Percepatan Adopsi Kendaraan Listrik Disarankan Mulai dari Roda Dua
Pengembangan awal kendaraan listrik di Indonesia disarankan terlebih dulu mulai dari kendaraan roda dua/tiga.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Percepatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia semestinya diarahkan ke jenis kendaraan massal dan kendaraan roda dua/tiga. Selain rintangannya relatif rendah, dua jenis kendaraan ini bermanfaat langsung bagi masyarakat banyak.
Dosen Teknik Ketenagalistrikan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Purwadi, mengemukakan hal itu dalam webinar ”Strategi Penyiapan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral dalam Transisi Pengelolaan Energi Bersih Pascapandemi Covid-19”, Rabu (13/10/2021), di Jakarta.
”Lebih dari 120 juta kendaraan di Indonesia didominasi oleh motor. Kendaraan listrik roda empat rata-rata masih berkisar Rp 600 juta, sedangkan daya beli masyarakat rata-rata khusus mobil Rp 300 juta ke bawah. Maka, kami rasa sudah tepat kalau pemerintah mendorong kendaraan roda dua listrik, seperti motor listrik, berkembang dulu,” tutur Agus.
Dari sisi harga, Agus menyebut sudah ada motor listrik senilai Rp 15 juta-Rp 20 juta di pasaran. Harga ini menyamai harga motor berbasis energi fosil. Untuk kendaraan roda dua berupa sepeda, dia menyebutkan sudah ada sepeda listrik seharga Rp 8 juta dengan jarak tempuh sampai 80 kilometer (km).
Pengujian motor listrik untuk keperluan angkutan umum berbasis aplikasi atau ride hailing juga sudah dilakukan. Sebagai contoh, pada Desember 2020 salah satu perusahaan ride hailing nasional telah melakukan uji coba. Konsumsi energi rata-rata selama 45 hari penggunaan di lapangan oleh pengemudi ojek di Jakarta mencapai 0,026-0,029 kWh/per km (34.4-39 km/kWh).
”Adopsi kendaraan listrik memang government driven atau digerakkan pemerintah dulu. Maka, pengadaan kendaraan untuk transportasi publik ataupun operasional layanan publik pemerintah merupakan pintu masuk yang pas. Kendalanya mungkin penganggaran, apalagi saat ini pemerintah harus bergulat penanganan pandemi Covid-19,” kata Agus.
Bersamaan proses menyiapkan konsumsi itu, dia menambahkan masih ada sejumlah area ekosistem kendaraan listrik yang perlu pemerintah dorong. Sebagai contoh, rekayasa produk, rantai pasok industri dalam negeri, kompetensi sumber daya manusia, serta standardisasi, prosedur pengujian, dan sertifikasi keandalan kendaraan listrik.
”Perjalanan riset kendaraan listrik di Indonesia sejak tahun 2012. Perguruan tinggi butuh dukungan skema pendanaan yang memudahkan mereka terus meneliti dan hilirisasi. Salah satu permasalahan mereka yang mengemuka adalah riset, tetapi ketentuan mendatangkan mesin masih sulit,” kata Agus.
Pendiri Lentera Bumi Nusantara Ricky Elson menyampaikan pandangan senada. Sejumlah perlombaan inovasi riset kendaraan listrik telah diikuti Indonesia, tetapi paten-paten yang dihasilkan tidak optimal direalisasikan untuk kebutuhan komersial dalam negeri.
Perguruan tinggi belum optimal melakukan bimbingan ke bengkel-bengkel untuk konversi ke kendaraan listrik. Sekolah menengah kejuruan seharusnya bisa memproduksi kendaraan listrik, tetapi belum dilakukan secara maksimal.
”Jumlah kendaraan dengan bahan bakar energi konvensional lebih dari 120 juta. Ini perlu dikonversi ke kendaraan listrik. Kalau kondisi ekosistem pengembangan kendaraan listrik masih seperti sekarang, Indonesia mungkin baru bisa adopsi 20-30 tahun lagi,” tutur Ricky.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menegaskan, situasi yang Indonesia hadapi sekarang masih merupakan transisi. Dari suplai energi, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan sejumlah strategi percepatan peralihan ke energi terbarukan. Misalnya, rancangan peraturan presiden mengenai tarif energi terbarukan yang segera akan terbit dan konversi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) ke gas.
Dari sisi infrastruktur stasiun pengisian dan penukaran baterai kendaraan listrik umum, Rida menyampaikan sudah keluar kebijakan percepatan pengembangannya. Sebagai contoh, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
”Per September 2021, jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) mencapai 187 unit di 155 lokasi, sedangkan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) telah berdiri di 153 unit di 86 lokasi. Infrastruktur tersebut memang masih dominan ada di Jawa. Dengan kebijakan terbaru (Peraturan Menteri ESDM No 13/2020), kami harap infrastruktur tersebut semakin luas menyebar bukan hanya di Jawa,” papar Rida.
Sebelumnya, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, sepeda motor listrik, baik konversi maupun pembelian baru, mesti mengikuti selera konsumen. Namun, di Indonesia, keputusan membeli atau mengonversi sepeda motor umumnya didorong faktor ekonomi, bukan faktor lingkungan.
Biaya konversi ke sepeda motor listrik berkisar Rp 15 juta-Rp 20 juta per unit, sedangkan harga sepeda motor berbasis BBM yang baru juga berada di rentang yang sama. Sepeda motor berbasis BBM bekas sekitar Rp 8 juta-Rp 15 juta per unit, tergantung tipe dan usia penggunaan. Dengan demikian, pilihan konversi ke sepeda motor listrik menjadi kurang menarik.
Oleh sebab itu, imbuh Fabby, biaya konversi ke sepeda motor listrik mesti ditekan ke bawah Rp 10 juta dengan kapasitas baterai yang memungkinkan jarak tempuh 80-100 kilometer. Penurunan harga tersebut membutuhkan pembangunan industri baterai, pengonversi tenaga (power converter), serta material dan mesin terkait di dalam negeri mulai sekarang.
Di saat yang bersamaan, lanjut Fabby, pemerintah perlu meningkatkan minat pasar pada kendaraan listrik. Contohnya, membebaskan pajak kendaraan bermotor bagi mitra pengojek perusahaan pelantar transportasi dalam jaringan, seperti Grab dan Gojek. Pemerintah bersama dengan perusahaan tersebut juga mesti merumuskan skema pembiayaan konversi sepeda motor bagi mitranya. (Kompas, 23/8/2021).