Solar Langka di Lampung, Truk Antre Berjam-jam di SPBU
Sopir truk angkutan barang mengeluhkan sulitnya mendapatkan solar di Lampung. Mereka harus antre berjam-jam di stasiun pengisian bahan bakar minyak demi mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi tersebut.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sopir truk angkutan barang mengeluhkan sulitnya mendapatkan solar di Lampung. Mereka harus antre berjam-jam di stasiun pengisian bahan bakar minyak demi mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi tersebut.
Pantauan Kompas pada Rabu-Kamis (13-14/10/2021), antrean truk terlihat di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan. Antrean didominasi truk angkutan barang. Kendaraan jenis lain, seperti bus, mobil bak terbuka, dan minibus juga terlihat antre sejak pagi hingga sore.
Bahkan, antrean kendaraan itu mengular hingga Jalan Lintas Sumatera. Kondisi itu juga kerap memicu kemacetan lalu lintas karena satu lajur jalan lintas dipadati oleh truk-truk yang menunggu masuk ke SPBU.
Kurni (41), salah satu sopir truk, menuturkan, dia antre sejak pukul 09.00 untuk mendapatkan solar di SPBU di kawasan Natar, Lampung Selatan, tepatnya di Jalan Lintas Sumatera. Dia rela antre sejak pagi karena mendapat informasi jika pasokan solar akan tiba di SPBU tersebut pada siang hari.
Dia memilih antre di SPBU itu karena stok solar di sejumlah SPBU yang dia lintasi sudah habis. Hingga pukul 13.00, dia masih mengantre dan berharap masih bisa mendapatkan solar bersubsidi. ”Kalau kehabisan, saya terpaksa membeli solar eceran dengan harga Rp 7.500-Rp 8.000 per liter,” ujarnya saat ditemui, Kamis siang.
Rustam (40), sopir truk lintas provinsi, menuturkan, kelangkaan solar tidak hanya di Lampung, tetapi juga di daerah lain di Sumatera, antara lain Sumatera Selatan dan Jambi. Dia berharap pemerintah dan PT Pertamina (Persero) segera mencari solusi agar kelangkaan solar ini tidak berlarut dan mengganggu operasional truk.
”Kalau memang harganya mau dinaikkan, naikkan saja asal pasokan lancar. Kalau tetap begini, kami yang susah,” ujarnya.
Kelangkaan solar juga berimbas pada pelaku jasa angkutan lokal. Aris (35), pemilik mobil bak terbuka yang menjalan usaha jasa pengiriman barang antarkabupaten, menuturkan, dia tidak mendapatkan keuntungan jika terus-menerus membeli solar eceran. Pasalnya, selisih harga jual solar bersubsidi dan solar eceran cukup tinggi, yakni Rp 2.500-Rp 3.000 per liter.
Ketua Bidang SPBU Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hisawana Migas) Lampung Donny Irawan mendesak pemerintah agar segera mencari solusi atas kelangkaan solar di Lampung dan daerah lain. Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan banyak truk yang tertahan di pinggir jalan karena tidak mendapat bahan bakar.
Sebagai pintu gerbang Sumatera, pengguna solar tidak hanya kendaraan dari Lampung, tetapi juga truk dan bus dari daerah lain.
Selama ini, antrean truk di SPBU juga kerap memicu persoalan lain, misalnya pertikaian antarsopir yang berebut solar. Selain itu, layanan SPBU untuk BBM lainnya juga terganggu karena truk antre di SPBU hingga berhari-hari.
Dia menilai, Lampung semestinya bisa mendapat kuota solar yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan truk angkutan barang. Sebagai pintu gerbang Sumatera, pengguna solar tidak hanya kendaraan dari Lampung, tetapi juga truk dan bus dari daerah lain.
Umar Ibnu Hasan selaku Area Manager Communication, Relation & CSR Sumbagsel PT Pertamina Patra Niaga Region Sumatera Bagian Selatan menjelaskan, Pertamina menyalurkan solar ke Lampung sesuai kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan pemerintah melalui BPH Migas. Menurut dia, kuota solar untuk Lampung pada 2021 sebanyak 611,5 kiloliter.
Dia menuturkan, Pertamina melakukan pengawasan agar penyaluran solar tepat sasaran dan tidak melanggar regulasi yang berlaku. Petugas SPBU telah diminta mencatat nomor kendaraan pembeli dan jumlah pengisian BBM setiap konsumen.
Sesuai ketentuan, pembelian solar untuk kendaraan pribadi roda empat dibatasi maksimal 60 liter per hari. Sementara angkutan umum orang atau barang roda empat dapat membeli solar sebanyak 80 liter per hari. Adapun angkutan roda enam maksimal 200 liter per hari.
Dia berharap pemerintah daerah mendukung upaya Pertamina untuk melakukan pengawasan dalam distribusi solar. Salah satunya dengan membuat kebijakan kartu kendali bagi pemilik kendaraan yang berhak menerima BBM bersubsidi.
Pihaknya juga mengimbau konsumen pengguna solar agar menggunakan BBM pengganti yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan, misalnya dexlite dan pertamina dex yang tersedia di SPBU.