung pun dilirik banyak ”start up”, termasuk perbankan, dan menjadi ”medan perang” baru.
Oleh
joice tauris santi
·4 menit baca
Warung, mulanya adalah bisnis kecil yang mudah dimulai dari rumah. Hanya dengan menaruh meja di teras ditambah barang dagangan, terjadilah transaksi jual beli yang biasanya antartetangga. Jika berkembang, ruang tamu pun dapat ”dikorbankan” menjadi warung.
Para pemilik warung tidak hanya menjadi penggerak ekonomi keluarga, bahkan menjadi penggerak ekonomi nasional yang berdampak besar. Skala usaha mini ini membuat mereka termasuk dalam pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada 2020, diam-diam para pengusaha cilik ini menyumbangkan hampir 60 persen dari produk domestik bruto Indonesia atau senilai Rp 8.563 triliun. Mereka juga menyediakan lapangan kerja sampai sekitar 97 persen dari pekerjaan domestik.
Kini, para pemilik warung menjadi rebutan beberapa pemain besar. Perbankan, terlebih dahulu melirik dan menyadari peran warung tidak hanya sebagai entitas ekonomi, tetapi juga entitas sosial. Sejak beberapa tahun lalu, bank sudah memanfaatkan warung untuk memberikan layanan perbankan, seperti menyimpan uang dan mengirim uang. Bahkan, asuransi mikro pun dapat ditawarkan melalui warung yang menjadi agen bank. Warung menjangkau kantong-kantong nasabah yang belum tersentuh perbankan. Sebuah warung kecil sederhana dapat menjadi agen perubahan, bahkan penerus literasi keuangan.
Jumlah dana yang berputar dan didapatkan dari transaksi di warung-warung kecil ini pun bukan lagi receh. Hingga pertengahan tahun ini, jumlah warung yang menjadi agen BRI, misalnya, sudah mencapai 447.385 unit. Target tahun ini, transaksi yang dilakukan melalui agen BRILink mencapai Rp 1.000 triliun, dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu yang sebesar Rp 800 triliun.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada 2020, diam-diam para pengusaha cilik ini menyumbangkan hampir 60 persen dari produk domestik bruto Indonesia atau senilai Rp 8.563 triliun.
Selain perbankan, perusahaan rintisan pun ingin menggandeng warung-warung ini. Warung menjadi medan perang baru perusahaan rintisan. Warung memiliki mata rantai mulai dari pemasok, memerlukan bantuan untuk mengirimkan barang dagangan, memerlukan pencatatan arus kas masuk dan keluar, memerlukan perangkat untuk memberikan layanan lebih, seperti pembelian berbagai macam pulsa, dan berbagai macam pembayaran. Semuanya itu dapat didigitalisasi. Digitalisasi merupakan ranah para perusahaan rintisan.
Lokapasar
Dengan digitalisasi, pemilik warung tidak hanya dapat menjual barang hingga ke seberang pulau. Namun, juga mendapatkan barang dagangan dengan cepat dan harga bersaing, kucuran kredit modal, juga pencatatan pembukuan yang lebih baik.
PT Bukalapak.com Tbk telah merangkul 8,7 juta warung Mitra Bukalapak hingga semester I-2021 atau naik dari 7 juta pada 2020. Pendapatan dari bisnis daring ke luring ini berkontribusi 34 persen terhadap pendapatan Bukalapak secara keseluruhan sepanjang paruh pertama 2021. Bukalapak menggandeng Grab untuk mendistribusikan barang-barang kepada mitranya. Bukalapak banyak memiliki mitra di kota-kota kedua, bukan di kota besar.
Seperti Bukalapak, lokapasar lainnya, Tokopedia, juga membuat aplikasi Mitra Tokopedia. Aplikasi ini dirancang untuk membantu pemilik warung dalam mendapatkan barang dagangan ke pedagang besar. Perusahaan digital lain, Gojek, juga meluncurkan platform digital GoToko yang menyediakan layanan dari hulu ke hilir untuk pemilik warung.
Selain pasokan barang dan distribusi, persoalan yang sering dihadapi para pemilik warung adalah pembukuan. Mereka sering mencampur uang hasil bisnis dengan uang operasional rumah tangga. Celah ini pun sudah diisi oleh perusahaan rintisan yang menyediakan berbagai layanan pembukuan warung. Sebut saja, misalnya, Youtap, CrediBook, dan BukuWarung.
Dengan digitalisasi, pemilik warung tidak hanya dapat menjual barang hingga ke seberang pulau, tetapi juga mendapatkan barang dagangan dengan cepat dan harga bersaing, kucuran kredit modal, juga pencatatan pembukuan yang lebih baik.
Salah satu perusahaan rintisan yang baru saja mendapatkan pendanaan seri B sebesar Rp 1,24 triliun, Ula, juga menyasar warung. Selain Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital, Bezos Expeditions yang merupakan venture capital milik Jeff Bezos turut dalam pendanaan ini. Ula juga menyasar warung tradisional di kota kedua hingga keempat, wilayah yang sama dengan Bukalapak.
Tidak hanya itu, warung-warung juga menjadi sasaran penyedia pembayaran digital. Bank Indonesia mencatat, hingga 17 September 2021 sudah ada 10,45 juta pedagang yang terhubung dengan QR Code Indonesia Standard (QRIS). Sebagian dari pedagang yang sudah terhubung adalah pemilik warung. QRIS merupakan kode respons cepat yang dipindai oleh perangkat elektronik sebagai alat pembayaran dari berbagai macam dompet elektronik.
Bisnis receh warung membuka peluang digitalisasi dari berbagai sudut. Kemitraan antara pemilik warung dan perusahaan rintisan bermodal besar harus dipastikan memberikan manfaat, baik bagi warung, perusahaan rintisan, maupun bagi pemasok hingga pelanggan. Semua pihak dapat berkembang lebih baik lagi, bukan eksploitasi salah satu pihak terhadap pihak lainnya.