Tantangan Penyiapan SDM Pelayaran Rakyat Sangat Besar
Pelayaran rakyat tidak hanya membantu mobilitas penduduk, terutama dalam memenuhi perekonomian, tetapi juga menciptakan konektivitas nasional.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tantangan penyiapan sumber daya manusia untuk menjamin angkutan laut pelayaran rakyat masih sangat besar. Tidak sekadar bisa mengoperasikan kapal yang biasanya dilakukan secara turun-temurun, tetapi juga teknik membangun kapal yang sesuai standar nasional.
Terlebih lagi, dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Pemberdayaan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat, pendidikan dan pelatihan pelayaran rakyat harus memenuhi standar nasional. Pelayaran rakyat tidak hanya membantu mobilitas penduduk, terutama dalam memenuhi perekonomian, tetapi juga menciptakan konektivitas nasional.
Pelaksana Tugas Kepala Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan pada Kementerian Perhubungan Antoni Arif Priadi, dalam Talk Show Series ke-17 dengan tema ”Pengembangan Sumber Daya Manusia untuk Mendukung Konektivitas Nusantara dengan Pemberdayaan Pelayaran Rakyat” secara daring yang diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/10/2021), mengatakan, dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) pelayaran, ada beberapa hal yang perlu dibenahi sesuai Perpres No 74/2021 tersebut.
Pertama-tama adalah sarana dan sistem penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Tantangan terbesar adalah tidak memungkinkannya memobilisasi orang-orang yang bekerja dalam bidang pelayaran rakyat untuk menjalani diklat karena lokasinya berjauhan dan belum tentu terdapat fasilitas diklat terdekat di daerahnya.
Selain itu, perlu pembenahan pengajar diklat yang tersertifikasi. Memang, lanjut Antoni, untuk pelayaran rakyat ini tidak dikenal pengajar atau dosen. Diklat lebih mengandalkan instruktur sebagai pengajar, bukan program studi diploma vokasi, melainkan lebih pada kompetensi. Pembenahan lainnya adalah kurikulum yang sudah distandardisasi dan pengujian.
Pelayaran rakyat tidak hanya membantu mobilitas penduduk, terutama dalam memenuhi perekonomian, tetapi juga menciptakan konektivitas nasional.
”Ini menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan, khususnya BPSDM. Jadi, ada pembagian tugasnya. Terkait pengujian dan sertifikasi, kewenangan berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Namun, pihak yang menguji dan menyertifikasi berada di pihak independen. Sementara mereka yang melatih seharusnya berada di pihak independen lainnya,” tegas Antoni.
Dalam perpres itu, tantangan berikutnya tidak hanya mempersiapkan awak kapal, tetapi juga pembangunan armada kapal. Artinya, untuk memperkuat pelayaran rakyat, diperlukan pula diklat khusus pembangunan kapal rakyat agar bisa berkesinambungan.
”Saya perhatikan, di daerah Bulukumba, misalnya, pembuatan kapal dilakukan di depan rumahnya di pinggir pantai. Kalau ditanya sertifikat pembuatan kapal, mereka enggak punya. Tetapi, mereka sudah turun-temurun (membuat kapal) di situ,” kata Antoni.
Belum lagi tantangan lain berupa cara pemeliharaan dan perawatan kapal rakyat. Untuk itu, SDM pun harus dipersiapkan sejak dini, baik SD`M yang melakukan pembangunan maupun pemeliharaan dan perawatan. Sebab, kapal-kapal tradisional sebagai pelayaran rakyat rata-rata terbuat dari kayu sehingga perawatannya juga berbeda dengan kapal dari besi.
Karena itu, tidak hanya menyiapkan SDM yang bisa mengoperasikan kapal, tetapi juga regenerasi SDM yang bisa melanjutkan pembangunan kapal, termasuk pemeliharaan dan perawatan kapal tradisional. Selain itu, perpres ini juga harus ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan. Salah satunya adalah peningkatan kapasitas pengelolaan usaha angkutan pelayaran rakyat. Ini lebih ditujukan kepada perusahaan angkutan laut.
Selama ini, angkutan laut rata-rata dimiliki secara kekeluargaan. Pemilik kapal mempekerjakan anggota keluarganya menjadi anak buah kapal (ABK) sehingga diperlukan penyiapan kapasitas pengelolaannya, baik kemampuan secara manajerial maupun keuangan. Pelayaran rakyat sesungguhnya memiliki perputaran uang yang cukup besar.
Untuk memperkuat pelayaran rakyat, diperlukan pula diklat khusus pembangunan kapal rakyat agar bisa berkesinambungan.
”Yang tak kalah pentingnya adalah membangun sistem informasi usaha angkutan laut pelayaran rakyat,” ucap Antoni.
Salah satu bentuk pemberdayaan angkutan laut pelayaran rakyat adalah pengembangan SDM. Dalam perpres tersebut, pengembangan SDM dilakukan oleh Kementerian Perhubungan yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Ketua Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) Dwiyono Soeyono mengatakan, ”Haruskah kita terlalu lama membuang waktu untuk melahirkan segala sesuatu yang memang kita bisa leading, tidak perlu selalu berkiblat kepada luar negeri? Itulah tantangan terbesar di dunia ini, kita ini negara maritim.”
Dwiyono mencermati unsur kebaruan dari sebuah penelitian komprehensif antara pemerintah, legislatif, dan pengusaha tentang analisis kebutuhan kapal di negara ini. Jika sudah dilakukan penelitian secara komprehensif, tentu tidak akan ada istilah kelebihan pasokan (over supply) dalam dunia pendidikan maritim.
Dia menuturkan, jumlah pelabuhan di Indonesia sudah mencapai sekitar 6.000 unit. Kalau sudah ditetapkan negara bahwa satu pelabuhan harus terdapat satu tenaga ahli, tentunya satu tenaga ahli sudah terserap menjadi aparatur sipil negara.
”Jadi, tidak akan ada istilah over supply. Singapura yang sedemikian kecil membuat sekeliling pantainya sebagai gerbang ekonomi yang bisa mendatangkan uang. Tinggal pertanyaannya, siapa yang akan melakukan penelitian komprehensif itu di Indonesia?” kata Dwiyono.
Sahattua P Simatupang, Kepala Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, mengatakan, pelayaran rakyat akan sangat berperan dalam mendorong perekonomian. Sebab, kinerja pelayanan transportasi menuju daerah terluar dan terpencil hanya dapat dijangkau oleh pelayaran rakyat. Tidak semua pulau di Indonesia bisa dijangkau oleh kapal-kapal besar.