Biaya pengapalan peti kemas 40 ”feet” dari Jakarta ke sejumlah daerah di Indonesia naik beragam. Biaya pengapalan Jakarta-Medan, misalnya, naik 46 persen dari Rp 8,75 juta per kontainer jadi 12,8 juta per kontainer.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (23/9/2021). Saat ini, Indonesia tengah menghadapi kenaikan biaya pengapalan kontainer lintas samudra (ocean freight), serta kelangkaan kontainer dan ruang kapal. Hal ini mulai berimbas pada kenaikan biaya pengapalan peti kemas domestik atau antarpulau.
JAKARTA, KOMPAS — Biaya pengapalan kontainer di dalam negeri turut melonjak seiring dengan lonjakan biaya pelayaran logistik lintas samudra atau ocean freight. Hal ini semakin membebani pelaku usaha dan industri domestik yang tengah memulihkan usaha dari imbas pandemi Covid-19.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman, Minggu (17/10/2021), mengatakan, biaya pengapalan kontainer atau peti kemas 40 feet (kaki) dari Jakarta ke sejumlah daerah di Indonesia naik secara beragam. Misalnya, biaya pengapalan Jakarta-Medan naik 46 persen dari Rp 8,75 juta per kontainer menjadi Rp 12,8 juta per kontainer dan Jakarta-Pekanbaru naik 29 persen dari 9,15 juta per kontainer menjadi Rp 11,8 juta per kontainer.
Hal ini terjadi karena kelangkaan kontainer dan keterbatasan ruang kapal. Banyak kontainer dan kapal-kapal besar pengangkut peti kemas di dalam negeri yang dialihkan untuk melayani ekspor.
”Kenaikan biaya pengapalan peti kemas di dalam negeri membebani pengeluaran pelaku usaha dan industri di dalam negeri. Kenaikan biaya logistik ini juga semakin memberatkan pelaku usaha dan industri yang tidak hanya melayani kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ekspor,” kata Adhi ketika dihubungi di Jakarta.
Kenaikan biaya logistik ini juga semakin memberatkan pelaku usaha dan industri yang tidak hanya melayani kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ekspor.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Peti kemas tol laut dinaikkan ke kapal kontainer di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, pada 14 Agustus 2021.
Menurut Adhi, kenaikan biaya logistik sudah pasti akan berpengaruh pada kenaikan harga produk. Untuk produk pangan olahan atau makanan-minuman, kenaikannya diperkirakan 5-10 persen.
Namun, komponen kenaikan harga itu tidak hanya biaya logistik, tetapi juga harga bahan baku pangan impor yang naik sekitar 20-30 persen dan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun depan.
”Hingga akhir tahun ini, kami tidak akan menaikkan harganya. Kenaikan harga produk-produk makanan-minuman itu baru akan dilakukan pada awal 2022,” ujarnya.
Kalaupun tidak dinaikkan harganya, lanjut Adhi, produsen akan mengurangi ukurannya. Ada juga yang bersiasat dengan menaikkan harga sekaligus menambah sedikit ukuran produknya.
Pengunjung berada di lorong makanan ringan dan minuman kemasan di gerai hipermarket Giant Ekstra Alam Sutera, Tangerang Selatan, Minggu (30/5/2021). Jelang ditutupnya semua gerai hipermarket Giant per Juli 2021, pengunjung menyerbu sejumlah gerai Giant untuk berbelanja barang yang ditawarkan dengan harga diskon.
Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta juga menyatakan hal serupa. Untuk mengirimkan produk-produknya dari Jakarta menuju Makassar, ia harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Biaya pengapalan Jakarta-Makassar naik dari kisaran Rp 12 juta-Rp 14 juta per kontainer menjadi Rp 15 juta-Rp 20 juta per kontainer. ”Kenaikan biaya logistik ini tentu saja akan berimbas pada kenaikan harga sejumlah komoditas atau produk yang diangkut menggunakan kapal peti kemas,” ujar Tutum.
Melayani rute mancanegara
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menuturkan, lonjakan biaya pengapalan kontainer terutama terjadi di rute Indonesia bagian timur, terutama dari Jakarta dan Surabaya ke Makassar atau Ambon. Kenaikan biayanya 15-20 persen.
Kenaikan biaya pengapalan itu lebih karena keterbatasan ruang kapal. Saat ini, ketersediaan kontainer untuk rute pelayaran domestik sebenarnya masih mencukupi. Namun, kapal kontainer yang melayani pelayaran domestik tinggal yang berkapasitas kecil sekitar 1.000 TEUs.
Sejumlah kapal kontainer yang berkapasitas 2.000-3.000 TEUs, lanjut Yukki, justru memilih melayani rute pengangkutan barang ekspor dan impor. Rute tersebut lebih menguntungkan lantaran biaya logistik lintas samudra melonjak sangat tinggi.
”Kapal-kapal itu ada yang disewakan untuk melayani rute-rute di negara-negara tertentu. Ada juga yang melayani transhipment atau alih muatan di Malaysia, Hong Kong, dan Singapura,” ujarnya.
Kapal-kapal itu ada yang disewakan untuk melayani rute-rute di negara-negara tertentu. Ada juga yang melayani transhipment atau alih muatan di Malaysia, Hong Kong, dan Singapura.
Yukki mengatakan, ALFI hanya bisa mengimbau anggotanya agar tetap melayani rute-rute pelayaran domestik di Indonesia. Namun, ALFI tidak dapat ikut campur lebih jauh karena usaha yang dijalankan itu bersifat bisnis untuk bisnis (B to B).
Untuk jangka pendek, ia berharap agar pemerintah memaksimalkan ruang kapal tol laut untuk mengangkut produk-produk para pelaku usaha dan industri nasional yang masih bergantung pada pelayaran swasta. Namun, jangan sampai kapal-kapal tol laut ini juga turut menaikkan biaya pengapalan.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada 2021, tol laut akan melayani 31 trayek dengan mengoperasikan 31 kapal yang menyinggahi 105 pelabuhan. Rute-rute itu juga mencakup wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Pada semester I-2021, kapal-kapal tol laut telah mengangkut muatan berangkat 6.617 TEUs dengan komoditas muatan terbanyak semen, beras, dan air mineral. Adapun muatan balik tol laut mencapai 2.542 TEUs dengan muatan komoditas, antara lain, produk ikan tuna dan udang, kayu gelondongan, produk usaha kecil menengah khas daerah setempat, serta berbagai hasil pertanian dan perkebunan.
Terkait angkutan ekspor, tambah Yukki, ALFI bersama pemerintah dan sejumlah pemangku kepentingan terkait sudah berupaya memfasilitasi ketersediaan kontainer dan kapal pengangkutnya. Persoalannya saat ini hanya tinggal di sisi biaya yang masih cukup tinggi.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan, kenaikan biaya logistik, pangan dan bahan baku pangan, serta krisis energi akan berimbas pada kenaikan inflasi di negara-negara yang terimbas. Negara-negara tersebut diharapkan dapat mengendalikan inflasi tersebut agar tidak menyebabkan kerawanan pangan, menambah beban rumah tangga miskin, dan berisiko menyebabkan kerawanan sosial (Kompas, 15 Oktober 2021).