Saat ”Perang” Lawan Covid-19 Terus Dikawinkan dengan Berbagai Kebijakan Ekonomi...
Di tengah dampak pandemi Covid-19 dan tekanan ekonomi, Presiden Jokowi dan Wapres Amin terus mengawinkan berbagai program dan aktivitas ekonomi berbasis Indonesia-sentris, membangun dari pinggiran, dan akses permodalan.
”Perang” melawan dampak pandemi Covid-19 terus dilakukan pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dengan mengawinkan berbagai langkah kebijakan ekonomi meski kepercayaan publik di sektor ekonomi adakalanya mengalami penurunan dan kenaikan. Survei terbaru Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan, kepercayaan publik di sektor ekonomi terus naik, yakni dari 52,8 persen pada Agustus 2020 menjadi 57,9 persen pada Januari 2021. Kepercayaan publik di sektor ini turun tipis menjadi 57,8 persen pada April 2021, tetapi naik lagi menjadi 58,4 persen pada Oktober 2021.
Sementara itu, kepuasan publik pada kinerja kesejahteraan rakyat pada Agustus 2020 sebesar 61,6 persen dan naik menjadi 67,2 persen pada Januari 2021. Kepuasan publik di sektor ini naik lagi ke angka 71,3 persen pada April 2021, tetapi turun lagi menjadi 67,9 persen pada Oktober 2021.
Kemarin, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menuturkan, hingga nantinya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi Covid-19 menjadi endemi atau selesai, pemerintah konsisten menggerakkan dan mengaktivasi proses pemulihan ekonomi nasional dengan strategi mengawinkan kebijakan ekonomi dan kesehatan.
”Jadi, antara gas dan rem, antara kebijakan pemulihan ekonomi dan penerapan protokol kesehatan, itu merupakan sinergi kebijakan ekonomi ke depan. Dan, kita lihat bahwa alhamdulillah, sampai dengan posisi September 2021, secara perlahan kecenderungan pemulihan ekonomi memberikan optimisme kepada kita,” kata Arif.
Indikatornya, antara lain, terlihat dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari IHS Markit yang berada di level 50 ke atas, menandakan manufaktur telah kembali pada zona ekspansi. Mobilitas orang dan barang, yang menentukan juga terhadap perekonomian, juga membaik. Hal sama ditunjukkan beberapa indikator terkategori windfall.
”Maksud windfall di sini adalah basis ekspor perdagangan kita banyak berupa komoditas seperti batubara, sawit, dan harganya saat ini sangat baik. Maka, kemudian ini juga mendatangkan devisa yang ditunjukkan dengan surplus perdagangan dalam beberapa bulan terakhir. Dan, ini tentu nanti juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi karena kita berada di dalam posisi ekspor dikurangi impor pada neraca yang surplus,” ujar Arif.
Baca juga: Tekan Rem, Kendurkan Gas
Presiden Jokowi dan Wapres Amin konsisten dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang berbasis pada Indonesia-sentris dan membangun dari pinggir. Walaupun pandemi, pemerintah tetap dapat menyelesaikan UU Cipta Kerja dengan harapan regulasi tersebut dapat meningkatkan lapangan kerja.
Jadi, antara gas dan rem, antara kebijakan pemulihan ekonomi dengan penerapan protokol kesehatan, itu merupakan sinergi kebijakan ekonomi ke depan. Dan, kita lihat bahwa alhamdulillah, sampai dengan posisi September 2021, secara perlahan kecenderungan pemulihan ekonomi memberikan optimisme kepada kita.
Secara bersamaan, simultan, pemerintah juga tidak pernah berhenti membangun SDM melalui proses pendidikan, baik formal maupun nonformal. Di sisi lain, masih dalam kerangka peningkatan produktivitas ekonomi, aktivitas membangun konektivitas juga tidak berhenti. Semisal, membangun sarana yang menghubungkan transportasi secara cepat, termasuk tol dari Jawa sampai ujung Sumatera.
Seperti diketahui, persoalan paling utama di dalam wilayah timur Indonesia untuk dapat menjangkau akses pasar ke luar adalah masalah mobilitas, dalam hal ini transportasi. ”Ini yang dikerjakan secara serius oleh Presiden dengan mempercepat Trans-Papua, kemudian tol laut, yang terus dilakukan secara konsisten. Memang tidak bisa cepat, tetapi konsisten. Dan, kita harapkan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan sampai kapan pun dan siapa pun yang memerintah NKRI,” ujar Arif.
Arif menuturkan, peningkatan kesejahteraan untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan dan masalah terkait ketidakadilan ekonomi antargolongan juga dikerjakan serius oleh Presiden Jokowi dan Wapres Amin. Pendekatan kesejahteraan dan ekonomi dilakukan melalui dua strategi besar, yakni strategi berbasis struktural dan strategi bersifat kultural.
Strategi berbasis struktural ditempuh melalui intervensi pemerintah untuk reformasi akses finansial—semisal melalui pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga saat ini yang terendah sepanjang sejarah, yakni 3 persen—ataupun akses terhadap tanah lewat reforma agraria. Strategi berbasis kultural dan jangka panjang dijalankan melalui pendidikan, peningkatan keterampilan, ataupun pelebaran akses pasar pada kelompok UMKM dan koperasi.
Menurut Arif, terobosan penting dalam konteks kesejahteraan dilakukan sesuai dengan arahan Presiden, yaitu upaya pemerintah menghapus kemiskinan ekstrem pada 2024. Kemiskinan ekstrem, secara konseptual, dialami warga yang terkategori berpendapatan 1,9 dollar AS per kapita per hari. Jumlahnya sekitar 4 persen secara populasi atau sekitar 10,8 juta orang.
Hal yang tidak kalah penting dalam konteks kesejahteraan sosial adalah reformasi perlindungan sosial yang sudah dimulai prosesnya pada 2021. Tujuannya agar program sistem jaminan sosial nasional dapat berlangsung dengan baik dan dapat memastikan semua yang berhak mendapatkan kesempatan, baik untuk akses kesehatan maupun pendidikan.
Lima jalur penciptaan lapangan kerja
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, Sabtu (16/10/2021), mengatakan, kebijakan penciptaan lapangan kerja sekurangnya dilakukan lewat lima jalur. Pertama, insentif dunia usaha, termasuk bantuan produktif UMKM agar dunia bisnis tetap berkembang dalam masa pandemi yang sulit.
”Kedua, perluasan program padat karya yang dikerjakan untuk pembuatan infrastruktur, pemanfaatan dana desa, dan industri. Ketiga, insentif pajak penghasilan, perlindungan pekerja migran, dan paket stimulus agar perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja,” ujar Erani.
Keempat, perbaikan regulasi ketenagakerjaan, termasuk perizinan, agar ekosistem ketenagakerjaan menjadi adaptif. Pemerintah juga menyediakan informasi pasar kerja dan ketersediaan pasokan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar melalui pelatihan intensif. Dan, kelima, Kementerian Ketenagakerjaan membuat perluasan kesempatan kerja melalui tenaga kerja mandiri yang berbasis kelompok dengan pemberian bantuan modal.
Adapun kebijakan dan program pangan dalam negeri bertumpu pada tiga kaki, yakni penguatan lembaga, peningkatan produksi, dan sistem logistik pangan. Penguatan lembaga di antaranya pemapanan Bulog dan dukungan BUMN yang berkaitan dengan pangan, salah satunya dengan membentuk BUMN holding pangan.
Saat ini pemerintah juga telah membentuk Badan Pangan Nasional (BPN) yang akan fokus menjaga pasokan dan stabilisasi harga pangan. ”Peningkatan produksi terus dilakukan, baik lewat intensifikasi maupun ekstensifikasi. Misalnya, di Kalteng untuk tanaman padi, jagung, bawang merah, dan cabai. Isu diversifikasi pangan lokal juga dieksekusi, seperti ubi kayu, sagu, pisang, dan sorgum,” kata Erani.
Sistem logistik pangan pun menjadi tumpuan kebijakan dan program pangan. Dalam hal ini sistem logistik pangan dikerjakan dengan mengintegrasikan produksi, industri, pergudangan, serta distribusi dan perdagangan.
Pemberdayaan petani dan nelayan juga merupakan isu sentral. ”Sejak awal pemerintah mengidentifikasi bahwa penguasaan dan akses lahan merupakan titik lemah pertanian. Itu sebabnya pemerintah mendesain kebijakan RAPS (Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial),” ujar Erani.
Peningkatan produksi terus dilakukan, baik lewat intensifikasi maupun ekstensifikasi. Misalnya, di Kalteng untuk tanaman padi, jagung, bawang merah, dan cabai. Isu diversifikasi pangan lokal juga dieksekusi, seperti ubi kayu, sagu, pisang, dan sorgum.
Kebijakan ini juga dikaitkan dengan program kredit usaha rakyat (KUR) sehingga kegiatan usaha tani bisa dilengkali dengan permodalan. Selain itu, juga didesain KUR plus LPMUKP (Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan) serta pemberian asuransi dan akses bahan bakar minyak bersubsidi untuk nelayan.
Erani menuturkan bahwa skala ekonomi dan pengolahan produk menjadi hilir dari proses perubahan. Kementerian Koperasi dan UKM membantu pengorganisasian petani dan nelayan melalui koperasi, termasuk membantu akses pasar lewat digitalisasi.
Sebelum pandemi hanya ada 8 juta UMKM yang masuk dalam ekosistem digital, saat ini sudah meningkat lebih dari 15 juta UMKM atau separuh dari target 30 juta UMKM pada 2024. Afirmasi juga diberikan ke koperasi melalui LPDB (lembaga pengelola dana bergulir) dengan cara nilainya ditambah dan persyaratannya dipermudah, termasuk di tengah pandemi bunganya turun 3 persen (sliding).
”Jadi, sistematika kebijakan pemberdayaan ini berdiri di atas lima pilar, yakni penguasaan lahan, pengorganisasian, pembesaran skala ekonomi, pengolahan, dan penguatan rantai pasok,” kata Erani.
Menurut Erani, pengendalian inflasi adalah kisah sukses sejak 2015. Pada masa itu hingga sekarang inflasi selalu di bawah 4 persen, sebuah pencapaian yang sangat sulit diperoleh pada masa lalu. Sebagai perbandingan, pada 2013 dan 2014 inflasi masih di atas 8 persen.
Inflasi dikelola oleh pemerintah lewat tiga jalur, yaitu kontrol pasokan, perbaikan logistik, dan manajemen permintaan. Saat ini, minyak dan pangan tidak lagi mengalami fluktuasi harga yang terjal seperti dulu sehingga tidak menciptakan masalah inflasi.
Salah satu manfaat dari pengendalian inflasi ialah menjaga daya beli masyarakat. ”Itu sebabnya sebelum masa pandemi kemiskinan dan ketimpangan turun serempak di tengah pertumbuhan ekonomi yang stabil,” ujar Erani.
Berkaitan dengan isu pemerataan pembangunan antarwilayah, pemerintah sejak awal, yakni pada 2015, fokus untuk menegakkannya, bukan hanya antara Indonesia bagian timur dan barat, melainkan juga antara desa dan kota. Pemerataan pembangunan didorong melalui pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bendungan, telekomunikasi, bandara, listrik, dan internet. Selain itu juga lewat pendidikan atau peningkatan keterampilan warga negara.
Erani mengatakan, program Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Prakerja, Balai Latihan Kerja Komunitas, dan seterusnya digunakan untuk mendongkrak kualitas manusia dan tenaga kerja, khususnya di bagian timur Indonesia dan wilayah desa. Dana desa juga dipakai untuk infrastruktur dan pemberdayaan.
Proporsi investasi antara Jawa dan luar Jawa saat ini relatif sama, di mana dulunya didominasi di Pulau Jawa saja. Investasi itu juga diwajibkan bekerja sama dengan pengusaha lokal, menyerap tenaga kerja setempat, dan bermitra dengan UMKM.
Terbaru, pemerintah mulai 2021 akan mengurangi kemiskinan ekstrem di tujuh provinsi, empat di antaranya adalah Provinsi Maluku, Papua Barat, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. ”Intinya, pemerataan antarwilayah dikurung dengan aneka kebijakan dan program. Pada 2024, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem bisa dihilangkan,” kata Erani.
Intinya, pemerataan antarwilayah dikurung dengan aneka kebijakan dan program. Pada 2024, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem bisa dihilangkan.
Dunia usaha justru menilai cukup baik
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai kinerja bidang ekonomi pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin cukup baik di tengah kerawanan situasi akibat pandemi. ”Kami melihat pada awalnya ekonomi ngedrop, tapi itu dialami bukan hanya oleh Indonesia. Semua negara mengalami hal sama,” katanya.
Respons cepat pemerintah pun dinilai Apindo cukup baik, terbukti dari kesigapan Indonesia dalam mencari dan mendapatkan vaksin Covid-19. ”Lalu, dari sisi penanganannya, kita tidak pernah lockdown total. PSBB iya, tapi tidak total lockdown seperti dilakukan Vietnam. Artinya, ini menjaga supaya ekonomi tidak sampai titik nadir,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat minus, tetapi toh tidak sedalam yang dialami beberapa negara di dunia. Stimulus bagi dunia usaha diakui tidak optimal, tetapi pelaku usaha memahami bahwa hal ini terkait pula dengan keterbatasan anggaran. ”Soal sisi stimulus bagi perusahaan, tentu ada juga keluhan. Tetapi, itu harus dihadapi karena kita punya keterbatasan. Tapi, secara keseluruhan, sudah cukup baik melewati kondisi ini,” kata Hariyadi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat minus, tetapi toh tidak sedalam yang dialami beberapa negara di dunia. Stimulus bagi dunia usaha diakui tidak optimal, tetapi pelaku usaha memahami bahwa hal ini terkait pula dengan keterbatasan anggaran.
Terkait kondisi ke depan seiring mendekati tahun politik, Hariyadi menuturkan bahwa semestinya kestabilan yang berdampak terhadap kondisi perekonomian tetap terjaga. Memang ada kemungkinan para menteri atau para pembantu Presiden Jokowi akan berkontestasi. Namun, Presiden Jokowi tidak lagi ikut kontestasi.
Baca juga: Dilema ”Tarik Rem” dan ”Injak Gas”
”Kalau Presiden ikut kontestasi, itu kita waswas, siapa yang mengurusi. Tapi, Presiden (Jokowi) kan enggak ikutan pemilu lagi, jadi semestinya bisa menjaga. Menurut saya, seharusnya, walau ada tahun politik kondisinya akan tetap baik, stabil, karena kepala negara sudah tidak maju lagi. Jadi, dia akan jagain betul,” katanya.
Terkait hal tersebut, kebijakan ekonomi yang dipandang relatif baik di tengah pandemi selama ini harapannya berlanjut, termasuk nanti di tahun politik. ”Hanya nanti yang menjadi tantangan adalah bagaimana kita dalam menggeliatkan ekonomi jangan sampai kena lagi (puncak) pandemi. Jadi, saran saya booster segera dirilis, vaksin Merah Putih juga cepat jadi. Jadi, kita enggak usah impor, pakai vaksin Merah Putih saja untuk booster-nya,” ujar Hariyadi.
Ketua Umum Asosiasi Usaha Kecil Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menuturkan, periode awal pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Amin didera pandemi Covid-19. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi seluruh dunia. ”Terkait kinerja ekonomi, kita tidak bisa berharap banyak dengan pemerintahan ini karena dalam waktu dua tahun didera pandemi. Terbukti pertumbuhan ekonomi melambat, di tahun 2020 bahkan sampai titik bawah atau tumbuh minus,” katanya.
Namun, Ikhsan menuturkan, pada 2021 kondisi perekonomian terlihat mulai membaik. Pada 2020 pun ada UU Cipta Kerja dengan kelengkapan peraturan pemerintah pada 2021.
Perkembangan ekonomi memang kurang menggembirakan dibandingkan dengan masa sebelum pandemi Covid-19. ”Tapi, dari sisi bantuan pemerintah saat pandemi, upaya yang dilakukan pemerintah saya kira luar biasa. Sebut, misalnya, hibah BPUM (bantuan produktif usaha mikro) walau nilainya turun dari Rp 2,4 juta (per penerima) pada tahun 2020 menjadi Rp 1,2 juta,” katanya.
Demikian pula perpanjangan restrukturisasi pembayaran, KUR dengan bunga 3 persen dan seterusnya yang dinilai merupakan upaya-upaya pemerintah untuk menggairahkan UMKM. ”Harapan ke depan, PSBB terus dilonggarkan dan keberhasilan vaksinasi juga makin kencang sehingga suasana untuk berusaha, termasuk berdagang dan lainnya, juga makin sehat,” kata Ikhsan.