Belanja Negara 2022 untuk Pemulihan Pandemi dan Ekonomi
Pemanfaatan APBN 2022 untuk pemulihan dan akselerasi ekonomi akan dilakukan melalui program perlindungan sosial serta dukungan pada dunia usaha dan UMKM.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 untuk penanganan pandemi sekaligus mendorong pemulihan ekonomi secara bertahap. Ini selaras dengan arah kebijakan fiskal pada 2022, yakni menjaga ketahanan dan pemulihan akselerasi ekonomi melalui program perlindungan sosial.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, secara umum arah kebijakan fiskal pada 2022 adalah untuk mengakselerasi penanganan pandemi Covid-19. Pemulihan dan akselerasi ekonomi akan dilakukan melalui program perlindungan sosial serta dukungan pada dunia usaha dan UMKM.
”Program perlindungan sosial masih akan menggunakan instrumen seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, kartu prakerja, dan bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa,” ujarnya, Selasa (19/10/2021).
Program perlindungan sosial masih akan menggunakan instrumen seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, kartu prakerja, dan bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa.
Sebelumnya, dalam webinar bincang APBN 2022 secara virtual, Senin, Febrio memaparkan belanja negara dalam APBN 2022 mencapai Rp 2.714,2 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.944,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 769,6 triliun.
Adapun pendapatan negara tahun depan diperkirakan mencapai Rp 1.846,1 triliun, terdiri dari perpajakan Rp 1.510 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 335,6 triliun, dan hibah Rp 600 miliar.
”Untuk mencapai pemulihan ekonomi, APBN 2022 juga diarahkan untuk mendukung reformasi struktural akselerasi pertumbuhan dan menciptakan ekonomi yang terus berkelanjutan di masa depan,” ujarnya.
Reformasi struktural yang komperhensif dilakukan dengan reformasi perpajakan, penggunaan belanja negara yang lebih baik, serta inovasi pembiayaan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
”APBN 2022 akan dijalankan secara optimal dengan reformasi struktural harus optimal, reformasi fiskal harus berhasil, dan menjadi komitmen bersama di seluruh kementerian/lembaga,” kata Febrio.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyarankan agar pemerintah memperluas program perlindungan sosial hingga ke 60 persen penduduk Indonesia. Ini dinilai penting karena perlindungan sosial menjadi fundamen penting dari upaya pemulihan ekonomi.
”Selama pandemi sejak tahun lalu, masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki kemewahan untuk tinggal atau bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19,” kata Chatib.
Program perlindungan sosial, lanjutnya, tetap perlu disalurkan kepada masyarakat. Ia memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk menyalurkan dana tersebut sekitar Rp 40 triliun selama satu bulan penyaluran.
”Kalau kita kasih sekitar tiga bulan atau enam bulan itu berkisar Rp 120 triliun - Rp 240 triliun. Menurut saya, alokasinya ada,” ujar Chatib.
Menurut dia, APBN 2022 cukup untuk menjadi sumber pembiayaan untuk anggaran alokasi perlindungan sosial. Namun, syaratnya, belanja APBN harus dapat efisien dengan lebih selektif dalam penyaluran insentif perpajakan dan realokasi anggaran kementerian/lembaga.