Keberadaan dan keberlangsungan UMKM diyakini akan lebih banyak dipengaruhi oleh ekosistem digital. UMKM yang berada di ekosistem digital bisa mengakses pasar yang luas dan alternatif pendanaan serta sistem pembayaran.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan dan keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pada waktu mendatang akan lebih banyak bergantung pada ekosistem digital. Salah satunya adalah dipicu makin besarnya populasi pegiat UMKM dari generasi milenial dan generasi Z, yang lebih melek digital. Selain itu, pola konsumsi masyarakat pun semakin lekat dengan cara daring.
Hal itu mengemuka dalam diskusi virtual bertajuk ”Tranformasi Digital UMKM Merah Putih”, Rabu (13/10/2021). Hadir sebagai pembicara, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Odo Manuhutu, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman, Senior Executive Vice President Micro & Consumer Finance PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Josephus K Triprakoso, Direktur Utama Yokke Niniek S Rahardja, Chief Marketing Officer Doku Himelda Renuat, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, dan pemilik usaha PT Noonaku Desain Indonesia Florentia Jeanne Susanto.
Hanung menjelaskan, sebanyak 64,7 persen dari 270 juta penduduk Indonesia adalah pegiat UMKM kalangan milenial (kelahiran 1980-1995), generasi Z (1995-2010), hingga generasi Alfa (kelahiran 2010 ke atas). ”Mereka ini sangat melek digital dan fasih dengan dinamika ekosistem digital,” ujarnya.
Hal ini menyiratkan bahwa masa depan perdagangan UMKM ada di ekosistem digital. Selain itu, menurut survei Kementerian Koperasi dan UMKM, sekitar 62 persen UMKM mengaku bisa bertahan hidup seusai berjualan di dalam ekosistem daring.
Berangkat dari omzet berjualan luring yang kian menyusut karena pandemi, pemerintah mendorong UMKM memperluas jangkauan dengan masuk ekosistem daring. Sampai September 2021, jumlah UMKM yang telah masuk ekosistem digital sebanyak 15,9 juta UMKM atau sekitar 24,9 persen dari total UMKM di Indonesia. Pemerintah menargetkan ada 30 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital pada 2023.
Bima Laga menjelaskan, dengan berada di ekosistem digital, pelaku UMKM bisa memperluas pasarnya. Pada tahap awal, pemasaran umumnya baru terbatas pada keluarga dan kerabat terdekat. Lalu jangkauan pemasaran bisa meluas ke skala daerah, bahkan nasional. Ekosistem digital juga memungkinkan pelaku UMKM untuk mengakses pasar global melalui ekspor.
Namun, dengan masuknya UMKM masuk ke ekosistem digital, bukan berarti segala persoalan selesai dan mereka bisa langsung tumbuh pesat. Pelaku UMKM ini masih memerlukan dukungan ekosistem digital dari sistem pembayaran dan sistem logistik untuk bisa meningkatkan kapasitasnya.
Pendanaan
Josephus menambahkan, UMKM merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional yang harus terus didorong. Bank Mandiri sendiri sampai Agustus 2021 sudah menyalurkan kredit ke segmen UMKM sebesar Rp 114,58 triliun atau tumbuh 18,52 persen secara tahunan. Dari nilai tersebut, penyaluran pembiayaan yang dilakukan secara daring mencapai Rp 22,9 miliar yang telah diberikan kepada penjual daring mitra e-dagang.
”Saat ini dunia digital terus bergerak ke arah yang semakin canggih. Untuk itu pelaku usaha secara aktif perlu menambah ilmu dan wawasan agar tak ketinggalan atau kalah bersaing. Apalagi, potensi ekonomi digital di Indonesia dinilai masih sangat besar,” kata Josephus.
Niniek menjelaskan, pemberdayaan UMKM tidak cukup hanya dengan memberikan akses permodalan. Pelaku usaha juga perlu dilengkapi dengan platform yang memudahkan mereka untuk mengelola usaha sehingga mereka tidak lagi direpotkan dengan hal-hal seperti pencatatan manual untuk penjualan dan inventori.
”YokkeBiz hadir menjawab kebutuhan para pelaku usaha akan platform yang dapat membantu mendigitalisasi usahanya karena memiliki integrasi lengkap ke berbagai aplikasi layanan logistik, pembukuan, online store, sampai dengan integrasi dengan berbagai lokapasar,” ungkap Niniek.
Berdiri sejak tahun 2016, Yokke merupakan perusahaan rintisan teknologi finansial (tekfin) lokal dengan layanan utama sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran. Yokke merupakan satu-satunya tekfin di Indonesia dengan kapabilitas layanan yang luas dan menyeluruh mencakup merchant (channel offline dan online), bank (acquiring dan issuing), serta institusi finansial lainnya.
Sependapat dengan Niniek, Himelda Renuat mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengakselerasi pola konsumsi barang dan jasa masyarakat dari luring ke daring. Pola konsumsi daring yang kemungkinan besar akan menjadi permanen ini perlu didukung oleh sebuah ekosistem toko daring yang solid dan berkelanjutan. Salah satu aspeknya adalah cara toko daring tersebut menerima pembayaran dari pelanggannya.
”Dalam hal ini Doku berkomitmen untuk tidak hanya menyediakan akses ke beragam metode pembayaran pilihan pelanggan, namun juga memastikan kelancaran dan keamanan setiap transaksi yang terjadi dalam platform toko daring seperti YokkeBiz,” ucap Himelda.
Doku adalah penyedia sistem pembayaran berbasis teknologi pertama yang melayani kebutuhan pembayaran merchant online atau pelapak daring. Berdiri sejak 2007 dan terdaftar dengan nama PT Nusa Satu Inti Artha, Doku memiliki tiga layanan jasa atau produk, yaitu payment gateway, transfer services, dan collaborative commerce.